Thursday, October 16, 2008

Mendoakan Arwah Leluhur





Mengingat akar. Hari Lebaran adalah hari mulia untuk mengingat asal muasal seseorang hadir di dunia. Hari untuk merunut kembali akar kehidupan masing-masing. Hari untuk berterima kasih kepada ayah dan ibu, yang menjadi perantara mulia hadirnya kita di dunia. Hari untuk mendoakan kepada para leluhur yang telah dipanggil menghadap Illahi.

Sesudah sholat Ied, rombongan Kajen menuju pemakaman Kajen.

Photobucket

Bapak dan ibu. Bapak Kastanto Hendrowiharso meninggal dunia tanggal 9 Desember 1982, hari Kamis Wage, jam 12.15 di Rumah Sakit Umum Giriwono, Wonogiri. Beliau meninggal dunia dalam usia 54 tahun karena sakit sirosis, kanker hati. Pangkat terakhir kapten purnawirawan TNI.

Ibu Sukarni Kastanto Hendrowiharso meninggal dunia tanggal 20 November 1993, di Rumah Sakit Umum Giriwono, Wonogiri. Pasangan ini meninggalkan sepuluh putra dan putri. Nampak dalam foto, Broto Happy sedang mencatat data dari batu nisan keduanya. “Semoga Allah SWT memberi tempat yang layak bagimu,disisiNya, ayah dan ibu. Amin.”

Photobucket


Asal Wuryantoro. Bapak Kastanto Hendrowiharso, nama kecilnya Salip, mempunyai ayah bernama Kasan Luar, dari desa Jambe, Wuryantoro. mBah Kasan Luar ini berprofesi sebagai healer, tabib desa tradisional. Saya, Bambang Haryanto, pernah mendengar cerita dari almarhumah ibu bagaimana mBah Kasan ini mengobati pasien.

Konon, pasien datang dengan membawa seekor bebek hidup. Bebek itu lalu disembelih, untaian saluran pencernaan sampai ususnya dikeluarkan. Setelah dibersihkan, bentuk menyerupai usus ini salah satu ujungnya akan ditelan oleh si pasien. Ujungnya yang lain dipegangi oleh mBah Kasan. Usus kemudian ditarik keluar, di mana pada dinding usus itu akan ikut tertempel dan ikut keluar benih-benih/penyakit pasien bersangkutan. Usus dibersihkan, lalu akan diulangi prosedur yang sama beberapa kali sehingga terasa perut pasien sudah bersih dari penyakit.

Seperti dalam foto, mBah Kasan Luar meninggal dunia tanggal 21 Desember 1964. Makamnya semula berada di desa Jambe. Karena pada tahun 1980-an desa itu ikut tenggelam seiring proyek Waduk Gajah Mungkur, makam itu dipindahkan ke Wuryantoro, Kota. Satu lingkungan dengan pemakaman Hastana Girimaloyo, tetapi makam mBah Kasan berada di luar dan persis di depan komplek makam Hastana Girimaloyo itu.

Selain mBah Kasan Luar terdapat pula makam mBah Kasan Luar putri. Dari pasangan ini lahir Bapak Johar, yang memiliki nama tua Joyosuwarto. Ada pula nisan Ibu Joyosuwarto. Juga nisan Ibu Mariyem dan nisan Sukarsih.

Nama terakhir ini, Sukarsih, saya (Bambang Haryanto) ingat, adalah adik dari Oom Muhyidin. Putra Bapak Harjosuwarno dari Kedunggudel, Sukoharjo. Beliau merupakan adik dari mBah Martowirono. Ketika ayah dan ibu tinggal di Wuryantoro (ayah sebagai prajurit TNI bertugas di sini), terjadi kecelakaan, yaitu kebakaran di dapur. Lik Karsih yang saat itu jadi pembantu rumah kami, meninggal dunia akibat kecelakaan itu.

Photobucket


Pemakaman baru. Di sebelah selatan komplek Hastana Girimaloyo tadi terdapat area pemakaman yang lebih baru. Di sini telah bersemayam almarhum mBah Mento. Dalam foto ia saya jepret sedang bersama Basnendar dan Broto Happy di tahun 70-an. mBah Mento sampai akhir hayatnya adalah pencinta pertandingan sepakbola. Sebelah kanan adalah foto Bapak Tego Prayitno almarhum, adik dari ayah. Beliau dimakamkan di tempat yang sama pada tanggal 7 April 2008 yang lalu.

Photobucket

Logowok, di barat sana. mBah Kasan Luar menikah dua kali. Dengan istri pertama melahirkan anak tunggal, Joyosuwarto. Dengan istri keduanya (foto), memiliki dua putra : Kastanto dan Tego Prayitno. Istri kedua itu kemudian menikah dengan mBah Mento yang tinggalnya di Logowok.

Mengunjungi beliau di masa kecil kami akan senantiasa dikenang sebagai perjalanan hiking yang mengesankan. Dari rumah mBah Kasan kami berjalan menuju ke arah barat. Melewati jalan berbatu-batu, dipayungi langit dan mega yang terbuka, juga barisan pegunungan Kidang Layang di sebelah barat yang nampak gagah dan mempesonakan. Almarhumah mBah Putri (foto) dimakamkan di Logowok ini.

Seingat saya, beliau adalah sosok yang suka mendengar. Atentif. Juga tidak banyak bercerita, tetapi menenteramkan. Kejadian yang saya ingat waktu kecil, kaki beliau pernah tersiram air panas di rumah Kajen, Wonogiri. Kulit kaki kanannya melepuh dan diberi pengobatan darurat, yaitu tinta. Jadi kaki beliau berwarna biru. Seingat saya, beliau saat itu tidak menampakkan suatu perasaan sakit, atau mengeluh secara berlebihan.

Kejadian lain, saat mengunjungi beliau di Logowok saya harus dikeroki agar tidak pingsan. Gara-gara saya yang kesana-kemari, berkunjung ke kerabat, tidak tahan untuk tidak makan. Apalagi makan nasi cantel yang enak, pulen di mulut, tetapi ternyata mengembang di perut. Saya jadi sangat kekenyangan dan nyaris pingsan.

Dalam foto, dari kiri : Bambang Haryanto, Basnendar dan Broto Happy, disamping makam mBah Putri di Logowok ini.

“Ya Allah, limpahkan segala ampunan untuk dosa-dosa leluhur kami. Tempatkan para beliau senantiasa sejahtera dan sentosa disisiMu. Amin.”


tmw

No comments: