Thursday, October 15, 2009

Saat “Keraton” Banguntapan Meraih MURI




Oleh : Bambang Haryanto


Prestasi Cipta Gatra. Kedua gunungan itu hanya tinggal bekasnya. Siang hari, Rabu, 15 Oktober 2009. Gunungan kakung dari Keraton Nyogyakarta Hadiningrat, tak ada sisanya sama sekali.

Kerangkanya pun, yang terbuat dari besi, sudah kembali ke keraton. Ikut lenyap pula rangkaian telur bebek rebus asin, disebut dengul, yang dirangkai Pak Fani bertiga dari Keraton yang saya ajak ngobrol Minggu malam, 11/10/2009, menjelang esok saat pembukaan.

bambang haryanto,jana,petr,gunungan buah,cipta gatra

Ikut pula ludas rangkaian kacang panjang, yang mirip rambut penyanyi reggae asal Jamaika Bob Marley atau mBah Surip itu. Rangkaian hijau-hijau dengan ujung cabai besar merah ini sempat ditanyakan oleh Jana, turis bule asal Ceko. Dalam foto Jana paling kiri, Bapak Klono Sewandono yang “juru kunci” kedua gunungan itu, Bambang Haryanto dan Petr di depan kedua gunungan bersejarah itu.

Jana dan Petr tak hentinya menabur senyum saat menjadi “bintang dadakan” karena laris diajak berpotret bersama oleh para pengunjung pada hari puncak peringatan Hari Pangan Sedunia XXIX-2009, 12 Oktober 2009.

paduan suara mahasiswa ugm,clara bunga persada,gunungan buah,cipta gatra,bambang haryanto,prambanan 12/10/2009

Gunungan sebagai ikon HPS nampak juga dimanfaatkan oleh anggota paduan suara Universitas Gajahmada sebagai latar belakang untuk mengabadikan keikutsertaan mereka dalam acara puncak tersebut. Dalam pesannya di Facebook, Clara Bunga Persada yang mahasiswi Teknik Industri UGM, menyatakan “mengenal sosok mereka yang terekam dalam foto tersebut dan Bunga berjanji akan mentags mereka.”

Gambar gunungan utuh di atas, kini tak ada lagi. Kerangka gunungan buah dan sayur hasil kreasi “keraton” Banguntapan, masih utuh.Karena untuk mencuri atau membawanya orang harus membawa mobil truk. Pada dindingnya masih tersisa beberapa buah terong ungu. Bersama sayuran dari gunungan kakung, maka beragam jenis buah dan sayuran lainnya dari gunungan jumbo itu telah menjadi berkah bagi warga sekitar yang memperebutkannya.

Secara fisik, memang kedua gunungan itu memang sudah tidak ada lagi. Tetapi kedua maskot Hari Pangan Sedunia XXIX-2009 itu tetap abadi sebagai kenangan banyak orang. Termasuk kenangan saat digoreskannya prestasi bagi Bapak Untung Suripno, Frederico Ario Damar dan Cipta Gatra Exhibition Partner. Karya gunungan buahnya itu kini tercatat di Museum Rekor Indonesia (MURI) yang bergengsi tersebut.

Sukses berbuntut sukses. “Piagam ini mahal sekali, Om,” demikian cetus Frederico Aria Damar. Ia berkata saat piagam itu saya pegang dan Rico hendak memotretnya. Beberapa saat sebelumnya, di ruang resepsi dari hall International Food Expo 2009, dalam acara penutupan, Piagam MURI itu diterima oleh Bapak Untung Suripno.

cipta gatra,hari pangan sedunia,gunungan buah dan sayur,untung suripno,trah martowirono,prambanan 15/10/2009

Nampak dalam foto, Ibu Wida dari MURI sedang membacakan keputusan dan Bapak Untung berada di tengah penerima lainnya.

Saya setuju ucapan Rico itu. Ia yang berhari-hari telah bekerja keras bersama krunya di lapangan. Piagam MURI dengan nomor 3928/R.MURI/X?2009 itu memang mahal. Langkah pertama kiranya memang selalu menuntut pengorbanan ekstra. Apakah hal ini akan mengerutkan nyali atau menyurutkan langkah Cipta Gatra dalam upaya meraih MURI berikutnya ?

Lihatlah, dalam obrolan sesusai acara, nampak Untung Suripno dan Mayor Haristanto, riuh berbagi gagasan. Keduanya melakukan brainstorming untuk menemukan ide-de baru guna meraih prestasi MURI berikutnya. “Bulan November 2009, Cipta Gatra akan membuat sesuatu kehebohan lagi,” tulis Bapak Untung di sms kepada saya.

Hari-hari ini “keraton” Banguntapan semoga lagi diisi dengan kegembiraan. Termasuk menular kepada Ibu Erry dan juga Clara Bunga Persada. Saya yang telah menerima 2 rekor MURI, Mayor Haristanto sebanyak 21 rekor, tetap saja di sore itu kami berdua tetap merasakan kegembiraan yang menggetarkan ketika salah satu warga Trah Martowirono kini sukses pula meraih penghargaan serupa.

Kami bertiga berpisah di Prambanan. Mas Untung sempat bertanya kepada saya, “mau pulang ke rumah barat atau ke rumah timur ?” Rumah barat adalah rumah beliau di Modalan, Banguntapan. Rumah timur, di Kajen Wonogiri.

Saya bersama Mayor lalu naik bis menuju Solo. Saya sore itu ingin pulang dulu ke rumah timur. Tetapi dalam obrolan dengan Mas Untung, tak tertutup kemungkinan, saya akan rada sering tinggal di rumah barat itu pada hari-hari mendatang.

Cerita dan foto-foto lainnya dari momen bersejarah di Prambanan itu semoga akan bisa menyusul. Saya lagi menunggu kiriman dari Rico.

Sampai jumpa di obrolan mendatang.


Wonogiri, Hari Pangan Sedunia, 16 Oktober 2009


trahmar

No comments: