Saturday, October 03, 2009

Selebritis Pejuang 45 Tiban di Benteng Vredeburg




Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com



Bung Karno Jaya ! Jenderal Sudirman harus mengaku kalah ketika bersaing melawan Bung Karno.

Sosok Jenderal Sudirman diperani oleh Bari Hendriatmo dari Jember. Dalam foto di atas, ia dikawal oleh putranya Reza Ahimsa Hendriano yang berseragam gerilya dan bersenjata. Bung Karno juga sukses mengalahkan “Rambo” dari Wonogiri.

Masihkah ingat, saat kita ramai-ramai bertemu di Reuni Trah Martowirono XXIII, 23 September 2009, di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta, yang lalu ? Ketiganya berkontes bukan lewat adu dalam piawai dalam berpidato. Bukan lewat coblosan. Bukan pula lewat perang gerilya.

reuni trah martowirono XXIII-2009,benteng vredeburg,hompimpah,busana terheboh dalam reuni itu

Lihatlah dalam foto koleksi Anna Sari itu. Ketiganya berusaha merebut kemenangan dengan metode hompimpah tanpa alaiyung gambreng sebagai penutup mantra. Ketiganya nampak benar-benar jago hompimpah, karena hasilnya selalu draw. Dan pada putaran keempat baru hadirin mengetahui siapa juaranya. Siapa juaranya ?

reuni trah martowirono XXIII-2009,benteng vredeburg,sudoyo,bari hendriatmo,bambang haryanto

Sosok Bung Karno yang aslinya Bapak Sudoyo asal Kaliurang dari Taler 1 yang berhasil sebagai juara. Suami Ibu Dwi Hastuti itu meraih piala sebagai warga Trah Martowirono yang berbusana paling heboh dalam acara reuni ke-23 yang lalu.

Jago di luar arena. Saya yang memperoleh sebutan “Rambo” itu, ternyata memperoleh kemenangan di medan lain. Sekedar info, nama “Rambo” itu diciptakan secara spontanitas saat itu oleh Mayor Haristanto, sebagai juri. Mungkin karena saya memakai kostum dengan berselempang rangkaian peluru berkaliber 12,7 alias setengah inci.

Bila saja Pakde Sukirman Haswosumarto (wafat 3 November 1987) atau bapak saya Kastanto Hendrowiharso (wafat 9 Desember 1982) masih hidup, kedua beliau yang sama-sama tentara pejuang 1945 itu pasti bisa bercerita mengenai “kesaktian” bedil yang memakai peluru berkaliber besar itu.

Menjadi Rambo sehari, haruslah mau berkorban. Yang saya rasakan, memang rada berat membawa peluru-peluru itu saat jalan kesana-kemari. Tetapi demi bisa ngeceng di depan sesama warga trah, beban itu tidak terasa apa-apa.

Syukurlah, selempang peluru itu menjadi rada match ketika saya diberi peci pejuang oleh Mayor. Peci saya polos, sementara yang dipakai Yudhis (anaknya Betty) ada tulisannya, “Merdeka !.” Lalu kami bertukar peci itu.

Selebritis tiban. Peci putih khaki tersebut ternyata membawa tuah, justru ketika acara reuni kita usai. Ketika rombongan Wonogiri keluar dari komplek beteng, menuju mobil yang dipiloti Hening Kristanto (putra Bulik Yam Selogiri) yang parkir dekat alun-alun Yogya, saya memperoleh kejadian mengejutkan.

Begitu keluar dari pintu beteng, persis di bawah tulisan “Benteng Vredeburg” (?), ada pengunjung rada meneriaki saya. Ia sedang memotret keluarganya dan ia meminta saya ikut bergabung. “Bapak kan berkostum pejuang, dengan peci “Merdeka,” mari saya abadikan bersama keluarga kami.”

Dengan senang hati saya memenuhi permintaan itu. Kamera pun menyalakan lampu kilat beberapa kali. Sambil berbagi senyum, keluarga itu lalu berpamit. Peran saya sebagai selebritis tiban yang memerani pejuang 1945, selesai. Terlalu cepat. Rada GR dan setengah kecanduan, lalu saya agak berteriak ke pengunjung lainnya : “Siapa ingin berpotret bersama pejuang 45 ? Siapa ingin berpotret bersama pejuang 45 ? “

Saya agak menyesal, karena selama ini saya belum punya kartu nama, business card, untuk mempopulerkan Trah Martowirono. Kalau punya kan, hmm-hmm, minimal mereka akan tahu siapa oknum “pejuang” yang baru saja ia potret itu.

Siapa tahu untuk menambah kenalan dan persaudaraan. Termasuk mengenalkan dan menularkan sejarah, polah sampai seluk beluk trah yang heboh ini. Tentu saja itu trah kita semua : Trah Martowirono tercinta.


Wonogiri, 3/10/2009

trahmar

No comments: