Saturday, October 10, 2009

Gunungan Keraton Banguntapan di Hari Pangan Sedunia 2009




Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com


Tugas mulia. Mobil merah bak terbuka itu penuh sayuran dan buah. Bagi yang tidak mengetahui, mobil yang pada sisi kiri dan kanan bertuliskan Rico Promo itu mudah diduga sebagai mobil milik tukang sayur yang berkeliling menemui pelanggan.

Apakah makan buah-buahan dan sayuran kini sedang gencar dipromosikan ?

Bisa juga begitu. Tetapi ketika mobil itu memasuki lot candi Siwa di komplek candi Prambanan, menjelang senja jatuh 10/10/2009, dugaan bisa makin rumit. Apakah buah dan sayuran itu akan digunakan sebagai sesaji bagi Betara Siwa agar dirinya tidak mengamuk, merusak dan menghancurkan isi dunia, seperti karakter yang tertakdir bagi dirinya ?

Dugaan satu ini keliru. Buah dan sayuran yang dibeli oleh Pak Klono bersama anak buahnya dari Kulon Progo itu digunakan untuk tujuan mulia. Salah satunya adalah untuk mencatatkan prestasi bagi Cipta Gatra, korporasi yang berkiprah sebagai mitra penyelenggaraan pameran, kegiatan promosi dan pemasaran. Kiprah ini dirintis sejak 1998 di Yogyakarta oleh Bapak Untung Suripno dan operasinya di lapangan kini di bawah komando Frederico Ario Damar, sang putra.

Ikon HPS 2009. Buah dan sayuran itu akan digunakan sebagai bahan membuat maskot upacara tingkat nasional dari Hari Pangan Sedunia 2009 yang dipusatkan di Yogyakarta. Maskot itu berupa gunungan buah, replika dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan gunungan kakung yang secara rutin tiap tahun diarak oleh Kraton Yogyakarta pada upacara Garebeg Syawal.

Gunungan buah itu nantinya akan tercatat di Museum Rekor Indonesia/MURI. Sehingga secara guyon dapat dikatakan bahwa di Yogya kini telah muncul “keraton baru” :-), yang ikut membawa-bawa nama Trah Martowirono, karena juga mampu mengeluarkan gunungan. Keraton satu ini, katakanlah sebagai keraton kreativitas, lokasinya di Banguntapan, Bantul.

gunungan buah,hari pangan sedunia 2009,cipta gatra,rico promo,badan ketahanan pangan diy,frederico ario damar,untung suripno,bambang haryanto,trah martowirono

Ketika saya pertama kali mengunjungi lokasi “keraton baru” itu, 8/10/2009, nampak kerangka gunungan itu (foto) sedang dibangun. Di halaman bengkel kerja Cipta Gatra di Bantul. Mengamati sekitar, memang tidak nampak puluhan sentono yang bersurjan atau sedang membakar dupa, tetapi mereka semua mengerjakan gunungan itu dengan sepenuh hati.

Gambar rancang bangun gunungan itu hasil olahan Sutik, lulusan Geologi UGM dan kawan akrab Rico, yang main klak-klik di atas tombol komputer di ruang kerja, akhirnya mampu mewadahi pesan-pesan yang visioner, yang menjangkau akhir perjalanan hidup setiap umat manusia. Ujudnya pun cukup indah dan spektakuler.

Makna gunungan itu bila dikaitkan dengan ajaran Islam dan falsafah Jawa, dapat diwedar bahwa puncak gunung adalah melambangkan keesaan Tuhan Yang Maha Esa. Gunung juga melambangkan ajaran manunggaling kawula gusti, bersatunya antara manusia dengan Tuhannya, juga sebagai gambaran perjalanan manusia menghadap Sang Khalik guna menuju kesempurnaan hidup di alam keabadian, alam kelanggengan.

Cipta Gatra yang dalam membangun maskot itu sebagai mitra kerja Badan Ketahanan Pangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyajikan data bangunan sebagai berikut : tinggi gunungan 4,5 meter, diameter landasan bawah 2,5 meter dan tinggi vustek 60 cm. Materi gunungan meliputi jagung, kobis, pisang, nanas, jambu, buah naga, wortel dan bahan lainnya.

Sinergi dan harmoni. Gunungan buah tersebut akan bersanding dengan gunungan kakung dari Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat yang bahan dan ukurannya sesuai dengan pakem yang ada dan dibuat oleh abdi dalem kraton.

Duo gunungan itu boleh jadi nantinya menggambarkan suatu sinergi yang harmoni antara keluhuran nilai-nilai masa lalu yang dapat diterapkan untuk menjawab tantangan umat manusia masa kini dan masa depan. Termasuk tantangan berat dunia ini, yaitu ketersediaan pangan bagi milyaran manusia penghuninya.

Tidak meleset bila pesan penting dari peringatan Hari Pangan Sedunia XXIX-2009 ini bertujuan menumbuhkan kesadaran seluruh lapisan masyarakat terhadap potensi sumber daya alam serta tantangannya untuk mewujudkan ketahanan pangan, serta meningkatkan kesadaran masyarakat dan dunia usaha dalam menyikapi masalah ketahanan pangan baik tingkat nasional, global maupun regional serta memperkokoh solidaritas antarbangsa dalam usaha memberantas kekurangan pangan dan gizi yang masih dialami oleh sebagian penduduk dunia terutama di negara berkembang.

Gambar dan pesan-pesan besar itu hari-hari ini ikut juga dikampanyekan oleh Cipta Gatra. Di tengah kemeriahan peringatan hari penting itu, juga ditengah hiruk-pikuk pameran International Food Expo 2009 yang berlangsung, sebuah karya dari salah satu warga Trah Martowirono nampak menjulang cantik di tengahnya.

Memang, mungkin nanti tak banyak orang akan mencatatnya. Tetapi ribuan bunyi tombol komputer di bengkel Cipta Gatra atau di ruang kerja Bapak Untung dan Rico di rumah Modalan, juga hentakan palu mengunjam paku di Prambanan, sampai percikan indah air mancur mini yang asri di base kedua gunungan itu berdiri, menandakan sebuah monumen tekad untuk memberi manfaat bagi orang lain telah kokoh berdiri di persada bakti.

Setiap hati warga trah mencatatnya. Dunia pasti juga segera ngikut, senantiasa mengabadikannya. Di masa depan, percayalah, berkahnya pun mampu menebar : ke mana-mana, di mana-mana !


Banguntapan, 8-10/10/2009

trahmar

No comments: