Monday, October 05, 2009

Sukses Gorda, Sukses Rico, Sukses Trah Martowirono



Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorline (at) hotmail.com


Bekerja pada kami ! Upacara wisuda sarjana di Virginia Tech berlangsung meriah di sebuah stadion tertutup.

Sesudah upacara usai, kelompok wisudawan dari jurusan Teknik terdengar menggemuruhkan yel-yel dengan penuh kebanggaan.

“Kita lulus, langsung bekerja !”
“Kita lulus, langsung bekerja !”

Barisan wisudawan dari jurusan Bisnis langsung menimpali yang tidak kalah serunya : “Bekerja pada kami ! Bekerja pada kami !”

Lelucon di atas merupakan sebagian dari isi buku kumpulan lelucon saya yang diterbitkan masa jadul, tahun 1987. Lelucon itu kembali berparade di kepala saya ketika terjun dalam kemeriahan acara Reuni Trah Martowirono XXIII-2009 di Museum Benteng Vredeburg, 23 September 2009.

Utamanya ketika mewakili Taler 1 sebagai tuan rumah untuk menyampaikan ucapan selamat datang, telah tampil ke panggung Slagen Abu Gorda, SE yang diikuti “ajudan tiban,” Chandra Gatot Pribadi yang nampak nuklun dan bersahaja a la pak guru Umar Bakri yang pegawai negeri.

Seperti terwakili dalam foto dan adegan, ulah keduanya jelas sebuah parodi yang mampu menggelitik tawa. Tawa sekaligus menggaruk kepedihan ketika mengenang jaman masa lalu. Ketika negeri kita ini dicengkeram oleh sosok tiran yang ucapannya halus tetapi tindakannya mengerikan.

Aksi Gorda mengingatkan sosok Butet Kertarajasa ketika monologer sohor itu seringkali melakukan mimicking terhadap aksi sosok tiran yang sama. Dan, lihatlah Chandra Gatot Pribadi, ia nampak serasi dalam :-( berakting mengenakan baju Korpri kebanggaan para pegawai negeri sipil, termasuk bokapnya :-( di masa sebelum reformasi bergulir. Dan lihatlah lagi bahasa tubuhnya, menunjukkan kepatuhan yang berselimut ketakutan terhadap sang tiran bersangkutan.

Beragam krida untuk dunia. Syukurlah, masa lalu itu kini telah menjadi bahan parodi, termasuk di panggung reuni trah kita. Tetapi dalam realitas, kedua pelaku adegan itu memiliki jalur hidup dan karier masing-masing. Walau pun sama-sama memiliki akar yang sama, berasal dari pasangan Martowirono, kini cucu, cicit dan keturunannya memiliki panggilan hidup masing-masing. Ibarat nyala kunang-kunang yang menyebarkan cahaya dan keindahan, “ke mana-mana, di mana-mana.”

Salah satu nyala kunang-kunang yang membesar cahayanya, adalah yang disandang oleh Abu Gorda. Lewat perjuangan gigih, ia baru saja terpilih sebagai wakil rakyat untuk berkiprah di DPRD Kabupaten Sukoharjo. Seperti dalam foto koran Solopos (22/4/2009) di bawah ini, foto dirinya nomor 4 dari kiri, disebut sebagai muka-muka baru di kancah pengabdian sebagai legislator di Kota Makmur itu. Sebagai warga trah, kita semua bangga untuk prestasi Abu Gorda yang mampu meraih cita-citanya.

Kita semua mencatatnya. Tentu kita masih ingat, saat ia memproklamasikan tekadnya menjadi anggota legislatif saat Reuni Trah Martowirono XXI di komplek mewah, mepet sawah, rumah Bapak/Ibu Untoro Setyabudi di Polokarto, 15 Oktober 2007. Hal serupa kemudian diteguhkan saat reuni tahun berikutnya, di Kajen Wonogiri, 5 Oktober 2008. Setelah sukses, saat di Yogya, 23 September 2009, Abu Gorda mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar Trah Martowirono yang telah menyengkuyung doa sehingga ia berhasil.

Termasuk khusus memberikan apresiasi yang tinggi kepada keluarga Mulyono/Titis dari Taler 2 asal Gayam Sukoharjo dan keluarga Parmono/Siti Fatimah dari Taler 3 asal Polokarto yang ia sebut sebagai tim sukses andalan bagi keberhasilannya.

“Sukses saya karena banyak dibantu teman-teman,” kata Abu Gorda seperti terungkap dalam wawancara via telepon dengan wartawan Solopos. Gorda pantas masuk berita karena dianggap sebagai kuda hitam, tokoh muda sekaligus wajah baru di kancah perpolitikan, tetapi dirinya meraih perolehan suara paling tinggi di Sukoharjo. Fantastis dan membanggakan.

“Inilah gaya politikus Facebook,” gumam saya ketika membaca-baca koran tentang Gorda di Perpustakaan Umum Wonogiri. Karena situs jaringan sosial di Internet itu denyut hidup, popularitas dan manfaatnya disukai lewat cara menfasilitasi setiap individu untuk memperluas jaringan pergaulannya dengan cara mudah dalam menambah teman. Dengan klik dan klik semata. Mungkin Gorda menang karena melakukan strategi Facebook yang serupa.

Dalam konteks “politikus a la Facebook” itu maka sosok dan kerja keras Bapak Teguh Priyono dan Ibu Suharti, sebagai orang tua, mungkinkah tak lebih dari seorang “friend” bagi legislator muda kita itu ? Saya sempat usil membayangkan adegan ini. Suatu saat keluarga trio ini tiba di depan rumah, yang menurut Gorda isinya kembang dan lemari :-) itu, secara bersamaan. Salam Gorda kepada Bapak Teguh Priyono dan Ibu Suharti, akankah berbunyi : “Hallo, friends. Apa kabar hari ini ?”

Menebar berkah. Sori friend, itu hanya canda semata. Abu Gorda saya sebut sebagai friend karena saya sebagai pengelola akun Warga Trah Martowirono, legislator asal PDIP Kabupaten Sukoharjo itu memang telah menjadi friend saya di Facebook juga.

Semoga akun Facebooknya itu dapat ia manfaatkan dalam berkiprah sebagai wakil rakyat. Yang pasti, kita tak ragu mengucapkan salut dan sukses untuk Gorda. Termasuk harapan sukses untuk cita-citanya yang tinggi, berkiprah di dunia perpolitikan tingkat nasional, di masa depan.

“Semoga anak ini tidak mengecewakan keluarga besar Trah Martowirono dalam berbakti kepada bangsa dan negara,” demikian balas SMS dari Bapak Teguh “Ahli Kebersihan Kapal” Priyono ketika membalas SMS di hari saat putra semata wayangnya itu dilantik sebagai anggota legislatif. Berkiprahlah, Gorda, untuk terus mampu menebar berkah.

Ucapan yang sama dengan nada optimis serupa, semoga warga trah masih ingat, juga dilantangkan oleh Frederico Ario Damar di panggung. Di acara reuni itu ia tak memakai baju Korpri jadul lungsuran dari sang bokap, tetapi tampil sebagai sosok anak muda yang mantap untuk menyusuri “jalan pedang” a la pendekar Musashi, alias jalan untuk memenuhi panggilan hidup sebagai seorang entrepreneur di bidang pameran. Kini Rico memimpin usaha Cipta Gatra Exhibition Partner di Yogyakarta.

Setelah reuni usai, saya sempat mengirim email ke Rico. Saya menyatakan salut dan terkesan atas presentasinya, yang menyatakan bahwa kiprah perusahaannya itu telah mampu menebarkan berkah bagi banyak orang.

Berbeda dengan lelucon tentang wisudawan sarjana teknik dari Virginia Tech yang begitu lulus langsung ingin mencari pekerjaan, Rico justru menempuh jalan orisinal, menempuh rute yang lebih berat. Ia memilih untuk mengkreasi pekerjaan. Untuk dirinya sendiri. Juga untuk orang lain. Berkahnya pun kemudian mampu menebar, “kemana-mana, di mana-mana.”

Sungguh membanggakan.

Perjuangan dan sukses Abu Gorda, juga sukses Rico, merupakan inspirasi bagi semua warga trah kita. Dunia ini adalah dunia yang melimpah ruah, semua insan mampu memperoleh roti dalam hidupnya, tanpa perlu menggerogoti roti jatah jalan hidup milik orang lain.

Atau dalam kalimat yang lebih bernas muncul dari penulis Amerika, Christopher Morley (1890–1957), bahwa “hanya terdapat satu jenis sukses, yaitu mampu menjalani hidup dengan menyusuri jalan yang telah Anda pilih.”

Di Museum Benteng Vredeburg, warga trah kita bersatu. Setelah usai, kita kembali menyusuri jalan hidup masing-masing. Ada pesan luhur yang harus kita cerna dan camkan ketika kita masing-masing pulang dari Benteng Vredeburg itu. Yaitu saat kita pulang dengan diganduli tas kain pro-gerakan cinta lingkungan hidup yang berisi ulih-ulih : sebungkah roti yang manis.

Itulah roti sukses warga Trah Martowirono dalam beragam krida sebagai insan yang berguna bagi sesama. Dalam kiprah yang dipilih, ditekuni dan juga dicintai dengan sepenuh hati.


Wonogiri, 6/10/2009

trahmar

No comments: