Asah Pena, Menu Berbeda, Merenggut Juara
Oleh : Broto Happy W.
Email : brotohappy (at) yahoo.com
Pengantar : “Ada kabar bahagia.
Dalam pekan di bulan Ramadhan ini saya mendapat berkah dan anugerahnya.”
Itulah email pembuka terkirim dari Jakarta. Pengirimnya adalah Broto Happy Wondomisnowo, 3 September 2010 yang lalu. Apa kabar bahagia yang ia maksud ? “Saya dua kali dinobatkan sebagai juara penulisan. Yang pertama juara penulisan untuk Djarum Indonesia Open Super Series 2010. Yang kedua, juga jadi juara pada Djarum Sirkuit Bulutangkis Nasional 2010.”
Syukurlah. Warga Trah Martowirono tentu bergembira menyambut kabar hebat ini. Maka di bawah ini pantas kita menyimak cerita dia lebih detil. Siapa tahu bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, untuk meningkatkan kualitas tulisan-tulisan kita.
Baik untuk mewarnai tulisan kita di Facebook (Kompas 7/9/2010 menulis “terlalu banyak sampah di media-media sosial saat ini”), saat mengisi blog-blog kita, atau pun untuk menyempurnakan keterampilan mengekspresikan gagasan dalam bentuk tulisan, untuk pelbagai kebutuhan dalam kehidupan. Karena, harus diakui, untuk keterampilan satu ini bangsa kita rata-rata termasuk rendah penguasaannya (Bambang Haryanto).
Yang namanya wartawan, tugas utamanya adalah melaporkan sebuah peristiwa dengan detail yang komplet. Cerita yang hendak dilaporkan dibuat berwarna. Suguhan berbagai fakta pun harus menggoda. Selain itu, informasi yang ingin disampaikan harus berbeda.
Harum maklum, sebagai wartawan Tabloid BOLA yang terbitnya seminggu tiga kali, kalau saya menulis laporan biasa-biasa saja, tentu aktualitasnya kalah dengan harian. Bila hanya melaporkan yang lurus-lurus saja, bakal ditinggalkan pembaca.
Maka, salah satu rumus menulis di tabloid yang terbit tidak saban hari, seperti Tabloid BOLA, harus ada sesuatu yang mengejutkan. Fakta yang didapat boleh sama dengan media lain, tetapi cara meramu untuk disajikan kepada pembaca, tentu berbeda. Paling tidak, harus ada nilai tambahnya.
Selain itu, laporan yang disusun harus komplet. Semua fakta yang ada, perlu disajikan kepada pembaca. Dengan demikian, laporan yang dibuat harus selalu komprehensif, aktual, dan mendalam.
Memang, pada awalnya, setiap saya membuat berita semata-mata demi memberikan informasi kepada masyarakat. Ini sesuai dengan fungsi ideal pers, yaitu memberikan pendidikan kepada pembacanya. Jadi bukan karena untuk menang dalam sebuah lomba, apalagi hanya untuk dipuji.
Rupanya rumus-rumus andal dalam membuat reportase ini ternyata termasuk ampuh, ketika karya saya diikutikansertakan dalam sebuah lomba jurnalistik. Tulisan yang berbobot, mendalam, komplet, dan berwarna, telah menarik hati para juri. Terbukti, ketika karya jurnalistik saya berupa reportase yang dimuat di Tabloid BOLA, mendapat anugerah sebagai yang terbaik.
Dua lomba. Syukurlah, dengan hanya berselang seminggu, saya bisa memenangi dua lomba jurnalistik sekaligus. Lomba pertama yang saya menangi adalah, Lomba Karya Jurnalistik Djarum Indonesia Open Super Series 2010. Saya dinobatkan sebagai salah satu dari 10 karya terbaik. Ajang ini sendiri sudah berlangsung di Istora, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 11-17 Juni 2010
.
Saya pun tak hanya melaporkan hasil-hasil pertandingan turnamen yang pada hajatan kali ini justru gagal dimenangi pebulutangkis tuan rumah. Soal kalah-menang memang penting, tetapi yang tidak kalah penting adalah pernak-pernik yang melingkupi sebuah peristiwa. Saya pun pun menulis suasana Istora yang disulap layaknya Fans Zone di kancah Liga Champions atau Piala Dunia.
Tak hanya itu. Cerita-cerita kesuksesan dan kehebatan turnamen yang untuk kali kedua mulai mempopulerkan karcis layaknya kartu kredit, saya ungkap. Ini merupakan langkah revolusioner. Karcis berupa lembaran kertas, sudah harus ditinggalkan. Uniknya, soal karcis plastik ini malah tidak ada media lain yang mengulas.
Agkat pahlawan lokal. Lalu, kemenangan kedua yang menghampiri saya adalah, Lomba Karya Jurnalistik Djarum Sirkuit Bulutangkis Nasional 2010. Untuk lomba ini, saya dinobatkan sebagai salah satu pemenang dari tiga pemenang terbaik. Kejuaraan ini berlangsung sebanyak 12 seri yang digelar 12 kota besar di Tanah Air, mulai dari Medan, sampai Manado. Dari Tegal hingga Samarinda.
Khusus untuk reportase kejuaraan nasional ini, setiap membuat laporan di Tabloid BOLA, unsur kedekatan dengan daerah di mana kejuaraan ini digelar, selalu saya tampilkan. Para pemain yang kemudian menjadi pahlawan lokal berkat kemenangannya, selalu saya angkat. Pokoknya, daya tarik di daerah tersebut saya angkat. Ini demi memasalkan bulutangkis dan menggairahkan olahraga tepok bulu di daerah.
Lalu, apa hadiah yang didapat dari dua kemenangan ini? Saya mendapat duit Rp 7,5 juta dan sebuah laptop. Syukur Alhamdulillah, memang. Apalagi, sejak awal membuat reportase pun saya semata-mata tidak mengharapkan sebuah pujian. Kalau karya saya dibaca dan kemudian ada dampak bagi kemajuan prestasi bulutangkis Indonesia yang terpuruk belakangan ini pun, saya sudah bangga dan senang.
Oh ya, kalau boleh sedikit menyombongkan diri, sebenarnya urusan menang lomba karya jurnalistik ini, bukan hanya kali ini saja. Dulu-dulu, saya pun termasuk sering jadi langganan lomba reportase.
Namun, kalau akhirnya karya saya dinobatkan sebagai salah satu pemenang, akhirnya ya Alhamadullilah. Paling tidak, saya pun bisa sedikit membanggakan dan mengharumkan nama Trah Martowirono. Ternyata, di mana dan kapan saja, kita bisa berkarya.
Viva Trah Martowirono!
Bogor-Jakarta, 5 September 2010
No comments:
Post a Comment