Friday, October 10, 2008

Ekonomi Kreatif dan Trah Martowirono





Banteng dan kerbau. Michael Jordan, maha bintang bola basket AS jelas tidak mengenal Kedunggudel. Tidak pula mengenal Trah Martowirono. Sekaligus juga tidak mengenal bahwa klub bola basket yang lama dibelanya, Chicago Bull, memiliki simbol yang masih bersaudara dengan nama desa Trah Martowirono berasal. Banteng dan kerbau.

Kesamaan simbol itulah yang memicu sebagian warga Trah Martowirono untuk meneladani sepak terjang Michahel Jordan. Utamanya oleh Taler IV Trah Martowirono, dari garis keturunan Kastanto Hendrowiharso/Sukarni. Bukan tentang gaya slam dunk atau air walk-nya yang sohor, tetapi tentang manifestasi ekonomi kreatif yang meliputi karier Jordan yang sukses.


Mengolah gagasan. Seperti diungkap dalam buku No Logo (2000) karya Naomi Klein yang dikutip John Howkins dalam bukunya The Creative Economy : How People Make Money From Ideas (2001, foto), penghasilan Michael Jordan yang diperoleh dari pabrik alat-alat olahraga Nike sepanjang tahun 1992 melebihi penghasilan 30.000 buruh produktif Indonesia.

Nilai ekonomi dirinya itu sebagian besar ia peroleh dari hak cipta dan merchandising, yang melebihi GNP negara Jordania. Hak cipta dan merchandising itu, kita semua tahu, bersumber dari gagasan. Lihatlah, dunia kini sedang bergemuruh dan bergerak ke kancah guna mengeksploitasi gagasan untuk meraih sukses ekonomi, meraih kemakmuran. Bagi pribadi atau pun bagi bangsa.

Dalam skala kecil, letupan ekonomi kreatif itu telah terjadi di lingkup Trah Martowirono juga. Dalam pertemuan trah ke-21 di Polokarto, oleh Basnendar H. yang baru saja lulus magister desain dari Seni Rupa ITB, menciptakan belasan desain pin kenangan (foto). Keuntungan bersih dari penjualan memorabilia itu dimasukkan ke dalam kas trah.

Lintang Rembulan, ikut juga berperan menghidup-hidupkan manifestasi ekonomi kreatif itu. Kalau selama ini dalam pertemuan hanya dilakukan ritus jimpitan, memasukkan uang sumbangan a la kadarnya di waskom yang tertutup kain, Lintang dan Bakoh berduet untuk ngamen secara open source : tas biolanya dipakai untuk menampung donasi para hadirin yang terpesona akan duet yang melantunkan Bengawan Solo itu.

Disusul sajian duet dengan sumbangan lagu abadi “Sepanjang Jalan Demangan.” Oleh Doktor Edia Rahayuningsih dan suaminya, Kristyo Sumarwono, yang juga meraup kepyuran donasi dari warga trah lainnya pula.

Photobucket

Atmosfir ekonomi kreatif yang fajarnya muncul di Polokarto 15 Oktober 2007 itu, segera jadi bahan diskusi warga Taler IV Trah Martowirono yang akan menjadi pelaksana pertemuan trah tahun 2008.

Apa yang akan terjadi dan tersaji ?
Simak dalam laporan-laporan berikutnya.

(Bambang Haryanto)


tmw

No comments: