Monday, October 20, 2008

Reli Silaturahmi 2008





Titik pertemuan. Berada di tengah. Itulah posisi kota Wonogiri, bila dilihat dari Wuryantoro yang berada di selatan dan Sukoharjo di utara Wonogiri. Di kota ini pula dapat dirunut sejarah awal terbentuknya cabang keluarga Kastanto/Sukarni dan Sukirman/Suripti dari pohon Trah Martowirono.

Keluarga Martowirono yang kebayan Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo, memiliki empat anak : Suripti, Sutono, Sutejo dan Sukarni. Sungguh suatu pemikiran yang mungkin nampak liberal, di tahun 1950-an telah mengijinkan kedua putrinya, Suripti dan Sukarni, untuk ngenger, ikut bersama omnya di Wonogiri. Yaitu Bangin Martosuwiryo, yang adik terkecil dari ibu Martowirono putri.

Bapak Bangin (foto) saat itu memiliki warung wedang di pasar Wonogiri. Kedua bunga desa asal Kedunggudel itu ikut membantu di warung minuman teh dan makanan ini.Di tempat inilah dua sekawan, yang sama-sama prajurit TNI/AD dari Kodim Wonogiri dan pengunjung tetap café itu, memperoleh jodoh. Prajurit Sukirman asal Selogiri akhirnya mempersunting Suripti. Sedang prajurit asal Wuryantoro, Kastanto, menikahi Sukarni.

Setiap Lebaran, dua daerah asal-usul keluarga Kastanto/Sukarni itu senantiasa sebagai tempat wajib dikunjungi. Untuk nyadran dan merekatkan kembali silaturahmi dengan kerabat yang ada. Rute reli silaturahmi pada tanggal 1 Oktober 2008 tersebut adalah : Wonogiri-Wuryantoro-Manyaran-Sukoharjo-Wonogiri. Liputan fotonya sebagai berikut :

Photobucket

Baris pertama : setelah nyekar, kunjungan pertama adalah ke rumah Bu Lik Tego Prayitno (foto) di Mlopoharjo. Rumah pak Tego almarhum ini di halaman depannya terhampar tanaman padi. Sayang, tanaman cabenya pas tidak panen. Kalau panen, kami akan disuguhi sayuran lombok dengan irisan tempe. Pedasnya mampu membakar kepala, tetapi enaknya sungguh memabukkan.

Kemudian tur berlanjut ke Cengkal, masih di Wuryantoro. Menemui Lik Mul (kaos biru) dan Lik Sukiyem, istrinya, bersama keluarga. Sebelum wafat, mBah Mento ikut tinggal di sini. Suguhan favorit di sini adalah gorengan tahu. Karena kebetulan memang dekat dengan pabrik tahu. Suguhan lainnya adalah kentongan bambu. Bukan untuk dimakan, tetapi untuk dibawa pulang sebagai salah satu instrumen musik periuh dalam acara pertemuan Trah Martowirono, 5 Oktober 2008.

Setelah foto bersama keluarga Lik Mul (baris keempat kiri), reli silaturahmi dilanjutkan. Dengan dipiloti Muhammad Taufik untuk mobil bernomor F dan Kentul untuk mobil AD, perjalanan ke arah barat (Manyaran) dan lalu ke utara dilanjutkan. Di tengah jalan (foto baris keempat kanan), rombongan sempat istirahat untuk makan ayam/bebek/ikan (goreng atau bakar) di sebuah warung di Tawangsari.

Ketika Maghrib turun, rombongan sampai di rumah Ibu Tiek Suminten, di Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo (foto baris kelima). Kami tak sempat nyadran ke makam simbah Martowirono atau pun Pakde Sutono. Rombongan Kajen saat itu ditemui oleh Henny, Rum (suaminya), juga Yayuk dan suaminya.

Reli silaturahmi Lebaran 2008, paripurna sudah. Tetapi tugas belum selesai. Empat hari mendatang rumah keprabon keluarga Kastanto/Sukarni di Kajen menjadi episenter eksistensi Trah Martowirono di muka dunia !

tmw

Thursday, October 16, 2008

Mendoakan Arwah Leluhur





Mengingat akar. Hari Lebaran adalah hari mulia untuk mengingat asal muasal seseorang hadir di dunia. Hari untuk merunut kembali akar kehidupan masing-masing. Hari untuk berterima kasih kepada ayah dan ibu, yang menjadi perantara mulia hadirnya kita di dunia. Hari untuk mendoakan kepada para leluhur yang telah dipanggil menghadap Illahi.

Sesudah sholat Ied, rombongan Kajen menuju pemakaman Kajen.

Photobucket

Bapak dan ibu. Bapak Kastanto Hendrowiharso meninggal dunia tanggal 9 Desember 1982, hari Kamis Wage, jam 12.15 di Rumah Sakit Umum Giriwono, Wonogiri. Beliau meninggal dunia dalam usia 54 tahun karena sakit sirosis, kanker hati. Pangkat terakhir kapten purnawirawan TNI.

Ibu Sukarni Kastanto Hendrowiharso meninggal dunia tanggal 20 November 1993, di Rumah Sakit Umum Giriwono, Wonogiri. Pasangan ini meninggalkan sepuluh putra dan putri. Nampak dalam foto, Broto Happy sedang mencatat data dari batu nisan keduanya. “Semoga Allah SWT memberi tempat yang layak bagimu,disisiNya, ayah dan ibu. Amin.”

Photobucket


Asal Wuryantoro. Bapak Kastanto Hendrowiharso, nama kecilnya Salip, mempunyai ayah bernama Kasan Luar, dari desa Jambe, Wuryantoro. mBah Kasan Luar ini berprofesi sebagai healer, tabib desa tradisional. Saya, Bambang Haryanto, pernah mendengar cerita dari almarhumah ibu bagaimana mBah Kasan ini mengobati pasien.

Konon, pasien datang dengan membawa seekor bebek hidup. Bebek itu lalu disembelih, untaian saluran pencernaan sampai ususnya dikeluarkan. Setelah dibersihkan, bentuk menyerupai usus ini salah satu ujungnya akan ditelan oleh si pasien. Ujungnya yang lain dipegangi oleh mBah Kasan. Usus kemudian ditarik keluar, di mana pada dinding usus itu akan ikut tertempel dan ikut keluar benih-benih/penyakit pasien bersangkutan. Usus dibersihkan, lalu akan diulangi prosedur yang sama beberapa kali sehingga terasa perut pasien sudah bersih dari penyakit.

Seperti dalam foto, mBah Kasan Luar meninggal dunia tanggal 21 Desember 1964. Makamnya semula berada di desa Jambe. Karena pada tahun 1980-an desa itu ikut tenggelam seiring proyek Waduk Gajah Mungkur, makam itu dipindahkan ke Wuryantoro, Kota. Satu lingkungan dengan pemakaman Hastana Girimaloyo, tetapi makam mBah Kasan berada di luar dan persis di depan komplek makam Hastana Girimaloyo itu.

Selain mBah Kasan Luar terdapat pula makam mBah Kasan Luar putri. Dari pasangan ini lahir Bapak Johar, yang memiliki nama tua Joyosuwarto. Ada pula nisan Ibu Joyosuwarto. Juga nisan Ibu Mariyem dan nisan Sukarsih.

Nama terakhir ini, Sukarsih, saya (Bambang Haryanto) ingat, adalah adik dari Oom Muhyidin. Putra Bapak Harjosuwarno dari Kedunggudel, Sukoharjo. Beliau merupakan adik dari mBah Martowirono. Ketika ayah dan ibu tinggal di Wuryantoro (ayah sebagai prajurit TNI bertugas di sini), terjadi kecelakaan, yaitu kebakaran di dapur. Lik Karsih yang saat itu jadi pembantu rumah kami, meninggal dunia akibat kecelakaan itu.

Photobucket


Pemakaman baru. Di sebelah selatan komplek Hastana Girimaloyo tadi terdapat area pemakaman yang lebih baru. Di sini telah bersemayam almarhum mBah Mento. Dalam foto ia saya jepret sedang bersama Basnendar dan Broto Happy di tahun 70-an. mBah Mento sampai akhir hayatnya adalah pencinta pertandingan sepakbola. Sebelah kanan adalah foto Bapak Tego Prayitno almarhum, adik dari ayah. Beliau dimakamkan di tempat yang sama pada tanggal 7 April 2008 yang lalu.

Photobucket

Logowok, di barat sana. mBah Kasan Luar menikah dua kali. Dengan istri pertama melahirkan anak tunggal, Joyosuwarto. Dengan istri keduanya (foto), memiliki dua putra : Kastanto dan Tego Prayitno. Istri kedua itu kemudian menikah dengan mBah Mento yang tinggalnya di Logowok.

Mengunjungi beliau di masa kecil kami akan senantiasa dikenang sebagai perjalanan hiking yang mengesankan. Dari rumah mBah Kasan kami berjalan menuju ke arah barat. Melewati jalan berbatu-batu, dipayungi langit dan mega yang terbuka, juga barisan pegunungan Kidang Layang di sebelah barat yang nampak gagah dan mempesonakan. Almarhumah mBah Putri (foto) dimakamkan di Logowok ini.

Seingat saya, beliau adalah sosok yang suka mendengar. Atentif. Juga tidak banyak bercerita, tetapi menenteramkan. Kejadian yang saya ingat waktu kecil, kaki beliau pernah tersiram air panas di rumah Kajen, Wonogiri. Kulit kaki kanannya melepuh dan diberi pengobatan darurat, yaitu tinta. Jadi kaki beliau berwarna biru. Seingat saya, beliau saat itu tidak menampakkan suatu perasaan sakit, atau mengeluh secara berlebihan.

Kejadian lain, saat mengunjungi beliau di Logowok saya harus dikeroki agar tidak pingsan. Gara-gara saya yang kesana-kemari, berkunjung ke kerabat, tidak tahan untuk tidak makan. Apalagi makan nasi cantel yang enak, pulen di mulut, tetapi ternyata mengembang di perut. Saya jadi sangat kekenyangan dan nyaris pingsan.

Dalam foto, dari kiri : Bambang Haryanto, Basnendar dan Broto Happy, disamping makam mBah Putri di Logowok ini.

“Ya Allah, limpahkan segala ampunan untuk dosa-dosa leluhur kami. Tempatkan para beliau senantiasa sejahtera dan sentosa disisiMu. Amin.”


tmw

Merayakan Hari Kemenangan





Tawashau bish shabr. Dengan sebijaksana mungkin dan dengan penuh kesabaran. Itulah salah satu mutiara khotbah yang disampaikan khatib Drs. H. Sumardjo di Sholat Ied, 1 Syawal 1429 H, di lingkungan Masjid Agung At-Taqwa, Wonogiri.

Khotbahnya itu ia sampaikan dalam konteks agar kita semua dalam menyadarkan orang yang bersalah senantiasa melalui pendekatan yang manusiawi. Sementara itu pula Al Quran, menurutnya, juga menuntut semua orang mampu berjiwa besar dan berlapang dada untuk mengakui kesalahan.

Kedua niatan mulia itu telah bermuara secara indah dan serasi di hari kemenangan, di hari raya Iedul Fitri. Ketika semua orang merasakan kelemahan, ketika semua orang dengan tulus mengulurkan permintaan maaf. Kami pun, anak cucu Kastanto Hendrowiharso/Sukarni, ikut pula merayakannya.

Photobucket

Keterangan foto. Dari kiri atas dan searah jarum jam : Yasika telah menjadi juru foto untuk menjepret Pakde Bambang dan Pakde Happy yang mengapit Yudis. Sehabis halal-bihalal dengan warga kampung Kajen, kami berpose di depan bio banner wartawan Tabloid BOLA, Broto Happy W (paling kanan). Dari kiri Iwin, Betty, Yudis, Yasika, Ayu, Gladys, dan Broto Happy.

Rombongan keluarga menuju pulang sesudah nyadran ke makam ayah-ibu dan kerabat yang telah menghadap Illahi di Pemakaman Kajen. Sebelumnya sempat melakukan halal-bihalal dengan Keluarga Bapak Marto Tarmin, sesepuh dan mantan bayan desa Kajen. Nampak dalam foto beliau diapit oleh Broto Happy dan Bambang. Bapak Marto Tarmin adalah ayah dari Bapak Suroto, kepala lingkungan (kaling) Kajen saat ini.

Sesudah nyadran, rombongan bergerak untuk melakukan silaturahmi dengan keluarga dekat. Antara lain dengan keluarga Ibu Suharni Sukiyo (berjilbab) di Wonokarto. Beliau yang mantan guru SMA Negeri 1 Wonogiri dan Kepala Sekolah SMAN 2 Wonogiri berbagi cerita nostalgia dengan Broto Happy yang juga murid beliau semasa itu. Masih di Wonokarto, rombongan dari Kajen kemudian mengunjungi keluarga Ibu Yahman. “Semoga hubungan keluarga ini terus dipelihara. Sebab kalau tidak, ia akan putus dan hilang begitu saja,” demikian pesan Ibu Yahman. (tengah).

Matur sembah nuwun, ibu. Hari merayakan kemenangan. Hari yang fitri. Hari yang penuh silaturahmi. Rombongan Kajen itu lalu bergerak meninggalkan Wonogiri. Untuk melanjutkan misi yang sama.

tmw

Sunday, October 12, 2008

Menata Sarang




Lembar baru kehidupan. Novelis Inggris itu, Paul Scott (1920-1978), tentu tidak mengenal Lebaran. Apalagi mengenal ritus tahunan yang dilakukan oleh jutaan warga Indonesia ketika hari Lebaran tiba. Yaitu ritus mudik, pulang kampung, kembali ke rumah asal.

Walau pun demikian, Paul Scott, memiliki pendapat bernas dan menarik yang dapat dikaitkan dengan intisari ritus mudik Lebaran itu. For a writer, going back home means back to the pen, pencil, and typewriter—and the blank, implacable sheet of white paper.

Dengan merujuk status dirinya sebagai penulis, ia mengatakan bahwa penulis yang pulang kembali ke rumah berarti kembali untuk berjumpa dengan pena, potlot, mesin tulis dan lembar-lembar kertas kosong putih yang membandel.

Dalam Lebaran kita membersihkan dosa-dosa kita. Ibarat kita menjadi kertas putih kembali. Kembali menjadi makhluk yang fitri. Pasca Ramadhan dan Lebaran, sejajar pendapat Paul Scott tadi, betapa tidak mudah bagi kita untuk kembali menulisi kertas-kertas putih kehidupan kita masing-masing di masa depan dengan amal yang berguna dan bermakna. Tetapi itulah tantangan kita sebagai manusia.

Photobucket

Mempersiapkan kehebohan. Bagi warga taler IV, ajaran Paul Scott tadi merujuk untuk kembali berurusan dengan gagasan dan mengeksploitasi gagasan. Demi mempersiapkan diri menjadi host reuni keluarga yang tidak biasa. Dirancang beda. Unik. Syukur-syukur mampu memancing kehebohan yang sulit dilupakan.

Mesin kreatif itu berdengung sejak reuni trah ke-21/2007 usai. Setting pentas dan materi acara sudah mulai nyata sejak tanggal 30 September 2008. Nampak dalam foto, dari atas searah jarum jam :

Bari Hendriatmo dari Jember bercanda dengan cucu keponakan, Nabillah. Ia telah datang ke Kajen beberapa hari sebelumnya, menata ruang, termasuk memilih tanaman adenium koleksi Iwin di rumah Kajen yang cocok untuk hiasan. Dengan sponsor cat dari Betty “AIG” Hermisnawaningsih ia melakukan ceting (beda dengan chatting) : bersama Mas Arifin, tetangga, ia melakukan pengecatan untuk dinding, pintu dan jendela.

Maor Haristanto, dari Solo, sedang memasang umbul-umbul dibantu Yuriko. Satu-satunya warga Trah Martowirono yang mampu menyentuh Piala Dunia Sepakbola dan Piala Thomas, Broto Happy W., memajang bio banners, sebuah biografi yang disajikan secara visual.

Tajuk berita pelbagai media massa yang memuat kehebohan aksi Republik Aeng Aeng (RAA) selama ini, ikut pula dipajang. Nampak presiden RAA, Mayor Haristanto, dibantu warga Kajen, Mas Parno, sedang merapikan pajangan biografi visual tersebut.

Yasika, murid SMP Negeri 3 Wonogiri, ikut pula sibuk. Putra kedua dari pasangan Moh. Taufik/Bastion “Iwin” Hersaptowiningsih itu nampak bertugas memasang kain umbul-umbul pada tiang bambu yang disediakan. Dalam acara perhelatan reuni, ia juga sebagai fotografer.

Bambang Haryanto, penanggung jawab Trah Martowirono Center, sedang membersihkan papan nama trah. Ditemani Venska (putri Bonny Hastutiyuniasih, supervisor Toserba Yogya) dari Tasikmalaya dan Yudistira dari Purwokerto, ia sedang mendata dan mengemas pelbagai produk merchandising Tabloid BOLA yang akan dijadikan sebagai hadiah untuk pemenang kuis keluarga. Tersedia lebih dari 50 hadiah yang siap dibagikan.

Acara reuni trah kini diramaikan dengan kehadiran pelbagai jenis memorabilia. Pelopornya adalah Basnendar HPS, kartunis, dosen ISI Surakarta, yang baru lulus Magister Desain dari ITB. Salah satu memorabilia itu adalah stiker yang bertajuk Pasar Lebaran Trah Martowirono (tengah).

Photobucket

Panggung prestasi. Acara reuni keluarga adalah acara biasa. Tetapi bagi warga Taler IV ingin selalu disajikan secara tidak biasa. Dalam gambar paling atas dan kiri tersaji bio banners dari Broto Happy W. yang telah mengunjungi 34 negara di dunia, disertai Mayor yang memajang ratusan kepala berita yang memuat aktivitasnya. Gambar tengah, Basnendar dan data prestasinya. Gambar ketiga, Venska asal Tasik, menikmati foto-foto prestasi pakdenya, Happy.

Foto baris kedua kiri : interior ruang reuni sedang dihias. Nampak Reza (asal Yogya) sedang disupervisi oleh Nano (batik), Yudha dan Nuning. Foto tengah : Mayor menata foto Eyang Martowirono. Foto kanan : Reza bekerja bersama oomnya, Broto Happy.

Foto baris ketiga kiri : gerbang besi sedang dipindahkan oleh Mayor, Reza, Yudha dan Bari. Di gerbang ini semua pengunjung akan didaftar dan ditimbang berat tubuhnya. Foto tengah, membersihkan karpet putih oleh Bapak Suparno, Taufik dan Happy. Foto kanan, Budi Haryono memanfaatkan momen reuni keluarga untuk minta doa restu kepada keluarga besarnya. Sebagai bekal untuk maju sebagai caleg PAN Wonogiri di Pileg 2009 mendatang.



tmw

Burung kembali ke sarang





Oasis kehidupan. Lebaran senantiasa identik dengan mudik. Pulang kampung. Kembali ke akar. Meneguk oasis kekerabatan dan kekeluargaan untuk memperoleh energi baru lagi dalam mengarungi kehidupan selanjutnya. Menempuh perjalanan ulang-alik yang berat, tetapi imbalan rohaninya seperti tak tergantikan.

Lebaran 2008 menjadi lebih istimewa bagi taler IV Trah Martowirono. Keluarga besar Kastanto Hendrowiharso dan Sukarni yang memiliki keprabon di Kajen, Giripurwo, Wonogiri, bersiap memperoleh tugas sebagai tuan rumah reuni keluarga Trah Martowirono yang ke-22. Hari yang telah ditetapkan adalah Minggu, 5 Oktober 2008.

Burung-burung itu mulai berdatangan. Untuk kembali ke sarang. Menata sarang. Konsolidasi secara informal untuk mempersiapkan acara reuni pun mulai digulirkan.

Photobucket

Keterangan foto. Dalam foto dari atas searah jarum jam : Pakde Bambang berfoto bersama Adis dan ayahnya, Broto Happy, di dekat pohon jeruk bali madu (citrus grandis) yang ia tanam dan berasal Pati ; wajah depan harian Kompas edisi Jumat 26 September 2008, merupakan edisi istimewa bagi Gladys Erika Septeria, murid klas IV SD Polisi Bogor dan Broto Happy Wondomisnowo yang redaktur Tabloid BOLA. Tanggal itu merupakan hari ulang tahun bagi keduanya.

Nampak dalam foto berikutnya, di rumah Pakde Nano/Bude Nuning di Kenteng, Ngadirojo (28/9/08), ulang tahun Adis dan Happy dirayakan dengan memanjatkan syukur kepada Allah SWT. Dalam foto bersama nampak Om Basnendar (kiri), Pakde Bari (Jember, kaos putih), Bude Nuning, Bulik Iwin, dan juga Bulik Ayu, ibunya Adis.. Di foto terakhir, Bapak Nano sedang bercanda dengan cucunya, Nabillah.

Mensyukuri rahmat Illahi. Acara keluarga berbuka bersama yang diselenggarakan keluarga Nano/Nuning itu telah menghangatkan seluruh hati keluarga, yaitu sesame anak-cucu Kastanto Hendrowiharso/Sukarni yang pulang kembali ke sarang, guna menemukan kehangatan, kedamaian dan rahmat Illahi di suasana Ramadhan dan Lebaran. (BH)


tmw

Friday, October 10, 2008

Ekonomi Kreatif dan Trah Martowirono





Banteng dan kerbau. Michael Jordan, maha bintang bola basket AS jelas tidak mengenal Kedunggudel. Tidak pula mengenal Trah Martowirono. Sekaligus juga tidak mengenal bahwa klub bola basket yang lama dibelanya, Chicago Bull, memiliki simbol yang masih bersaudara dengan nama desa Trah Martowirono berasal. Banteng dan kerbau.

Kesamaan simbol itulah yang memicu sebagian warga Trah Martowirono untuk meneladani sepak terjang Michahel Jordan. Utamanya oleh Taler IV Trah Martowirono, dari garis keturunan Kastanto Hendrowiharso/Sukarni. Bukan tentang gaya slam dunk atau air walk-nya yang sohor, tetapi tentang manifestasi ekonomi kreatif yang meliputi karier Jordan yang sukses.


Mengolah gagasan. Seperti diungkap dalam buku No Logo (2000) karya Naomi Klein yang dikutip John Howkins dalam bukunya The Creative Economy : How People Make Money From Ideas (2001, foto), penghasilan Michael Jordan yang diperoleh dari pabrik alat-alat olahraga Nike sepanjang tahun 1992 melebihi penghasilan 30.000 buruh produktif Indonesia.

Nilai ekonomi dirinya itu sebagian besar ia peroleh dari hak cipta dan merchandising, yang melebihi GNP negara Jordania. Hak cipta dan merchandising itu, kita semua tahu, bersumber dari gagasan. Lihatlah, dunia kini sedang bergemuruh dan bergerak ke kancah guna mengeksploitasi gagasan untuk meraih sukses ekonomi, meraih kemakmuran. Bagi pribadi atau pun bagi bangsa.

Dalam skala kecil, letupan ekonomi kreatif itu telah terjadi di lingkup Trah Martowirono juga. Dalam pertemuan trah ke-21 di Polokarto, oleh Basnendar H. yang baru saja lulus magister desain dari Seni Rupa ITB, menciptakan belasan desain pin kenangan (foto). Keuntungan bersih dari penjualan memorabilia itu dimasukkan ke dalam kas trah.

Lintang Rembulan, ikut juga berperan menghidup-hidupkan manifestasi ekonomi kreatif itu. Kalau selama ini dalam pertemuan hanya dilakukan ritus jimpitan, memasukkan uang sumbangan a la kadarnya di waskom yang tertutup kain, Lintang dan Bakoh berduet untuk ngamen secara open source : tas biolanya dipakai untuk menampung donasi para hadirin yang terpesona akan duet yang melantunkan Bengawan Solo itu.

Disusul sajian duet dengan sumbangan lagu abadi “Sepanjang Jalan Demangan.” Oleh Doktor Edia Rahayuningsih dan suaminya, Kristyo Sumarwono, yang juga meraup kepyuran donasi dari warga trah lainnya pula.

Photobucket

Atmosfir ekonomi kreatif yang fajarnya muncul di Polokarto 15 Oktober 2007 itu, segera jadi bahan diskusi warga Taler IV Trah Martowirono yang akan menjadi pelaksana pertemuan trah tahun 2008.

Apa yang akan terjadi dan tersaji ?
Simak dalam laporan-laporan berikutnya.

(Bambang Haryanto)


tmw

Saturday, October 04, 2008

Menulis Masa Depan Trah Martowirono


Photobucket

Dunia jungkir balik. Revolusi digital membuat setiap orang punya hak untuk bersuara. Punya pula hak untuk didengar. Warga Trah Martowirono sejak lima tahun lalu, 2003, telah merintis blog ini sebagai media untuk bersilaturahmi melalui media maya. Dunia yang mengecil, membuat antar warga akan selalu saling terkait satu sama lain.

Bukan rintisan yang mudah bagi warga trah kita. Tetapi semua warga sedang menuju kesana. Maka dalam pertemuan Trah Martowirono di Kajen, Wonogiri, 5 Oktober 2008, semangat itu akan dikobarkan kembali. Anda semua pantas menjadi pemain, untuk terayunnya langkah ke depan trah kita, yang kita uri-uri sejak puluhan tahun itu.

Mari kita tulis kembali sejarah trah kita.
Menengok masa lalu.
Menyadari masa kini.
Menabur impian dan harapan ke masa depan.