Monday, October 20, 2008

Reli Silaturahmi 2008





Titik pertemuan. Berada di tengah. Itulah posisi kota Wonogiri, bila dilihat dari Wuryantoro yang berada di selatan dan Sukoharjo di utara Wonogiri. Di kota ini pula dapat dirunut sejarah awal terbentuknya cabang keluarga Kastanto/Sukarni dan Sukirman/Suripti dari pohon Trah Martowirono.

Keluarga Martowirono yang kebayan Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo, memiliki empat anak : Suripti, Sutono, Sutejo dan Sukarni. Sungguh suatu pemikiran yang mungkin nampak liberal, di tahun 1950-an telah mengijinkan kedua putrinya, Suripti dan Sukarni, untuk ngenger, ikut bersama omnya di Wonogiri. Yaitu Bangin Martosuwiryo, yang adik terkecil dari ibu Martowirono putri.

Bapak Bangin (foto) saat itu memiliki warung wedang di pasar Wonogiri. Kedua bunga desa asal Kedunggudel itu ikut membantu di warung minuman teh dan makanan ini.Di tempat inilah dua sekawan, yang sama-sama prajurit TNI/AD dari Kodim Wonogiri dan pengunjung tetap café itu, memperoleh jodoh. Prajurit Sukirman asal Selogiri akhirnya mempersunting Suripti. Sedang prajurit asal Wuryantoro, Kastanto, menikahi Sukarni.

Setiap Lebaran, dua daerah asal-usul keluarga Kastanto/Sukarni itu senantiasa sebagai tempat wajib dikunjungi. Untuk nyadran dan merekatkan kembali silaturahmi dengan kerabat yang ada. Rute reli silaturahmi pada tanggal 1 Oktober 2008 tersebut adalah : Wonogiri-Wuryantoro-Manyaran-Sukoharjo-Wonogiri. Liputan fotonya sebagai berikut :

Photobucket

Baris pertama : setelah nyekar, kunjungan pertama adalah ke rumah Bu Lik Tego Prayitno (foto) di Mlopoharjo. Rumah pak Tego almarhum ini di halaman depannya terhampar tanaman padi. Sayang, tanaman cabenya pas tidak panen. Kalau panen, kami akan disuguhi sayuran lombok dengan irisan tempe. Pedasnya mampu membakar kepala, tetapi enaknya sungguh memabukkan.

Kemudian tur berlanjut ke Cengkal, masih di Wuryantoro. Menemui Lik Mul (kaos biru) dan Lik Sukiyem, istrinya, bersama keluarga. Sebelum wafat, mBah Mento ikut tinggal di sini. Suguhan favorit di sini adalah gorengan tahu. Karena kebetulan memang dekat dengan pabrik tahu. Suguhan lainnya adalah kentongan bambu. Bukan untuk dimakan, tetapi untuk dibawa pulang sebagai salah satu instrumen musik periuh dalam acara pertemuan Trah Martowirono, 5 Oktober 2008.

Setelah foto bersama keluarga Lik Mul (baris keempat kiri), reli silaturahmi dilanjutkan. Dengan dipiloti Muhammad Taufik untuk mobil bernomor F dan Kentul untuk mobil AD, perjalanan ke arah barat (Manyaran) dan lalu ke utara dilanjutkan. Di tengah jalan (foto baris keempat kanan), rombongan sempat istirahat untuk makan ayam/bebek/ikan (goreng atau bakar) di sebuah warung di Tawangsari.

Ketika Maghrib turun, rombongan sampai di rumah Ibu Tiek Suminten, di Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo (foto baris kelima). Kami tak sempat nyadran ke makam simbah Martowirono atau pun Pakde Sutono. Rombongan Kajen saat itu ditemui oleh Henny, Rum (suaminya), juga Yayuk dan suaminya.

Reli silaturahmi Lebaran 2008, paripurna sudah. Tetapi tugas belum selesai. Empat hari mendatang rumah keprabon keluarga Kastanto/Sukarni di Kajen menjadi episenter eksistensi Trah Martowirono di muka dunia !

tmw

Thursday, October 16, 2008

Mendoakan Arwah Leluhur





Mengingat akar. Hari Lebaran adalah hari mulia untuk mengingat asal muasal seseorang hadir di dunia. Hari untuk merunut kembali akar kehidupan masing-masing. Hari untuk berterima kasih kepada ayah dan ibu, yang menjadi perantara mulia hadirnya kita di dunia. Hari untuk mendoakan kepada para leluhur yang telah dipanggil menghadap Illahi.

Sesudah sholat Ied, rombongan Kajen menuju pemakaman Kajen.

Photobucket

Bapak dan ibu. Bapak Kastanto Hendrowiharso meninggal dunia tanggal 9 Desember 1982, hari Kamis Wage, jam 12.15 di Rumah Sakit Umum Giriwono, Wonogiri. Beliau meninggal dunia dalam usia 54 tahun karena sakit sirosis, kanker hati. Pangkat terakhir kapten purnawirawan TNI.

Ibu Sukarni Kastanto Hendrowiharso meninggal dunia tanggal 20 November 1993, di Rumah Sakit Umum Giriwono, Wonogiri. Pasangan ini meninggalkan sepuluh putra dan putri. Nampak dalam foto, Broto Happy sedang mencatat data dari batu nisan keduanya. “Semoga Allah SWT memberi tempat yang layak bagimu,disisiNya, ayah dan ibu. Amin.”

Photobucket


Asal Wuryantoro. Bapak Kastanto Hendrowiharso, nama kecilnya Salip, mempunyai ayah bernama Kasan Luar, dari desa Jambe, Wuryantoro. mBah Kasan Luar ini berprofesi sebagai healer, tabib desa tradisional. Saya, Bambang Haryanto, pernah mendengar cerita dari almarhumah ibu bagaimana mBah Kasan ini mengobati pasien.

Konon, pasien datang dengan membawa seekor bebek hidup. Bebek itu lalu disembelih, untaian saluran pencernaan sampai ususnya dikeluarkan. Setelah dibersihkan, bentuk menyerupai usus ini salah satu ujungnya akan ditelan oleh si pasien. Ujungnya yang lain dipegangi oleh mBah Kasan. Usus kemudian ditarik keluar, di mana pada dinding usus itu akan ikut tertempel dan ikut keluar benih-benih/penyakit pasien bersangkutan. Usus dibersihkan, lalu akan diulangi prosedur yang sama beberapa kali sehingga terasa perut pasien sudah bersih dari penyakit.

Seperti dalam foto, mBah Kasan Luar meninggal dunia tanggal 21 Desember 1964. Makamnya semula berada di desa Jambe. Karena pada tahun 1980-an desa itu ikut tenggelam seiring proyek Waduk Gajah Mungkur, makam itu dipindahkan ke Wuryantoro, Kota. Satu lingkungan dengan pemakaman Hastana Girimaloyo, tetapi makam mBah Kasan berada di luar dan persis di depan komplek makam Hastana Girimaloyo itu.

Selain mBah Kasan Luar terdapat pula makam mBah Kasan Luar putri. Dari pasangan ini lahir Bapak Johar, yang memiliki nama tua Joyosuwarto. Ada pula nisan Ibu Joyosuwarto. Juga nisan Ibu Mariyem dan nisan Sukarsih.

Nama terakhir ini, Sukarsih, saya (Bambang Haryanto) ingat, adalah adik dari Oom Muhyidin. Putra Bapak Harjosuwarno dari Kedunggudel, Sukoharjo. Beliau merupakan adik dari mBah Martowirono. Ketika ayah dan ibu tinggal di Wuryantoro (ayah sebagai prajurit TNI bertugas di sini), terjadi kecelakaan, yaitu kebakaran di dapur. Lik Karsih yang saat itu jadi pembantu rumah kami, meninggal dunia akibat kecelakaan itu.

Photobucket


Pemakaman baru. Di sebelah selatan komplek Hastana Girimaloyo tadi terdapat area pemakaman yang lebih baru. Di sini telah bersemayam almarhum mBah Mento. Dalam foto ia saya jepret sedang bersama Basnendar dan Broto Happy di tahun 70-an. mBah Mento sampai akhir hayatnya adalah pencinta pertandingan sepakbola. Sebelah kanan adalah foto Bapak Tego Prayitno almarhum, adik dari ayah. Beliau dimakamkan di tempat yang sama pada tanggal 7 April 2008 yang lalu.

Photobucket

Logowok, di barat sana. mBah Kasan Luar menikah dua kali. Dengan istri pertama melahirkan anak tunggal, Joyosuwarto. Dengan istri keduanya (foto), memiliki dua putra : Kastanto dan Tego Prayitno. Istri kedua itu kemudian menikah dengan mBah Mento yang tinggalnya di Logowok.

Mengunjungi beliau di masa kecil kami akan senantiasa dikenang sebagai perjalanan hiking yang mengesankan. Dari rumah mBah Kasan kami berjalan menuju ke arah barat. Melewati jalan berbatu-batu, dipayungi langit dan mega yang terbuka, juga barisan pegunungan Kidang Layang di sebelah barat yang nampak gagah dan mempesonakan. Almarhumah mBah Putri (foto) dimakamkan di Logowok ini.

Seingat saya, beliau adalah sosok yang suka mendengar. Atentif. Juga tidak banyak bercerita, tetapi menenteramkan. Kejadian yang saya ingat waktu kecil, kaki beliau pernah tersiram air panas di rumah Kajen, Wonogiri. Kulit kaki kanannya melepuh dan diberi pengobatan darurat, yaitu tinta. Jadi kaki beliau berwarna biru. Seingat saya, beliau saat itu tidak menampakkan suatu perasaan sakit, atau mengeluh secara berlebihan.

Kejadian lain, saat mengunjungi beliau di Logowok saya harus dikeroki agar tidak pingsan. Gara-gara saya yang kesana-kemari, berkunjung ke kerabat, tidak tahan untuk tidak makan. Apalagi makan nasi cantel yang enak, pulen di mulut, tetapi ternyata mengembang di perut. Saya jadi sangat kekenyangan dan nyaris pingsan.

Dalam foto, dari kiri : Bambang Haryanto, Basnendar dan Broto Happy, disamping makam mBah Putri di Logowok ini.

“Ya Allah, limpahkan segala ampunan untuk dosa-dosa leluhur kami. Tempatkan para beliau senantiasa sejahtera dan sentosa disisiMu. Amin.”


tmw

Merayakan Hari Kemenangan





Tawashau bish shabr. Dengan sebijaksana mungkin dan dengan penuh kesabaran. Itulah salah satu mutiara khotbah yang disampaikan khatib Drs. H. Sumardjo di Sholat Ied, 1 Syawal 1429 H, di lingkungan Masjid Agung At-Taqwa, Wonogiri.

Khotbahnya itu ia sampaikan dalam konteks agar kita semua dalam menyadarkan orang yang bersalah senantiasa melalui pendekatan yang manusiawi. Sementara itu pula Al Quran, menurutnya, juga menuntut semua orang mampu berjiwa besar dan berlapang dada untuk mengakui kesalahan.

Kedua niatan mulia itu telah bermuara secara indah dan serasi di hari kemenangan, di hari raya Iedul Fitri. Ketika semua orang merasakan kelemahan, ketika semua orang dengan tulus mengulurkan permintaan maaf. Kami pun, anak cucu Kastanto Hendrowiharso/Sukarni, ikut pula merayakannya.

Photobucket

Keterangan foto. Dari kiri atas dan searah jarum jam : Yasika telah menjadi juru foto untuk menjepret Pakde Bambang dan Pakde Happy yang mengapit Yudis. Sehabis halal-bihalal dengan warga kampung Kajen, kami berpose di depan bio banner wartawan Tabloid BOLA, Broto Happy W (paling kanan). Dari kiri Iwin, Betty, Yudis, Yasika, Ayu, Gladys, dan Broto Happy.

Rombongan keluarga menuju pulang sesudah nyadran ke makam ayah-ibu dan kerabat yang telah menghadap Illahi di Pemakaman Kajen. Sebelumnya sempat melakukan halal-bihalal dengan Keluarga Bapak Marto Tarmin, sesepuh dan mantan bayan desa Kajen. Nampak dalam foto beliau diapit oleh Broto Happy dan Bambang. Bapak Marto Tarmin adalah ayah dari Bapak Suroto, kepala lingkungan (kaling) Kajen saat ini.

Sesudah nyadran, rombongan bergerak untuk melakukan silaturahmi dengan keluarga dekat. Antara lain dengan keluarga Ibu Suharni Sukiyo (berjilbab) di Wonokarto. Beliau yang mantan guru SMA Negeri 1 Wonogiri dan Kepala Sekolah SMAN 2 Wonogiri berbagi cerita nostalgia dengan Broto Happy yang juga murid beliau semasa itu. Masih di Wonokarto, rombongan dari Kajen kemudian mengunjungi keluarga Ibu Yahman. “Semoga hubungan keluarga ini terus dipelihara. Sebab kalau tidak, ia akan putus dan hilang begitu saja,” demikian pesan Ibu Yahman. (tengah).

Matur sembah nuwun, ibu. Hari merayakan kemenangan. Hari yang fitri. Hari yang penuh silaturahmi. Rombongan Kajen itu lalu bergerak meninggalkan Wonogiri. Untuk melanjutkan misi yang sama.

tmw

Sunday, October 12, 2008

Menata Sarang




Lembar baru kehidupan. Novelis Inggris itu, Paul Scott (1920-1978), tentu tidak mengenal Lebaran. Apalagi mengenal ritus tahunan yang dilakukan oleh jutaan warga Indonesia ketika hari Lebaran tiba. Yaitu ritus mudik, pulang kampung, kembali ke rumah asal.

Walau pun demikian, Paul Scott, memiliki pendapat bernas dan menarik yang dapat dikaitkan dengan intisari ritus mudik Lebaran itu. For a writer, going back home means back to the pen, pencil, and typewriter—and the blank, implacable sheet of white paper.

Dengan merujuk status dirinya sebagai penulis, ia mengatakan bahwa penulis yang pulang kembali ke rumah berarti kembali untuk berjumpa dengan pena, potlot, mesin tulis dan lembar-lembar kertas kosong putih yang membandel.

Dalam Lebaran kita membersihkan dosa-dosa kita. Ibarat kita menjadi kertas putih kembali. Kembali menjadi makhluk yang fitri. Pasca Ramadhan dan Lebaran, sejajar pendapat Paul Scott tadi, betapa tidak mudah bagi kita untuk kembali menulisi kertas-kertas putih kehidupan kita masing-masing di masa depan dengan amal yang berguna dan bermakna. Tetapi itulah tantangan kita sebagai manusia.

Photobucket

Mempersiapkan kehebohan. Bagi warga taler IV, ajaran Paul Scott tadi merujuk untuk kembali berurusan dengan gagasan dan mengeksploitasi gagasan. Demi mempersiapkan diri menjadi host reuni keluarga yang tidak biasa. Dirancang beda. Unik. Syukur-syukur mampu memancing kehebohan yang sulit dilupakan.

Mesin kreatif itu berdengung sejak reuni trah ke-21/2007 usai. Setting pentas dan materi acara sudah mulai nyata sejak tanggal 30 September 2008. Nampak dalam foto, dari atas searah jarum jam :

Bari Hendriatmo dari Jember bercanda dengan cucu keponakan, Nabillah. Ia telah datang ke Kajen beberapa hari sebelumnya, menata ruang, termasuk memilih tanaman adenium koleksi Iwin di rumah Kajen yang cocok untuk hiasan. Dengan sponsor cat dari Betty “AIG” Hermisnawaningsih ia melakukan ceting (beda dengan chatting) : bersama Mas Arifin, tetangga, ia melakukan pengecatan untuk dinding, pintu dan jendela.

Maor Haristanto, dari Solo, sedang memasang umbul-umbul dibantu Yuriko. Satu-satunya warga Trah Martowirono yang mampu menyentuh Piala Dunia Sepakbola dan Piala Thomas, Broto Happy W., memajang bio banners, sebuah biografi yang disajikan secara visual.

Tajuk berita pelbagai media massa yang memuat kehebohan aksi Republik Aeng Aeng (RAA) selama ini, ikut pula dipajang. Nampak presiden RAA, Mayor Haristanto, dibantu warga Kajen, Mas Parno, sedang merapikan pajangan biografi visual tersebut.

Yasika, murid SMP Negeri 3 Wonogiri, ikut pula sibuk. Putra kedua dari pasangan Moh. Taufik/Bastion “Iwin” Hersaptowiningsih itu nampak bertugas memasang kain umbul-umbul pada tiang bambu yang disediakan. Dalam acara perhelatan reuni, ia juga sebagai fotografer.

Bambang Haryanto, penanggung jawab Trah Martowirono Center, sedang membersihkan papan nama trah. Ditemani Venska (putri Bonny Hastutiyuniasih, supervisor Toserba Yogya) dari Tasikmalaya dan Yudistira dari Purwokerto, ia sedang mendata dan mengemas pelbagai produk merchandising Tabloid BOLA yang akan dijadikan sebagai hadiah untuk pemenang kuis keluarga. Tersedia lebih dari 50 hadiah yang siap dibagikan.

Acara reuni trah kini diramaikan dengan kehadiran pelbagai jenis memorabilia. Pelopornya adalah Basnendar HPS, kartunis, dosen ISI Surakarta, yang baru lulus Magister Desain dari ITB. Salah satu memorabilia itu adalah stiker yang bertajuk Pasar Lebaran Trah Martowirono (tengah).

Photobucket

Panggung prestasi. Acara reuni keluarga adalah acara biasa. Tetapi bagi warga Taler IV ingin selalu disajikan secara tidak biasa. Dalam gambar paling atas dan kiri tersaji bio banners dari Broto Happy W. yang telah mengunjungi 34 negara di dunia, disertai Mayor yang memajang ratusan kepala berita yang memuat aktivitasnya. Gambar tengah, Basnendar dan data prestasinya. Gambar ketiga, Venska asal Tasik, menikmati foto-foto prestasi pakdenya, Happy.

Foto baris kedua kiri : interior ruang reuni sedang dihias. Nampak Reza (asal Yogya) sedang disupervisi oleh Nano (batik), Yudha dan Nuning. Foto tengah : Mayor menata foto Eyang Martowirono. Foto kanan : Reza bekerja bersama oomnya, Broto Happy.

Foto baris ketiga kiri : gerbang besi sedang dipindahkan oleh Mayor, Reza, Yudha dan Bari. Di gerbang ini semua pengunjung akan didaftar dan ditimbang berat tubuhnya. Foto tengah, membersihkan karpet putih oleh Bapak Suparno, Taufik dan Happy. Foto kanan, Budi Haryono memanfaatkan momen reuni keluarga untuk minta doa restu kepada keluarga besarnya. Sebagai bekal untuk maju sebagai caleg PAN Wonogiri di Pileg 2009 mendatang.



tmw

Burung kembali ke sarang





Oasis kehidupan. Lebaran senantiasa identik dengan mudik. Pulang kampung. Kembali ke akar. Meneguk oasis kekerabatan dan kekeluargaan untuk memperoleh energi baru lagi dalam mengarungi kehidupan selanjutnya. Menempuh perjalanan ulang-alik yang berat, tetapi imbalan rohaninya seperti tak tergantikan.

Lebaran 2008 menjadi lebih istimewa bagi taler IV Trah Martowirono. Keluarga besar Kastanto Hendrowiharso dan Sukarni yang memiliki keprabon di Kajen, Giripurwo, Wonogiri, bersiap memperoleh tugas sebagai tuan rumah reuni keluarga Trah Martowirono yang ke-22. Hari yang telah ditetapkan adalah Minggu, 5 Oktober 2008.

Burung-burung itu mulai berdatangan. Untuk kembali ke sarang. Menata sarang. Konsolidasi secara informal untuk mempersiapkan acara reuni pun mulai digulirkan.

Photobucket

Keterangan foto. Dalam foto dari atas searah jarum jam : Pakde Bambang berfoto bersama Adis dan ayahnya, Broto Happy, di dekat pohon jeruk bali madu (citrus grandis) yang ia tanam dan berasal Pati ; wajah depan harian Kompas edisi Jumat 26 September 2008, merupakan edisi istimewa bagi Gladys Erika Septeria, murid klas IV SD Polisi Bogor dan Broto Happy Wondomisnowo yang redaktur Tabloid BOLA. Tanggal itu merupakan hari ulang tahun bagi keduanya.

Nampak dalam foto berikutnya, di rumah Pakde Nano/Bude Nuning di Kenteng, Ngadirojo (28/9/08), ulang tahun Adis dan Happy dirayakan dengan memanjatkan syukur kepada Allah SWT. Dalam foto bersama nampak Om Basnendar (kiri), Pakde Bari (Jember, kaos putih), Bude Nuning, Bulik Iwin, dan juga Bulik Ayu, ibunya Adis.. Di foto terakhir, Bapak Nano sedang bercanda dengan cucunya, Nabillah.

Mensyukuri rahmat Illahi. Acara keluarga berbuka bersama yang diselenggarakan keluarga Nano/Nuning itu telah menghangatkan seluruh hati keluarga, yaitu sesame anak-cucu Kastanto Hendrowiharso/Sukarni yang pulang kembali ke sarang, guna menemukan kehangatan, kedamaian dan rahmat Illahi di suasana Ramadhan dan Lebaran. (BH)


tmw

Friday, October 10, 2008

Ekonomi Kreatif dan Trah Martowirono





Banteng dan kerbau. Michael Jordan, maha bintang bola basket AS jelas tidak mengenal Kedunggudel. Tidak pula mengenal Trah Martowirono. Sekaligus juga tidak mengenal bahwa klub bola basket yang lama dibelanya, Chicago Bull, memiliki simbol yang masih bersaudara dengan nama desa Trah Martowirono berasal. Banteng dan kerbau.

Kesamaan simbol itulah yang memicu sebagian warga Trah Martowirono untuk meneladani sepak terjang Michahel Jordan. Utamanya oleh Taler IV Trah Martowirono, dari garis keturunan Kastanto Hendrowiharso/Sukarni. Bukan tentang gaya slam dunk atau air walk-nya yang sohor, tetapi tentang manifestasi ekonomi kreatif yang meliputi karier Jordan yang sukses.


Mengolah gagasan. Seperti diungkap dalam buku No Logo (2000) karya Naomi Klein yang dikutip John Howkins dalam bukunya The Creative Economy : How People Make Money From Ideas (2001, foto), penghasilan Michael Jordan yang diperoleh dari pabrik alat-alat olahraga Nike sepanjang tahun 1992 melebihi penghasilan 30.000 buruh produktif Indonesia.

Nilai ekonomi dirinya itu sebagian besar ia peroleh dari hak cipta dan merchandising, yang melebihi GNP negara Jordania. Hak cipta dan merchandising itu, kita semua tahu, bersumber dari gagasan. Lihatlah, dunia kini sedang bergemuruh dan bergerak ke kancah guna mengeksploitasi gagasan untuk meraih sukses ekonomi, meraih kemakmuran. Bagi pribadi atau pun bagi bangsa.

Dalam skala kecil, letupan ekonomi kreatif itu telah terjadi di lingkup Trah Martowirono juga. Dalam pertemuan trah ke-21 di Polokarto, oleh Basnendar H. yang baru saja lulus magister desain dari Seni Rupa ITB, menciptakan belasan desain pin kenangan (foto). Keuntungan bersih dari penjualan memorabilia itu dimasukkan ke dalam kas trah.

Lintang Rembulan, ikut juga berperan menghidup-hidupkan manifestasi ekonomi kreatif itu. Kalau selama ini dalam pertemuan hanya dilakukan ritus jimpitan, memasukkan uang sumbangan a la kadarnya di waskom yang tertutup kain, Lintang dan Bakoh berduet untuk ngamen secara open source : tas biolanya dipakai untuk menampung donasi para hadirin yang terpesona akan duet yang melantunkan Bengawan Solo itu.

Disusul sajian duet dengan sumbangan lagu abadi “Sepanjang Jalan Demangan.” Oleh Doktor Edia Rahayuningsih dan suaminya, Kristyo Sumarwono, yang juga meraup kepyuran donasi dari warga trah lainnya pula.

Photobucket

Atmosfir ekonomi kreatif yang fajarnya muncul di Polokarto 15 Oktober 2007 itu, segera jadi bahan diskusi warga Taler IV Trah Martowirono yang akan menjadi pelaksana pertemuan trah tahun 2008.

Apa yang akan terjadi dan tersaji ?
Simak dalam laporan-laporan berikutnya.

(Bambang Haryanto)


tmw

Saturday, October 04, 2008

Menulis Masa Depan Trah Martowirono


Photobucket

Dunia jungkir balik. Revolusi digital membuat setiap orang punya hak untuk bersuara. Punya pula hak untuk didengar. Warga Trah Martowirono sejak lima tahun lalu, 2003, telah merintis blog ini sebagai media untuk bersilaturahmi melalui media maya. Dunia yang mengecil, membuat antar warga akan selalu saling terkait satu sama lain.

Bukan rintisan yang mudah bagi warga trah kita. Tetapi semua warga sedang menuju kesana. Maka dalam pertemuan Trah Martowirono di Kajen, Wonogiri, 5 Oktober 2008, semangat itu akan dikobarkan kembali. Anda semua pantas menjadi pemain, untuk terayunnya langkah ke depan trah kita, yang kita uri-uri sejak puluhan tahun itu.

Mari kita tulis kembali sejarah trah kita.
Menengok masa lalu.
Menyadari masa kini.
Menabur impian dan harapan ke masa depan.

Tuesday, September 16, 2008

Famblogger, Menghimpun Tulang Terserak


Oleh : Bambang Haryanto



Marinir misterius itu menelepon malam-malam. Jam satu selewat puncak malam. Ia marinir dari kerajaan Belanda. Saya sama sekali belum mengenalnya. Apalagi pernah berjumpa.

Tetapi ketika ia mengenalkan dirinya sebagai Erwin Martowirono, segera saya tahu asal-muasal dari kejadian aneh dan luar biasa ini. Kejadian yang mengejutkan, menyenangkan, sekaligus yang berakhir dengan rada mengecewakan ini.

Beberapa bulan sebelumnya, saya memperoleh email dari New York. Dari Armand Martowirono. Emailnya berbahasa Belanda. Syukurlah, kamus kecil yang saya gunakan untuk mengikuti kuliah bahasa sumber, Bahasa Belanda di Rawamangun, di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, belum hilang.

Sebelumnya saya mengikuti kuliah bahasa sumber, Bahasa Perancis. Kelasnya almarhumah Ibu Nurul Oetomo. Di kelas ini saya sering merecoki Upik ketika tes/ulangan tiba. Upik itu nama komplitnya Siti Rabyah Parvati, yang punya darah Solo, sekaligus Sumatera Barat. Ia putri Perdana Menteri Sutan Syahrir. Ah, ini nostalgia peristiwa 1980-an. Dengan bantuan kamus kecil itu saya mencoba memahami email kejutan tersebut.

Armand menduga diri saya masih memiliki hubungan keluarga dengannya. Silsilah keluarganya ia ceritakan dari awal ketika neneknya meninggalkan Indonesia di tahun 20-30an untuk berpindah ke Suriname. Kalau mengingat-ingat cerita sejarah, pemerintah Belanda kala itu mendatangkan buruh dari Indonesia untuk dipekerjakan di negara jajahan lainnya di Amerika Selatan, yaitu Guyana Belanda yang ibukotanya Suriname.

Kakek buyut Armand itu bernama Martowirono. Kakek saya juga bernama Martowirono (foto). Ketika saya meluncurkan blog Trah Martowirono, rupanya dari sinilah asal-muasal yang membuat saya bisa dikontak mereka. Oleh Armad Martowirono dari New York atau pun Erwin Martowirono dari Den Haag, Belanda itu.

Sayang, akhir cerita interaksi anak manusia dari tiga benua itu bukan cerita yang berakhir bahagia. Kami ternyata tidak memiliki kaitan keluarga. Hanya nama moyang kami saja yang kebetulan memiliki nama yang sama.

Dalam teleponnya, Erwin sudah menyadari hal itu. Tetapi dari obrolannya, ia ingin perkenalan yang rada aneh itu tidak lalu terputus begitu saja. Ia pun dengan senang hati bercerita tentang keponakannya, Sharona Dewi Martowirono (“carilah di Google,” katanya). Mahasiswi perbankan ini telah memenangkan salah satu kontes kecantikan di Belanda.

Erwin juga menyinggung saudarayang lainnya, Michael Martowirono yang tinggal di Irlandia. “Martowirono yang menaklukkan dunia,” celetuk saya. Ia pun tertawa. Erwin berangan-angan, suatu saat ingin ke Indonesia dan ingin pula menemui saya. Terima kasih, Erwin.

Di buntut obrolan berbahasa Inggris itu (untung bukan memakai bahasa Belanda), mungkin untuk menegaskan walau dirinya tidak fasih berbahasa Indonesia atau pun Jawa, Erwin merasa masih bangga punya darah Jawa. Nyatanya, ketika menutup telepon Erwin sempat bilang kepada saya : “Selamat turu ya.”


Tulang berserakan. Malam itu saya tidur kembali dengan menyungging senyuman. Rupanya saya baru saja memperoleh berkah sebagai seorang famblogger atau family blogger, sebutan bagi seseorang yang meluncurkan blog untuk bercerita mengenai keluarga besar atau marganya.

Berkah sebelumnya, blog Trah Martowirono ini telah membuat koran Solopos 5 Juli 2007 tertarik untuk menulis mengenai seluk-beluk trah ini pula. Momen itu kemudian diabadikan untuk salah satu pin kenangan (foto) saat reuni tahun 2007 yang lalu di Polokarto, Sukoharjo.

Blog Trah Martowirono ini saya luncurkan sejak tahun 2003. Saat itu, di tengah suasana Lebaran, keluarga saya mendapatkan giliran sebagai tuan rumah Reuni Tahunan Trah Martowirono yang ke-17, di Wonogiri. Kebetulan saat itu ada warga trah yang tak bisa hadir karena sedang bertugas sebagai konsultan pertanian FAO-nya PBB di Kamboja. Ide pun muncul : dengan Internet, reuni dengan Mas Kristyo Sumarwono yang ada Pnom Penh Kamboja itu tetap bisa dimungkinkan.

Dengan mengusung komputer ke arena pertemuan yang tersambung TelkomNet Instan, akhirnya jarak antara Wonogiri-Pnom Penh itu tidak menjadi kendala lagi. Reuni kita pun juga berlangsung mengesankan di dunia maya. Bahkan ditutup dengan salam hasil impor langsung dari Kamboja saat itu. Salam dari bahasa Kamboja itu berbunyi : Cocet Krusa, Martowirono ! Hidup, Trah Martowirono !

Trah Anda, keluarga besar Anda, juga dapat hidup dan hadir di dunia maya. Apalagi ketika mobilitas antarwarga kini jadi mendunia, maka sangat mungkin terjadi sebuah keluarga besar memiliki anggota warga yang hidupnya saling terpisah. Tidak hanya berpisah kota, propinsi, bahkan terpisah oleh negara atau pun benua. Hanya Internet yang mampu merengkuhnya kembali. Dan blog merupakan salah satu sarana terbaik, juga termudah, untuk mempersatukannya.

Orang Jawa memiliki pepatah, ngumpulke balung pisah. Menghimpun kembali tulang-tulang yang berserakan, yang selama ini terpisah-pisah. Ikhtiar ini sering terjadi atau terwujud ketika kita mengadakan reuni. Untuk merekatkan kembali kekerabatan yang mungkin luntur digerus oleh perjalanan waktu. Baik itu reuni sekolah, perguruan tinggi, juga reuni keluarga. Reuni yang berlangsung di dunia fisik tersebut mungkin hanya berlangung setahun sekali, atau lima tahun sekali. Tetapi dengan blog, reuni itu bisa kita langsungkan setiap hari.

Akhirnya, ijinkanlah saya mengajak Anda semua : jadilah sebagai seorang famblogger hari ini. Cerita-cerita tentang keluarga besar Anda pantas untuk dibagikan kepada dunia. Untuk memperkaya khasanah dan sudut pandang kita sebagai sesama manusia.

Siapa tahu, di ujung malam Anda akan memperoleh telepon tak terduga. Baik oleh seorang marinir Belanda, atau siapa pun mereka, yang memiliki pemahaman yang sama sebagaimana Dodie Smith (1896-1990) memberi makna arti keluarga.

Dramawan dan novelis Inggris itu bilang, keluarga merupakan ikan gurita lembut di mana kita tidak bisa menghindarkan diri dari pelukan belalainya. Dengan blog, belalai itu mampu merengkuh dan mengeratkan keluarga Anda, di mana pun mereka tinggal di dunia.

Bahkan mereka yang yakin bukan memiliki hubungan darah pun, seperti marinir Belanda Erwin Martowirono, nampak juga ingin mengeratkan kekerabatan itu walau hanya berasal dari kesamaan nama leluhur kita semata pula. (Tulisan ini juga dimuat di blog AyoNgeblog).



Bambang Haryanto, blogger dari Wonogiri sejak tahun 2003. Salah satu blognya baru saja diundang untuk tercatat di Blogged.com, yaitu Esai Epistoholica. Tesisnya mengenai manfaat blog untuk pemberdayaan komunitas kaum epistoholik atau pencandu penulisan surat pembaca sebagai salah satu pilar penegakan kehidupan berdemokrasi telah memenangkan Mandom Resolution Award 2004.

tmw

Monday, September 15, 2008

Sunday with Hyundai di Ngadirojo-Wonogiri




Indonesian Idol. Delon dan Mike Mohede itu wira-wiri antara Ngadirojo dan Wonogiri. Dua warga Trah Martowirono, Nano Hendrodiharjo dan Bambang Haryanto ikut pula bersamanya. Menikmati kemewahan interior dan kenyaman berkendara dengan bus Hyundai Aerospace yang megah, yang membawanya ikut mencicipi sepotong kehidupan dunia selebritis yang gemerlap cahayanya berpendar-pendar di layar kaca televisi.

Jangan segera terbuai mimpi. Dua nama sohor penyanyi pria muda idola yang jebolan Indonesian Idol itu tidak tampil secara fisik di Wonogiri. Hanya gambarnya saja yang terpajang di dinding luar bus mewah, yang disebut sebagai Audition Bus Indonesian Idol itu.

Apakah Nano yang sering berkaraoke menyanyikan lagu-lagunya D’Lloyd atau Bambang yang tak bisa menyanyi tetapi sering bersenandung Close To You-nya Carpenters atau Everybody Hurts-nya R.E.M. itu sedang berpetualang, berambisi agar direkrut sebagai Indonesian Idol 2009 ? Ya – barangkali untuk menjadi Indonesian Idle. Idol ? Tentu saja tidak. Nikmati cerita dan foto-foto spektakuler berikut ini :

Photobucket

Sunday with Hyundai. Nano berpose disamping bus heboh itu. Ia bilang agak lupa membawa bolpoin atau spidol yang nantinya, rencananya dan mangsudnya, akan ia gunakan untuk memberi tanda tangan kepada para fans. Minimal fansnya itu adalah para karyawan PO Timbul Jaya, yang pasti-pasti sangat menghargai arti tanda tangan Pak Nano yang CEO perusahaan otobis yang berpangkalan di Ngadirojo itu.

Dalam foto yang diambil hari Minggu sore (14/9/08) itu ia sedang berpose dengan mengenakan seragam kebesaran eksekutif PT AJS/Adya Jaya Sakti, diler truk dan bus Hyundai.

Tetapi Pak Nano tidak hanya berpose. Ia pun melakukan test drive sendiri untuk bus Hyundai yang lebih kecil ukurannya. Catat info ini. Siapa tahu rekomendasinya dapat menjadi rujukan bila kelak warga Trah Martowirono memerlukan bis untuk operasional komunitas anak-cucu mBah Dung ini.

Tetapi yang paling penting, Nano selaku CEO PO Timbul Jaya di hari Minggu itu menjadi host penyelenggaraan pertemuan dan demo untuk memperkenalkan produk truk dan bis Hyundai bagi para pebisnis angkutan di Wonogiri. Lokasinya di komplek garasi PO Timbul Jaya, di Ngadirojo. Puluhan pebisnis jasa angkutan berhimpun di sana untuk memperoleh masukan dari para eksekutif PT AJS yang kantor pusatnya di Sleman, Yogyakarta.

“Saya baru datang sudah langsung ditanya sales eksekutif PT AJS : mau ambil truk atau bus ?,” demikian bunyi SMS saya, Bambang Haryanto (BH), untuk Bhakti “Nuning” Hendroyulianingsih, adik saya yang istri Pak Nano. Jawab yang tepat tentu saja : bas bus. Tidak akan beli apa-apa. Sales yang proaktif itu adalah Sudi Wibowo. Kejadian itu mengingatkan saya isi buku klasik pemasaran karya Joe Girard, How to Sell Yourself (1979). Joe Girard tercatat dalam The Guinness Book of World Records sebagai penjual mobil paling hebat di dunia.


Saya datang ke garasi PO Timbul Jaya untuk memeriksa lokasi yang kelak dijadikan sebagai tempat pelatihan blog untuk pelajar dan umum yang didukung Telkom Solo. Akhirnya saya ikut juga menikmati bus Hyundai itu. Nampak dalam foto saya didampingi Doddie OCP dari PT AJS.

Cerita yang terkuburkan. Bus megah itu memang kemudian membawa peserta gathering keliling kota Wonogiri. Bagi saya, bus ini tentu memendam banyak sekali cerita terkait namanya itu. Dalam pembicaraan tadi memang yang terfokus adalah mengenai hal-ihwal teknis otomotif sampai mengenai skema pembiayaan untuk pembelian produk Hyundai.

Dapat dimaklumi bila tak terselip sedikit cerita pun mengenai sejarah atau suka duka bis satu ini ketika dioperasikan selama penyelenggaraan Indonesian Idol di RCTI.

Di dinding bis memang tersaji alamat situs Indonesian Idol, yaitu http://www.indonesianidol.com/ , tetapi apakah ada cerita tentang sang bis itu sendiri ? Misalnya kesan-kesan mereka yang pernah naik bis ini ketika mengikuti audisi Indonesian Idol, yang sukses atau yang gagal ? Siapa, misalnya saja, musisi dan orang top Indonesia yang pernah menaiki bis ini ? Apa saja cerita dari para sopir, awak bis, bahkan sampai pemilik restoran atau hotel yang pernah disinggahi bis ini beserta para penumpangnya ?

Cerita-cerita yang terkuburkan itu, kalau mau, sebenarnya bisa kembali dibangkitkan. Atau diteruskan. Dalam bentuk sebuah blog, jurnal di Internet. Seperti halnya dalam bentuk cerita dalam blog yang Anda baca saat ini pula. Memang ini bukan cara hard selling yang mampu mendongkrak penjualan bis. Melainkan semata pendekatan yang sangat persuasif untuk menyapa hati para pemangku kepentingan yang lebih luas.

Hal ini mengingatkan saya ketika didaulat secara tidak resmi menjadi Duta Honda setelah memenangkan kontes Honda The Power of Dreams Award 2002. Peserta kontes saat itu, tanpa disuruh, karena merasa memiliki impian yang paralel sebagaimana Soichiro Honda memiliki impian, tanpa paksaan senantiasa berusaha menularkan nilai-nilai kekuatan impian Honda kepada siapa saja.


It’s a very very soft and personal selling approach. Tidak ada tuntutan atau bujukan untuk membeli bis ini. Ini hanya himpunan cerita dan cerita, seputar kenangan atau pengalaman menarik tiap-tiap pribadi yang pernah bersinggungan dengan bis ini dalam peran sebagai bis audisi Indonesian Idol. Anggap saja, bis ini sebagai memorabilia raksasa, yang kenangan terhadapnya banyak dimiliki oleh banyak orang.

Ketika cerita-cerita menarik itu begitu mudah untuk di-getok tular-kan di media dunia maya, akhirnya ia akan membentuk untaian sutra yang mempersatukan hati dan emosi mereka yang dalam salah satu faset hidup mereka pernah disentuh atau bersentuhan dengan bis istimewa satu ini. Mereka-mereka itu tidak lain merupakan para Duta Hyundai yang otomatis bekerja dengan landasan kecintaaan semata.

Angan-angan tentang sejarah masa lalu dan masa depan bis ini sejenak terhenti. Ketika itu bis menuju komplek wisata Sendang Waduk Gajah Mungkur, berhenti di Pondok Makan Lesehan Moro Seneng Tenan I. Sesaat kemudian waktu buka puasa telah tiba. Semua peserta berbarengan menikmati santapan ikan bakar manis asem khas dari warung yang dari terasnya dapat kita nikmati panorama air waduk Gajah Mungkur yang nampak membiru. Sepotong bulan juga hadir menghias langit di atasnya.

Photobucket

Audition Bus Indonesian Idol dari Hyundai malam itu meluncur kembali ke Yogya. Juga para duta AJS (foto) yang telah berbagi informasi dengan para pebisnis angkutan di Wonogiri. Kehadiran mereka merupakan bentuk apresiasi yang tinggi mengenai potensi bisnis jasa transportasi di Kota Gaplek ini.

Semoga kelak mereka dan bis indah itu akan segera kembali lagi ke Wonogiri. Mungkin akan memandu atau menjalani uji coba oleh pebisnis jasa angkutan dari Wonogiri yang ingin menambah armada bisnya dengan bis-bis Hyundai. Semoga. Sukses untuk PO Timbul Jaya. Sukses pula untuk PT Adya Jaya Sakti. Acara Sunday with Hyundai itu telah berlangsung menyenangkan. (BH).

tm

Monday, August 25, 2008

17 Agustusan dan Trah Martowirono di Tiga Kota

Oleh : Bambang Haryanto



Daster dan detik-detik proklamasi. Anda tahu persamaan antara keduanya ? Keduanya sama-sama ngetop di bulan Agustus. Bagi warga Trah Martowirono, daster merupakan asesoris yang mengantarkan sebagian warganya untuk meraih kemenangan.

Di Bogor, juga di Wonogiri.

Sebelum membahas mengenai daster-daster mukjijat, sekaligus pembawa berkah itu, untuk awalnya mari kita simak laporan mengenai suasana acara 17-an di Bogor. Dari Broto Happy W. Petikan laporannya :

“Suasana Agustus di Samiaji heboh. Selain ikut acara di RT, warga di Samiaji 4 juga membuat acara sendiri. Acara RT, saya biasa tetap jadi MC. Sebelumnya, kita membuat gapura unik. Yaitu dari rangkaian kok bekas.

Hitung punya hitung ada 2000 kok yang kita pake untuk menghias jalan Samiaji 4 itu. Sementara dua kok raksasa kita buat dari bambu dan bahan sandal. Ini mungkin akibat dampak positif demam bulutangkis rupanya!”

Photobucket

Badminton-mania. Anda ingin mencari rujukan mengenai jenis-jenis shuttlecock, raket, sepatu, kaus kaki sampai daster yang cocok untuk bermain badminton ? Jangan bertanya kepada Christian Hadinata. Khusus untuk urusan daster sebagai sarana sport, tanyalah kepada warga Samiaji 4 dalam foto ini. Kalau dalam foto ada raket tennis dan bola untuk sepakbola, itu isyarat bahwa tahun depan mungkin akan dibuat gapura bertema tennis atau sepakbola.

Photobucket

Bulu para nenek moyang. Peraih medali emas untuk bulutangkis ganda putra Olimpiade Beijing 2008, Markis Kido dan Hendra Setiawan, menurut kabar burung segera mengunjungi kawasan Samiaji 4 ini. Untuk berterima kasih, karena berkat doa yang diwujudkan dalam kekompakan warga Samiaji 4 membuat gapura 17-an dengan tema bulutangkis, mereka mampu meraih juara. Kabar burung lainnya, konon ribuan angsa juga akan berkunjung kesini. Untuk melihat bulu-bulu nenek moyang mereka yang terpajang dan dilestarikan di gapura unik ini.

Photobucket

Objek wisata. Gapura kok tersebut ternyata menjadi daerah tujuan wisata para penggemar olahraga jalan kaki di kota Bogor. "Tidak percuma kita begadangan merangkai shuttlecock yang ternyata membuat orang lain senang," kata Pak Dudung. Seperti nampak pada gambar warga Samiaji sangat bangga dengan gapura yang segera tercatat sebagai salah satu keajaiban dunia bertema bulutangkis. Kalau peresmian dari Guinness atau MURI tak datang-datang, maka warga bersikeras untuk mengakuinya sendiri.

Semua menang, semua gembira. Kegembiraan warga makin tertumpah pada tanggal 18 Agustus. “Kita gelar Festival Samiaji dari pagi sampe sore. Selain lomba-lomba anak-anak hingga orangtua, juga digelar acara makan siang bersama. Menunya, sumbangan ibu-ibu.

Ada lomba makan krupuk, mewarnai, main bulutangkis on the street, engklek (mirip permainan sondah mandah), dan mengeluarkan bola pingpong dari dalam galon dengan diisi air secara estafet. Anak-anak seneng banget, juga ibu-ibu. Saya cukup jadi yurinya, karena punya peluit. Setelah itu, foto bersama dan bagi-bagi hadiah. Semua dapat, dan tamu juga kebagian,” lapor lanjut Broto Happy.


Kampung kita, kampung dunia. Kita tinggalkan Bogor sebentar. Kemeriahan 17 Agustusan juga muncrat warna-warni di Wonogiri. Utamanya di kampung Kajen, Giripurwo, di mana warga Trah Martowirono mengambil peranserta.

Yuriko Novean Mahendra, putra M. Taufik dan Bastion, mengikuti lomba nyanyi anak negeri. Ketika tampil di panggung, di depan rumah Kajen, ibunya ikut menjadi penari latar dari balik pagar.

Sementara itu Tito Bhawarto, putra dari Pak Camat Giriwoyo, memimpin tim futsalnya Bundas Liga mampu meraih juara. Dalam foto Tito (kiri) bersama rekan setimnya Eko bangga mempertontonkan hadiahnya. Bahkan ia pun telah menuliskan pengalamannya. Silakan klik disini untuk ikut merasakannya sebagai juara.

Peristiwa 17an kelas kampung semacam ini tidak layak untuk dilupakan. Juga harus diwartakan. Tetapi karena sangat mustahil untuk bisa tampil di koran-koran, maka blog menjadi media ideal untuk itu. Sebagai warga Kajen dan perintis komunitas blogger Wonogiri, Bambang Haryanto telah melaporkan acara 17 Agustusan di Kajen itu kepada dunia.

Bahkan sembari berbangga mengaku sebagai seorang blogger kampung ia telah mencoba menyebarkan ajakan agar setiap blogger menterkenalkan kegiatan kampungnya dan bahkan kotanya kepada komunitas blogger Indonesia.


Hujan prestasi di Solo. Warga Trah Martowirono di Solo, mungkin yang paling sibuk. Dengan kegiatan-kegiatan 17 Agustusan yang monumental. Adalah Mayor Haristanto sebagai pengibar bendera Republik Aeng Aeng, seperti dilaporkan oleh putrinya, Lintang Rembulan sebagai berikut :

Photobucket

“Suasana patriotisme kemerdekaan tanggal 17 Agustus 2008 kemarin, memang tak sempat dirasakan keluarga Mayor secara bersama-sama. Pasalnya, setiap anggota keluarga punya kesibukan masing-masing. Bapak yang sudah pasti punya seabrek acara unik untuk Kota Solo. Sebut saja Pesta Bendera Anak-anak Merdeka di pelataran sawah Kadipiro (12/8, foto), Aksi Kolosal 1945 Anak Melukis Kapur di Aspal Jalan yang berhasil mencetak rekor MURI.

Acara puncak kehebohan berlangsung tanggal 24 Agustus 2008. Hampir sepuluh ribu warga Solo melakukan jalan kaki pagi dai pusat kota menuju Balekambang. Di taman rekreasi ini para peserta secara simbolis menyatakan kecintaan kepada bangsa dan negara Indonesia a la atlet : satu persatu mencium Sang Saka Merah Putih dengan takzimnya ! Tak ayal hanya dalam kurun waktu sebulan, Bapak sudah menambah 3 rekor MURI atas nama dirinya.

Sedangkan ibu, Nani Mayor, yang notabene Lurah Kadipiro, berusaha mati-matian untuk membagi waktunya demi menghadiri puluhan undangan tirakatan di kampung-kampung. Bahkan sehari setelah peringatan HUT RI, Ibu pun juga punya agenda unik dengan ibu-ibu PKK Kadipiro, yaitu nyadran di komplek makam pahlawan Bonoloyo. Wah, Ibu tak mau kalah juga...

Apa kabar dengan si sulung Ayu Permata Pekerti ? Tentu saja, dia begitu ulet dan rajin nginthil Bapak untuk turut serta menjadi event organizer dan fotografer acara-acara unik. Di samping dia juga sedang sibuk mencari kos-kosan ekonomis di Jogja. Mengingat mulai September nanti dia akan melanjutkan studi S2 nya di UGM. Doakan saja...

Lain cerita dengan si bungsu, saya sendiri, Lintang Rembulan. yang di sepanjang bulan Agustus mengalami penghitaman kulit, alias di-pepe latihan paskibra di sekolahnya. Walau saat upacara saya hanya menjadi pemimpin paling kanan, tapi bukan berarti tanggung jawabnya kecil. Karena saya diberi mandat untuk melatih tim delapan (pengibar inti) setiap harinya.

Kabar buruknya, walau setiap harinya bergulat dengan lari lapangan, push up, dan jalan ditempat, begitu menakjubkan ketika itu semua tak mensukseskan program dietnya.” (Catatan : harap siap-siap bergabung sama Om Happy sebagai kandidat tim pemanjat pinang berbobot, maksudnya dengan berat badan di atas 80 kilogram).


Panjat pinang, merajut kekompakan. Itulah laporan dari base camp The Mayors di Kadipiro, Solo. Terima kasih, Lintang untuk reportasenya. Sekarang kita kembali ke Samiaji, Bogor. Cerita Broto Happy lebih lanjut : “Yang menghebohkan, saya ikut lomba panjat pinang. Wuih, nekat saja. Dampaknya, sudah seminggu ini badan pegel-pegel belum juga hilang. Saya tampil bareng dengan bapak-bapak Samiaji 4. Kita tampil dengan daster. He.... mengundang lucu penonton.”

Photobucket

Kulepas dikau dasterku, pahlawan. Dalam film anak-anak ada sebutan pahlawan bertopeng. Di suasana 17 Agustusan, di Samiaji 4, muncul istilah pahlawan berdaster. Lima sekawan-nya Enid Blyton (kalau tak salah tulis) pasti keder menghadapi lima sekawan dari Samiaji ini.

Dari kiri, Broto Happy W., bersama putrinya Gladys, Rozy, Bagus Nugraha, Ruli Rusliawan dan Dudung Syamsudin. Mereka berlima berangkat ikut lomba panjat pinang setelah memaksa istri-istri mereka untuk menandatangani surat perjanjian bermeterai bahwa para istri itu tidak akan protes bila daster mereka kembali ke rumah dalam keadaan tidak utuh.

Career climbers. Pundak sampai kepala kita rela untuk diinjak-injak agar teman kita yang paling ringan, paling lemah, mampu meraih puncak. Mereka yang paling kuat harus mau menahan beban yang paling berat. Apakah filosofi serupa, yang luhur itu, juga berlaku di dunia nyata, di dunia karier, politik dan kekuasaan ?

Lomba panjat pinang di kompleks Samiaji, Indraprasta, Bogor, barangkali bisa menjadi pengingat akan pesan moral yang luhur itukepada kita semua. Utamanya kepada para pemimpin kita. Kesediaan berkorban demi menjaga kekompakan dalam kerjasama selalu membawa kemenangan.

“Ternyata ikut panjat pinang itu berat dan melelahkan. Padahal, kita bukan lifter atau binaragawan yang tiap hari angkat beban. Tetapi, karena semangat saja, saya ternyata bisa menerima beban sampai 170 kg yang menimpa pundak. Dalam foto ketika saya mendapat beban beban sekitar 82 kg dari Pak Bagus,” lapor Broto Happy lagi.

Keberhasilan itu karena selain kompak, juga berkat strategi yang tepat. Layaknya di sepakbola, Tim Samiaji 4 mengandalkan formasi 2-1-1. Artinya, dua orang (saya/berat 87 kg dan Pak Suksma/86 kg) sebagai fondasinya, lalu Pak Bagus (82 kg) di level kedua, dan terakhir Pak Dudung (85 kg) di level terakhir. Formasi itu didapat setelah sebelumnya Pak Ruli dan Pak Rozy sebagai pemain level tiga tidak berhasil mencapai puncak pohon pinang.

Photobucket

Toss kemenangan. "Ternyata berat juga ikut panjat pinang. Saya baru pertama kali ini ikut lomba," ujar Pak Haji Suksma, pengusaha travel dan peralatan ibadah haji ini yang juga diiyakan peserta yang lain.Dalam foto ia berada paling kiri, disusul Ruli, Broto Happy, Dudung, Rozy, dan Bagus. Mereka merayakan kekompakan yang mampu mengantar tim meraih kemenangan.

Melihat lomba panjat pinang sepertinya mengasyikkan. Ternyata setelah menjalani sendiri, ternyata sangat sulit dan berat. Pertama, karena licin. Dan kedua, perlu mengerahkan segenap kekuatan untuk menjadi kuli panggul layaknya di Pasar Legi Solo atau manol di Pasar Wonogiri.

Yang tak kalah penting: kerja sama dan membuat strategi yang tepat. Siapa di bawah, tengah, dan siapa di level atas. Dengan strategi dan perhitungan yang tepat itulah tim Samiaji 4 berhasil mengondol seluruh hadiah.

Photobucket

Hujan hadiah. “Hebatnya, kita menang,” tegas Broto Happy, akhirnya. Hadiahnya kita sikat semua, karena tim kita menjadi satu-satunya tim yang berhasil memanjat sampai atas. Makanya, hadiahnya, mulai dari peralatan elektronik hingga kaus, sandal, sepatu, bola voli, dll, bersih-sih!

Dalam foto Broto Happy W. nampak eforia sambil membopong hadiah pesawat televisi plasma layar datar 300 inch yang bisa dilipat-lipat sebesar kotak magic jar (“apa ada merek televisi Miyoko sih ?”), sementara Pak Suksma dan Pak Bagus bersama penonton menyambut gembira datangnya hujan hadiah dari puncak pohon pinang yang sukses diokupasi anggota tim Samiaji 4.

Perjuangan yang mengesankan. Cuma, seminggu setelah lomba, badan, terutama pinggang, dan otot pundak, pegel-pegel semua. Otot betis pun terasa njarem. "Wah, sampai sekarang saya masih pegel-pegel," sebut Pak Bagus, karyawan perusahaan biskuit PT Arnott itu. "Ongkos pijatnya lebih mahal dibanding hadiahnya. Tetapi kita senang saja mengikuti lomba panjat pinang," komentar saya.

Mungkin, saat pertemuan Trah Martowirono nanti, seru juga digelar lomba panjat pinang. Syaratnya, pesertanya minimal memiliki berat badan 80 kg. Siapa yang ikut ya? Mungkin Mas Wiranto, Mas Untung, Mas Agus (mbak Endah), Mas Pri, saya, dan siapa lagi ya? Om Bas bisa juga. Dia kan belakangan termasuk kartunis berbobot. Maksudnya kini bobotnya lebih dari 80 kg! Oh ya, Iwin boleh ikut?

Catatan Bambang Haryanto : dalam pertemuan Trah 2003 di Kajen, telah diadakan ritus untuk mendata bobot-bobot dan bobot warga trah. Setiap peserta harus masuk jembatan timbang dulu :-). Tercatat antara lain yang memiliki bobot melebihi 80 kilogram adalah : Bude Suharni Sukiyo (85) dan Baroto nDandung (81).

Kabar menggembirakan dari Broto Happy W. tentang 17 Agustusan itu kemudian ditutup dengan kabar lain. “Kamis besok (28/8/2008), kalo jadi saya mau ke Malaysia. Saya diajak jalan-jalan pemilik Musica Studio yang sangat senang bulutangkis. Ini perjalanan saya kedua setelah sebelumnya tahun lalu.

Di Kuala Lumpur ada kejuaraan veteran bulu tangkis, jadi jalan-jalan sambil berolahraga. Saya sendiri tidak ngirim tulisan, karena ngambil cuti. Apalagi, sejak Maret lalu, saya dipindahkan ke desk ke Sepakbola Nasional. Meski begitu, kenalan saya tetap paling banyak dari bulu tangkis !”

Terima kasih, Happy. Kabar lanjutnya, juga dari Warga Trah Martowirono lainnya, sangat ditunggu. Sukses selalu untuk semuanya.

(Bambang Haryanto)


kkk

Thursday, July 17, 2008

Warga Trah dan Revolusi Dunia Maya di Solo


Sabtu, 12 Juli 2008, Jam 18.00 – 24.00. Kawasan Srawung Warga/City Walk, Solo. Visi menjadikan Solo sebagai cyber city tahun 2010 telah dimulai letupan revolusinya di kawasan pedestrian, City Walk Solo, 12 Juli 2008. Malam itu telah dilakukan uji coba akses Internet tanpa kabel yang difasilitasi oleh Speedy Solo, bekerjasama dengan Solo IT Expo 2008, Apkomindo Surakarta, Pemkot Solo, harian Solopos, dan diorganisasikan oleh Republik Aeng Aeng.

Sekitar 50 peserta telah hadir. Ada yang lesehan, menumpang pada becak yang parkir, atau duduk di sekitar kedai hik yang disediakan panitia. Hik dan hotspot, menjadi tema gathering informal itu, paduan antara mengganyang jadah bakar, menyeruput wedang jahe, sambil mengembara di dunia maya. “Syukurlah, acara berlangsung lancar,” kata Dwi Haryanto dari Telkom Solo.

Kelancaran acara malam itu menjadi modal untuk perhelatan yang sebenarnya, nanti pada tanggal 30 Juli 2008. Yaitu acara bertajuk Aksi Cetak Rekor MURI Gaya Solo : Browsing Internet @ City Walk. Berhadiah 2 laptop dan ratusan hadiah lainnya. Pada tanggal yang sama oleh Republik Aeng Aeng akan diluncurkan proklamasi penetapan tanggal 30 Juli sebagai Solo Cyberholic Day. Liputan fotonya sebagai berikut :

Photobucket

Mimpi dan virus. Mayor Haristanto sedang menceritakan mimpinya untuk menyebarkan virus manfaat Internet sebagai tulang punggung kemajuan Solo di masa depan. Ia sedang diwawancarai reporter TATV Solo.

Photobucket

Mencari rumah dari peta satelit. Wakil Walikota Solo, FX Hadi Rudiyatmo, menyempatkan hadir di tengah para netter Solo. Nampak Dwi Haryanto (kiri) sedang menjelajahi situs Google Earth guna menemukan lokasi rumah Pak Rudy di daerah Pucangsawit. Berjas putih adalah Handoko, Ketua Apkomindo Surakarta. Penjelajahan situs Google Earth itu atas permintaan seorang blogger, pengelola situs Republik Aeng Aeng dan Mimpi Solo Cyber City, Bambang Haryanto (kaos merah).

Photobucket

Hik dan hotspot. Bambang Haryanto dan keponakannya, Lintang Rembulan (Ketua OSIS SMA St Yosef) asyik di depan laptop masing-masing. Sempat muncul guyon, bahwa mereka saat itu saling berdekatan dan meminum wedang jahe dari kedai hik yang sama, tetapi urusan di dunia maya tidaklah sama antara mereka berdua. Sejarawan dan pustakawan dari Library of Congress Daniel Boorstin pernah bilang, teknologi senantiasa mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Anda setuju ?

Photobucket

Becak dunia maya. Mimpi mustahil : bisakah suatu saat kelak becak Solo dilengkapi dengan laptop untuk digunakan penumpangnya ? Dua orang sopir becak sedang memperoleh kursus kilat tentang internet dari netter Solo yang guru SD Al Azhar Syifa Budi.

Photobucket

Generasi balita melek teknologi informasi. Pemandangan yang menyiratkan optimisme, sebagaimana nabi media digital Nicholas Negroponte dari MIT menuliskannya secara bernas dan indah dalam bukunya Being Digital yang terkenal itu. Ia percaya bahwa masa depan era digital itu akan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia dan tulang punggungnya adalah anak-anak muda. Nampak si upik nampak nyaman dalam dekapan sang ibu di depan laptopnya. Si upik itulah di masa depan merupakan pemegang amanah bahwa era digital akan membawa kemaslahatan bersama.

Photobucket

Liputan media. Lembaran Suara Solo dari harian Suara Merdeka (14/7/2008) telah menempatkan acara uji coba 12/7/08 tersebut pada halaman pertama. Liputan ini berperan penting untuk membangkitkan kesadaran dan memberikan edukasi secara meluas kepada masyarakat Solo mengenai manfaat Internet bagi kehidupan mereka.

Sampai jumpa, tanggal 30 Juli 2008 mendatang !


Liputan oleh : Bambang Haryanto dibantu Mayor Haristanto, Ayu Permata Pekerti, Lintang Rembulan dan Nani Mayor.


raa
Trah Martowirono dan Sepakbola Indonesia



Sabtu, 12 Juli 2008, Jam 09.30-11.00, Perempatan Gladag Solo. Menyikapi kondisi persepakbolaan Indonesia yang dilanda krisis dan karut marut pengelolaannya, pencinta sepakbola dari Solo melakukan demo topo mbisu di perempatan Gladag Solo. Demo damai tersebut mengambil momentum peringatan sewindu ikrar suporter sepakbola Indonesia yang pada tanggal 12 Juli 2000 di kantor Tabloid BOLA, Jakarta, menyepakati tanggal 12 Juli sebagai hari Suporter Nasional. Mereka menyatakan sikap untuk tidak menonton pertandingan-pertandingan sepakbola Indonesia.

Photobucket

Fihak yang terlibat antara lain Mayor Haristanto yang pentolan suporter Indonesia, Bambang Haryanto sebagai pencetus Haris Suporter Nasional 12 Juli 2000 yang tercatat di MURI, Is Ariyanto, Agus dan personil komunitas OI Bento House lainnya, juga Ari, relawan dari Nayu.

Photobucket

Photobucket

Poster yang diusung mengkritisi perilaku suporter sepakbola Indonesia yang kronis dilanda penyakit cadok (myopia), yang menomorsatukan fanatisme kedaerahan yang sempit sekaligus tidak kritis terhadap pengelolaan sepakbola nasional dibawah cengkeraman tokoh yang dipenjara karena kasus korupsi.

Akibatnya, suporter Indonesia akhirnya ibarat bernasib seperti perilaku kerbau dicocok hidung, sebagai useful idiot, kumpulan massa yang tidak memiliki nalar kritis dan independen. Mereka hanya menjadi tukang dukung tokoh-tokoh sepakbola lokal yang pada kondisi tertentu “menyuapi” pentolan-pentolan suporter tersebut terkait aktivitas pengerahan massa yang digiring demi kepentingan-kepentingan di luar sepakbola.

Bahasan lebih lanjut di : Suporter Indonesia

Thursday, July 10, 2008

Peringatan Seribu Hari Wafatnya Ibu Maria Sri Prihati

Photobucket

Reportase dan renungan akan ditulis Lintang Rembulan
Musibah Menimpa Muhammad Taufik

Photobucket

Lengkapnya : Kompas, Rabu, 9 Juli 2008

Thursday, July 03, 2008

Bhawarto, Basriyatun dan Reuni 2 Marinir



Hari bersyukur. “Rikolo Bapak dan Ibu Bangin Martosuwiryo surut, taksih ninggalaken kokoh,” demikian tutur Bapak H. Mualim malam itu (2/7/2008).

Kokoh tersebut kiranya merupakan sebutan untuk santapan nasi yang sudah terlanjur bercampur dengan sayur dan lauk, tetapi begitu saja ditinggalkan belum habis tuntas dimakan oleh si penyantapnya.

Bapak H. Mualim, ulama Wonogiri terkemuka yang sering berkhotbah di masjid agung At-Taqwa Wonogiri dengan topik yang fokus dan menarik, malam itu tidak sedang berbicara tentang makanan. Beliau yang mewakili fihak tuan rumah, yaitu Drs. Bhawarto, MM, sedang berpidato dan mengilas balik sejarah keluarga almarhum/almarhumah Bangin Martosuwiryo (foto) yang malam itu sedang diselimuti kebahagiaan.

Malam itu adalah malam syukuran ijab qobul pernikahan putri beliau, Basriyatun yang dipersunting oleh Haryono Sukiyo, putra Bapak/Ibu Karyosemito dari Duren, Jatiroto, Wonogiri. Seperti kita ketahui Bapak/Ibu Bangin Martosuwiryo memiliki 4 putra/putri, yaitu Bawarti, Bhawarto dan dua putri kembar, Basriyati dan Basriyatun.

“Walau pun kembar, nasib tidak selalu sama,” tutur lanjut H. Mualim yang masih kerabat dekat keluarga. Katanya, Basriyati telah lebih dahulu menikah dan memiliki putra seumuran TK. Kini, alhamdullilah, saudari kembarnya baru bisa menyusul. Artinya, kokoh yang tertinggal sekarang telah dituntaskan malam tersebut.

Hari bahagia dan penuh syukur dari keluarga ini tidak hanya menebarkan kebahagiaan kepada kedua pengantin (“Lik Tun banyak menebar senyum malam itu, termasuk ketika sang calon suami rada grogi dan terlupa teksnya komplitnya ketika mengucapkan ijab…”), tetapi kepada warga Kajen (kepala lingkungan/kaling, Bapak Suroto, menjadi pranoto coro), termasuk sumarambah juga kepada warga Trah Martowirono. Liputan foto dan ceritanya, silakan Anda nikmati :

Silaturahmi Jatiroto-Kajen. Upacara pasrah ijab qobul sedang berlangsung. Dalam foto pertama nampak Bapak Sutarman (kanan) selaku wakil keluarga Bapak/Ibu Karyosemito dari Duren, Jatiroto, dan didampingi mempelai, Haryono Sukiyo, mengulurkan tali silaturahmi guna mendekatkan persaudaraan dalam ikatan pernikahan antara dua keluarga, sekaligus dua kawasan, antara Jatiroto dan Kajen pula.

Dalam foto kedua nampak wakil rombongan Duren itu disambut oleh Bapak H. Mualim selaku wakil keluarga yang didampingi oleh Bapak Broto Prastyono (kiri) dan Bapak Bajuri. Intinya, selain mengucapkan selamat datang, juga menyambut dengan syukur atas berlangsungnya penyatuan keluarga dalam ikatan pernikahan putra-putri mereka.

Upacara ijab qobul. Dengan dipimpin oleh petugas dari KUA Kecamatan Wonogiri, Bapak Hariyadi S.Ag, M.Si (membelakangi lensa), upacara ijab qobul antara Haryono Sukiyo dan Basriyatun, berlangsung mengesankan.

Sebagai wali adalah Drs. Bhawarto, MM. Sebagai saksi adalah M. Nur Hidayat dan Tamiyo.

Yang berbahagia. Malam itu merupakan malam yang berbahagia bagi keluarga besar Bangin Martosuwiryo. Utamanya bagi kedua mempelai yang diapit oleh sang kakak, Drs. Bhawarto MM dan Ibu Titien N. Bhawarto.

Karena malam itu sebagai anak lelaki tertua Drs. Bhawarto, MM telah menuntaskan tinggalan kokoh dari kedua orang tercinta.


Duet cantik Selogiri. Rona kebahagiaan keluarga dan hadirin malam itu terasa semakin warna-warni dengan hadirnya hiburan menawan yang disajikan oleh kelompok musik Pesona Electone Music Concert dari Blallit Rt 01/05 Keloran Selogiri. No HP yang bisa dikontak : 081329076196 dan 085229587190.

Mereka malam itu menghadirkan penyanyi serba bisa Gunarsi (kiri) dan Umi Nurfiana. Memenuhi permintaan lagu dari rombongan Duren Jatiroto, keduanya nampak kompak dan serasi menyanyikan lagu “Tombo Ati” yang terkenal itu.


Tebar pesona. Acara hiburan malam itu sukses karena dikendalikan secara luwes dan menawan oleh penyanyi sekaligus emcee, Agus Purnomo dari Giriwoyo (087839288037).

“Ia anak buahnya Pak Bhawarto yang camat Giriwoyo. Tetapi Mas Agus punya kelompok musik Pesona yang berasal dari Selogiri, dan konon sebagian warganya adalah para mahasiswa yang berkuliah di Yogyakarta,” tutur Ibu Bawarti kepada Bambang Haryanto, reporter blog Trah Martowirono.


Reuni dua marinir. Di perjamuan malam itu saya duduk di belakang dari Ibu Sri Utami Sriawan dan putranya, Imanuel Dwiatmojo. Di kluster yang sama nampak Ibu Endang Wiranto berdampingan Ibu Harti Priyono.

Hadir juga Santoso Priyoutomo (“kebetulan cuti di bulan Juni-Juli ini, dan Sabtu depan sudah harus kembali ke medan tugas di Kalimantan”), bersama istri, dan putranya yang bikin pangling, nampak makin besar dan tampan, Banu yang konon suka mendalang itu. Di kluster yang lain hadir Ibu Bastion “Iwin” Taufik dan Ibu Betty.

Reuni setelah tak bertemu puluhan tahun. Pertemuan keluarga sering dan senantiasa memberi kejutan yang membahagiakan. Nampak dalam foto dari kanan ke kiri ke Bapak Wiyono dari Surabaya, Bapak Wiranto dari Selogiri, dan Bapak Drs. Tri Wahyuhadi Kustoyo bersama ibu, dari Solo.

Bapak Tri yang manajer Jasindo Takaful Cabang Solo adalah kakak ipar Bapak Bhawarto. Muncul cerita menarik dari mereka.

Saat itu, antara lain, Ibu Tri Wahyuhadi Kustoyo sempat menduga saya sebagai “wartawan CNN yang pernah beliau temui saat berlangsungnya Solo Batik Carnival di Solo.” Tentu saja, sambil senyum, saya tidak mengiakan dugaan itu. Lha wong saya hanya reporter untuk blog Trah Martowirono ini, walau memang media ini bisa bercakupan global seperti halnya CNN.

Saya duduknya saat itu di sebelah kiri dari Bapak Wiyono, kerabat dekat dari keluarga Ibu Bangin Martosuwiryo, asal Kalijaten, Taman, Sidoarjo. Ketika saya usai memotret upacara ijab dan kembali ke tempat semula, sudah nampak bergabung Bapak Wiranto di deretan kursi kluster saya. Merasa sok tahu, saya lalu memberitahukan kepada Bapak Wiyono bahwa Bapak Wiranto itu juga pernah bertugas di Surabaya.

Cerita yang muncul dari Bapak Wiyono membuat saya rada kaget. Ternyata kedua bapak berinisial “double-double yu” itu, yaitu Bapak Wiranto dan Wiyono, sudah saling mengenal. Ternyata keduanya sama-sama marinir dan sama-sama pula bertugas di Surabaya.

“Kapan tahun terakhir bertemu ?,” selidik saya. Keduanya tak bisa mengatakan pastinya. Tentu saja ketika kedua beliau itu ketika masih aktif di militer. Mungkin pertemuan itu sudah 20-30 tahun yang lalu. Kini keduanya sudah bisa saling pamer jumlah cucu. Syukurlah, gara-gara Lik Tun menjadi pengantin, kedua pensiunan marinir itu bisa bertemu kembali di Kajen.

Begitulah, kebahagiaan malam ijab qobul mempelai Om Haryono Sukiyo dan Lik Tun, juga khitanan putra kedua Bapak Bhawarto, Bowi Dewananda, serta perhelatan dari keluarga besar Bangin Martosuwiryo itu rupanya telah menyebar ke segenap hati dan kalbu malam itu.

Kita semua, termasuk keluarga besar Trah Martowirono pantas bersyukur karenanya.


tmw