Monday, October 20, 2008

Reli Silaturahmi 2008





Titik pertemuan. Berada di tengah. Itulah posisi kota Wonogiri, bila dilihat dari Wuryantoro yang berada di selatan dan Sukoharjo di utara Wonogiri. Di kota ini pula dapat dirunut sejarah awal terbentuknya cabang keluarga Kastanto/Sukarni dan Sukirman/Suripti dari pohon Trah Martowirono.

Keluarga Martowirono yang kebayan Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo, memiliki empat anak : Suripti, Sutono, Sutejo dan Sukarni. Sungguh suatu pemikiran yang mungkin nampak liberal, di tahun 1950-an telah mengijinkan kedua putrinya, Suripti dan Sukarni, untuk ngenger, ikut bersama omnya di Wonogiri. Yaitu Bangin Martosuwiryo, yang adik terkecil dari ibu Martowirono putri.

Bapak Bangin (foto) saat itu memiliki warung wedang di pasar Wonogiri. Kedua bunga desa asal Kedunggudel itu ikut membantu di warung minuman teh dan makanan ini.Di tempat inilah dua sekawan, yang sama-sama prajurit TNI/AD dari Kodim Wonogiri dan pengunjung tetap café itu, memperoleh jodoh. Prajurit Sukirman asal Selogiri akhirnya mempersunting Suripti. Sedang prajurit asal Wuryantoro, Kastanto, menikahi Sukarni.

Setiap Lebaran, dua daerah asal-usul keluarga Kastanto/Sukarni itu senantiasa sebagai tempat wajib dikunjungi. Untuk nyadran dan merekatkan kembali silaturahmi dengan kerabat yang ada. Rute reli silaturahmi pada tanggal 1 Oktober 2008 tersebut adalah : Wonogiri-Wuryantoro-Manyaran-Sukoharjo-Wonogiri. Liputan fotonya sebagai berikut :

Photobucket

Baris pertama : setelah nyekar, kunjungan pertama adalah ke rumah Bu Lik Tego Prayitno (foto) di Mlopoharjo. Rumah pak Tego almarhum ini di halaman depannya terhampar tanaman padi. Sayang, tanaman cabenya pas tidak panen. Kalau panen, kami akan disuguhi sayuran lombok dengan irisan tempe. Pedasnya mampu membakar kepala, tetapi enaknya sungguh memabukkan.

Kemudian tur berlanjut ke Cengkal, masih di Wuryantoro. Menemui Lik Mul (kaos biru) dan Lik Sukiyem, istrinya, bersama keluarga. Sebelum wafat, mBah Mento ikut tinggal di sini. Suguhan favorit di sini adalah gorengan tahu. Karena kebetulan memang dekat dengan pabrik tahu. Suguhan lainnya adalah kentongan bambu. Bukan untuk dimakan, tetapi untuk dibawa pulang sebagai salah satu instrumen musik periuh dalam acara pertemuan Trah Martowirono, 5 Oktober 2008.

Setelah foto bersama keluarga Lik Mul (baris keempat kiri), reli silaturahmi dilanjutkan. Dengan dipiloti Muhammad Taufik untuk mobil bernomor F dan Kentul untuk mobil AD, perjalanan ke arah barat (Manyaran) dan lalu ke utara dilanjutkan. Di tengah jalan (foto baris keempat kanan), rombongan sempat istirahat untuk makan ayam/bebek/ikan (goreng atau bakar) di sebuah warung di Tawangsari.

Ketika Maghrib turun, rombongan sampai di rumah Ibu Tiek Suminten, di Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo (foto baris kelima). Kami tak sempat nyadran ke makam simbah Martowirono atau pun Pakde Sutono. Rombongan Kajen saat itu ditemui oleh Henny, Rum (suaminya), juga Yayuk dan suaminya.

Reli silaturahmi Lebaran 2008, paripurna sudah. Tetapi tugas belum selesai. Empat hari mendatang rumah keprabon keluarga Kastanto/Sukarni di Kajen menjadi episenter eksistensi Trah Martowirono di muka dunia !

tmw

No comments: