Reuni Trah Martowirono Ke-22 Di Wonogiri
Lembar baru kehidupan. Novelis Paul Scott tentu tidak mengenal Lebaran. Apalagi mengenal ritus tahunan yang dilakukan oleh jutaan warga Indonesia ketika hari Lebaran tiba. Yaitu ritus mudik, pulang kampung, kembali ke rumah asal.
Walau pun demikian ia yang hidup tahun 1920-1978 itu memiliki pendapat bernas dan menarik yang dapat dikaitkan dengan intisari ritus mudik Lebaran itu. For a writer, going back home means back to the pen, pencil, and typewriter—and the blank, implacable sheet of white paper.Dengan merujuk status dirinya sebagai penulis, ia mengatakan bahwa penulis yang pulang kembali ke rumah berarti kembali untuk berjumpa dengan pena, potlot, mesin tulis dan lembar-lembar kertas kosong putih yang membandel.
Dalam Lebaran kita memang membersihkan dosa-dosa kita. Ibarat kita menjadi kertas putih kembali. Kembali menjadi makhluk yang fitri. Pasca Ramadhan dan Lebaran, sejajar pendapat Paul Scott tadi, betapa tidak mudah bagi kita untuk kembali menulisi kertas-kertas putih kehidupan kita masing-masing di masa depan dengan amal yang berguna dan bermakna. Tetapi itulah tantangan kita sebagai manusia.
Pentas kehebohan. Bagi warga taler IV dari Trah Martowirono asal Kajen Wonogiri (foto), ajaran Paul Scott tadi merujuk untuk kembali berurusan dengan gagasan dan mengeksploitasi gagasan. Demi mempersiapkan diri menjadi host reuni keluarga Trah Martowirono yang tidak biasa. Dirancang beda. Unik. Syukur-syukur mampu memancing kehebohan yang sulit dilupakan.
Reuni dengan tajuk Pasar Lebaran Trah Martowirono itu pun terjadi pada tanggal 5 Oktober 2008. Anak cucu dan cicit Martowirono yang berakar dari desa Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo, berhimpun di Wonogiri. Sebagai tuan rumah adalah keturunan anak nomor 4 Martowirono, Sukarni/Kastanto Hendrowiharso, asal Kajen, Wonogiri.
Reuni keluarga yang biasa itu menjadi warna-warni. Semua tamu harus dicatat dan ditimbang berat tubuhnya. Ada pameran 18 Piagam MURI. Enam belas MURI milik Mayor Haristanto dan dua milik Bambang Haryanto. Belasan bio banner, biodata yang disajikan secara visual, dipajang. Terdapat ilustrasi foto 34 negara dan puluhan event dunia yang diliput Broto Happy Wondomisnowo, redaktur Tabloid BOLA.
Juga ada beragam karya logo, termasuk logo Gallery Nasional Jakarta (depan stasiun. Gambir Jakarta) dan juga logo Porprov Jawa Tengah 2009, rancangan cucu Martowirono, bernama Basnendar HPS yang baru saja lulus magister desain dari ITB.
Tetapi juga ada promosi dagang. Datang dari Dr. Edia Rahayuningsih, pengajar Teknik Kimia UGM, yang baru saja pulang dari Jerman. Ia memperkenalkan serbuk pewarna blue indigo yang ramah lingkungan. Keluarga Rudi Satriana yang tinggal di Samarinda mohon doa restu, hendak meneruskan pendidikan S-3 di Australia. Tak kalah adalah pidato politik dari Slagen Abu Gorda (Sukoharjo) dan Budi Haryono (Wonogiri). Yang pertama mencalonkan sebagai caleg PDIP Sukoharjo dan yang kedua PAN di Wonogiri.
Open mike. Walau ada bumbu-bumbu politik dan bisnis, jangan bayangkan suasana reuni keluarga yang kaku. Reuni itu pun lebih mirip sebagai ajang mike terbuka dalam sebuah kafe komedi. Semua bebas untuk tampil di panggung, semua boleh bercerita. Baik mengeluh atau pun mencanangkan sesuatu resolusi, tetapi harus dikemas dan disajikan secara lucu.
Selain mengakses bareng-bareng isi blog Trah Martowirono, juga berebutan hadiah untuk mengikuti kuis mengenal secara lebih mendalam tentang keluarga yang disajikan secara multimedia.
“Bila tanggal pertemuan itu tiba, maka acara apa pun dihindari karena ingin jumpa saudara di acara temu trah ini. Jujur saja, acara pertemuan trah ini ini membikin usia awet muda, linggo-lico, lali tonggo – lali konco. Lupa tetangga, lupa teman. Isinya cuma satu yaitu : seneng,” itu pendapat Untung Suripno, kepala suku Trah Martowirono yang berdomisili di Yogyakarta.
Pertemuan trah ini pertama kali diselenggarakan tanggal 19 Desember 1987 di Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo. Tahun depan, 2009, diwacanakan di Benteng Vrederburg, Yogyakarta. Sebagai tuan rumah adalah taler I, keluarga Suripti/Haswosumarto.
Teolog Amerika, Tryon Edwards (1809-1894) telah bilang, “every parting is a form of death, as every reunion is a type of heaven.” Benar katamu, Mr. Edwards. Setiap reuni memang ibarat seperti kita sedang menghuni sorga. Hallo, warga Wonogiri di mana pun Anda berada, kami tunggu pula laporan acara reuni keluarga Anda ! (Bambang Haryanto).
tmw
No comments:
Post a Comment