Tuesday, September 21, 2010

Bupati Baru Wonogiri, Padmanaba dan Trah Kita


Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorline (at) hotmail.com


Bulan puasa usai.
Hari Lebaran pun baru saja lewat.

Selasa, 14 September 2010.
Saya kembali bisa jalan kaki pagi.

Dengan rute istimewa : menuju rumah sakit Margo Husodo. Saya sih sehat-sehat adanya. Pagi itu saya mau bezoek dik Ayu, istri Broto Happy Wondomisnowo yang sudah hari ketiga dirawat di rumah sakit di kawasan Wonokarto ini. Ia menderita dehidrasi, karena diare dan gangguan pencernaan. Mungkinkah ini tipikal gangguan kesehatan pasca-Ramadhan ?

Karena musibah itu, membuat dirinya, Basnendar dan istrinya Evi yang jadi relawan untuk menemani, absen dari Reuni Trah Martowirono XXIV/2010, Hari Minggu, 12 September 2010, di Jombor, Sukoharjo. Dalam perjalanan menuju Jombor kontingen Kajen telah membezoeknya (foto), sehingga menjadikan suasana rumah sakit itu seperti ada pemain bola terkenal yang sedang menderita cedera.

ayu broto happy,rs margo husada,trah martowirono,reuni 2010

Selasa pagi itu dik Ayu, syukurlah, sudah nampak sehat. Ia ditemani Gladys, putrinya. Keesokan hari, sudah bisa jalan-jalan di lingkungan rumah sakit tersebut (foto) dan kembali ke Kajen. Selasa pagi itu saya lalu mengobrol dengan Happy di lobi. Sambil membaca-baca Tabloid BOLA, surat kabar Solopos dan Jawapos.

Sebelumnya, dalam perjalanan, pas melintasi toko bahan bangunan Metro Jaya di Kerdukepik di mana ibu pemilik toko ini dan putrinya ("yang murah senyum dan cantik") sering berpapasan ketika jalan kaki pagi, saya mendapat SMS. Dari Solo, dari Mayor Haristanto.

Berisi kabar duka : Pemimpin Redaksi Harian Solopos, YA Sunyoto, meninggal dunia di Solo dalam usia 48 tahun. Hari itu akan dikebumikan di kampung halamannya, di Rembang.

"Saya mengenalnya beberapa tahun lalu, tahun 1970-80an, saat Mas Nyoto menjadi wartawan harian Bisnis Indonesia di Jakarta dan meliput tim Arseto ke Solo," kata Happy. Saya mengenal almarhum yang suka humor dan perokok berat itu, ketika saya masih aktif di Pasoepati. Tahun 2000-2002.

Baru-baru saja ini, ketika mengirim artikel ke Solopos juga terkadang saya tembuskan pengantarnya melalui message ke akun Facebooknya Mas Nyoto itu pula. Mungkin karena sibuk, ia belum pernah membalasnya.

"Selamat jalan, Mas Nyoto.Semoga Anda kini sejahtera disisiNya."

Money politics. Membuka-buka harian Solopos terdapat berita tentang konvoi sepeda motor anggota Satgas Anti Money Politics (SAMP) di Wonogiri. Ini lembaga atau ormas bentukan baru, mungkin kiprahnya hanya seumur jagung, bermarkas di Ngadirojo, hadir untuk menyikapi penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Wonogiri, yang pencoblosannya jatuh pada hari Kamis, 16 September 2010.

Di koran itu, pimpinan satgas tersebut, Rio Hana, juga mengaku mendapatkan laporan dugaan praktek money politics di daerah Kajen, Giripurwo, Wonogiri. "Laporan hanya SMS dan tidak jelas siapa pengirimnya. Mestinya, laporan disertai bukti dan waktu kejadian," katanya pula.

Happy tertawa membaca berita itu. Saya juga.
Karena Kajen adalah kampung tempat kami tinggal.

Penyakit egosentris. Berita lain tentang Wonogiri adalah acara Andum Ketupat di komplek wisata Waduk Gajah Mungkur (13/9). Ketupat-ketupat itu dibagikan oleh bupati dan jajaran Muspida Wonogiri kepada pengunjung. Secara khusus, dalam berita itu disebut pula nama lengkap bupati Wonogiri yang dalam Pemilukada 2010 ini maju lagi sebagai calon wakil bupati, mendampingi Sumaryoto.

Nama lengkap dia yang terpajang adalah : Kanjeng Pangeran Ario Adipati Candrakusuma Sura Agul-Agul Begug Poernomosidi. Ia juga memiliki banyak nama lainnya, termasuk ketika mendalang, atau saat memimpin kelompok kesenian reog.

Nama "Sura Agul-Agul" itu juga terpasang di baliho besar yang melintang di tengah jalan kota Wonogiri. Dekat perlimaan Wonokarto. Saya senyum-senyum membacanya. Menurut saya tagline itu terlalu egosentris, narsis, mementingkan diri sendiri. Karena apa sih manfaat yang dijanjikan oleh semboyan bersangkutan bagi warga Wonogiri ?

Sikap narsis merupakan jebakan yang seringkali sulit dideteksi, dirasakan atau dirumongso oleh si penderitanya sendiri. Terlebih lagi bagi penguasa. Karena semakin berkuasa seseorang, apalagi tiadanya kontrol dan kritik, cenderung membuat dirinya merasa sebagai "pusat dunia."

Wonogiri yang masih kental berbalut budaya Jawa yang ketat menjaga harmoni, berusaha menghindari konflik diametral dan kuatnya sikap wegah rame, justru seringkali menjadi ladang subur bagi hadirnya penguasa-penguasa yang egosentris, cunning dan manipulatif.

Apakah Begug Poernomosidi yang mampu terpilih selama dua periode itu, lalu ikut lagi (!) dengan "turun derajat" mengincar kursi wakil bupati, juga mengidap narsistis pula ? Rakyat Wonogiri yang akan memberi jawaban di pemilukada nanti.

Sayang, baliho dengan slogan "Sura Agul-Agul" di Wonokarto itu saya tidak sempat memotretnya. Saya kehilangan dokumen visual bersejarah, karena pada hari itu pula papan peraga kampanye mulai dibersihkan. Saya hanya memotret baliho kampanye Sumaryoto-Begug Poernomosidi di Kerdukepik (foto) yang lagi dalam proses diturunkan oleh petugas.

pemilukada wonogiri 2010,sumaryoto,begug poernomisidi,danar rahmanto,bambang haryanto,wonogiri

Loyo di Internet.
Nampak poster besar pasangan Sumaryoto-Begug Poernomosidi di Kerdukepik sedang diturunkan. Kampanye pemilukada di Wonogiri belum intensif menggarap media-media maya di Internet. Sumaryoto memiliki blog di Kompasiana dan Danar Rahmanto memiliki blog dan akun Facebook, tetapi digarap seadanya.Walau demikian, komunikasi antarwarga Wonogiri secara gethok tular seputar kondite dan ulah kontroversi dari pasangan peserta pemilukada ternyata diam-diam masih ampuh berfungsi, sehingga hasil pemilukada Wonogiri ini bisa disebut mengejutkan.

Sibuk jualan citra. Papan peraga kampanye milik pasangan nomor satu ini, yang didukung oleh Koalisi Merah Putih, yaitu PDIP-PKS, memang nampak paling dominan. Strategi pencitraan mereka juga jauh lebih masif.

Misalnya Sumaryoto telah meluncurkan kampanye "Aku Cinta Wonogiri" (Basnendar ikut lomba logonya, tetapi tersingkir oleh logo "jelek" yang menjadi pemenangnya) dan berkali-kali mengadakan acara jalan kaki santai yang bertabur hadiah. Radio Gajahmungkur miliknya, sepertinya nampak dikorbankan value-nya sebagai media. Karena terlalu bertabur dengan pesan-pesan kampanye dirinya yang kadang membuat pendengar mudah menjadi jenuh.

Sumaryoto juga secara tiban menjadi khatib sholat Jumat di Masjid Agung At-Taqwa, yang memicu kontroversi. Tetapi hebatnya politikus kawakan ini, di koran Jawapos kontroversi itu justru diekspos yang dapat ditafsirkan sebagai "memperlebar" dan "memperkuat" kampanye pencitraan oleh anggota DPR-RI kelahiran Nguntoronadi ini. Menjelang hari pencoblosan, koran yang sama nampak juga mem-blow-up gerakan "Aku Cinta Wonogiri" yang ia gagas itu.

Beragam jurus kampanye pasangan Sumaryoto-Begug itu seolah membuat pemilukada Wonogiri sudah berakhir ketika mereka mencalonkan diri. Piece of cake. Atau, suwe mijet wohe ranti. Kemenangan akan mudah mereka raih.

Tetapi teman ngobrol saya, Bambang Susilo, yang mantan chef hotel internasional di Hanoi, Vietnam, punya pendapat lain. "Begug justru kartu mati untuk koalisi yang mencalonkannya," begitu prediksinya.

Saya tidak begitu mempercayainya. Karena culture of fear, budaya ketakutan, yang (mungkin secara tidak sengaja ?) meruyak selama politisi kawakan itu berkuasa, menurut saya, akan hanya membuat warga Wonogiri seperti kerbau dicocok hidung. Untuk aman mereka cenderung untuk patuh, takjim, kemudian mengikuti apa saja yang dikatakan oleh sang penguasa itu.


Saya keliru. Hari Kamis, 16 September 2010. Rombongan Happy, dik Ayu, Gladys, dengan mobil yang disopiri Mas Yudi asal Ngadirojo, malam itu mengabarkan dirinya sudah sampai di Tegal. Keluarga ini menuju rumah mereka, di Bogor.

Happy menyatakan ikut bergembira mendengar berita bahwa pasangan nomor empat, Danar Rahmanto (foto)-Yuli Handoko, sudah jauh unggul dibanding tiga pasangan lainnya.

Kamis sore itu, memakai laptop Compaq milik keponakan saya, Yudhistira Laksmana Satria yang siswa klas 7A SMP Negeri 1 Wonogiri, kami segera mengakses Internet melalui fasilitas hotspot yang terpasang di rumah. Membuka Suara Merdeka CyberNews, tersaji berita yang berjudul Pasangan Nomor Empat Makin Jauh Memimpin. Di kamar lain, dari netbooknya Yasika, pas terdengar lagu "Crawling" dari Linkin' Park yang seolah menyindir pasangan kuat yang keteter perolehan suaranya saat itu.

"Crawling in my skin, these wounds they will not heal,
Fear is how I fall, confusing what is real"

Karena berita itu membeberkan hasil sementara perolehan suara sampai pukul 16.30 WIB, di mana bertengger di posisi pertama adalah pasangan nomor empat H Danar Rahmanto-Yuli Handoko, dengan mendulang suara 92.798 atau 40,49%. Di posisi kedua pasangan nomor urut satu Sumaryoto-Begug Poernomosidi dengan perolehan suara 65.547 atau 28,53%.

Pada posisi selanjutnya pasangan nomor urut dua Sutadi-Paryanti mampu mengumpulkan 39.943 suara atau 17,38%. Menduduki posisi buncit adalah pasangan nomor urut tiga Mulyadi-Eddy Purwanto, meraup suara 31.446 suara. Total suara yang sudah dihitung berjumlah 229.734 suara atau sudah mencapai 38,99%.

Sore itu lalu terjadi komunikasi SMS bolak-balik saya dengan Nano Maryono, tangan kanan dan kerabat Danar Rahmanto di PO Timbul Jaya. Juga dengan istrinya Nano, Nuning. Inti kabarnya sama : "Mas Danar, menang !"

"Wah, guyonan Mas Danar dulu rupanya kesampaian," gumam saya. Pada tanggal 7 Juli 2010, ketika diadakan pengundian nomor urut peserta pemilukada di KPUD Kabupaten Wonogiri, saya ikut menjadi saksi. Sebagai blogger, saya juga memotret sana-sini.

Saat itu alumnus SMA Negeri 3 Padmanaba Yogyakarta diberondong pertanyaan wartawan terkait nomor empat yang menjadi nomor urutnya. "Nomor itu, nomor bagus," kata Danar Rahmanto. "Angka empat kalau dibalik kan menjadi kursi ? Saya yakin akan menang dan mendudukinya."

Rakyat Wonogiri telah ikut berjasa membalik angka empat itu. "Kemenangan saya adalah kemenangan rakyat Wonogiri pula," katanya dalam menyikapi perolehan suara yang mengungguli tiga pasangan lainnya.

Alumnus Padmanaba. Sore itu saya kemudian mengirim SMS ke sobat saya, Bambang Susilo yang pemilik kafe Ngaso Angkringan di Pokoh. Saya mengaku salah, sementara dirinya yang benar. Prediksi saya bahwa Sumaryoto-Begug yang akan jadi pemenang, ternyata dimentahkan oleh ratusan ribu warga Wonogiri.

Warga Kota Gaplek ini secara sadar dan menurut saya cerdas sekaligus titen, ternyata lebih memilih untuk menolak peluang keduanya sebagai pemimpin dan penguasa di kabupaten tercintanya ini. Kegagalan keduanya, boleh jadi, dapat diibaratkan sebagai kejatuhan sang raja. Jatuh secara sangat keras dan menyakitkan. Semoga keduanya, juga pasangan lain yang kalah, menerima suara rakyat itu dengan kearifan dan bersikap kenegarawanan.

Saya segera mendapatkan buktinya. Saya sempat berkirim SMS ke calon bupati pasangan nomor dua, H. Sutadi. "Dengan hormat. Walau Pak Tadi belum menang & akan kembali bertugas di Banten, saya sebagai Warga Wonogiri masih berharap Bapak akan terus berkomitmen memajukan Wonogiri. Salam." Saya kemudian memperoleh balasan : "Iya saya akan selalu komit tumpah darahku." (Jumat, 17/9/2010 ; 18.04.26).

Di akun Facebook Warga Trah Martowirono saya menulis catatan : "Selamat untuk warga Trah Martowirono yang alumnus SMA Negeri 3 Padmanaba Yogyakarta. Antara lain (kl ga salah) : Rico, Dandoenk Bharata (sebelumnya saya tulis Yoshua), Bunga, Hanum dan Peter. Dan juga Intan yang kini sedang belajar disana.

Ada kabar gembira khusus untuk Anda. Karena salah satu alumnus SMA kebanggaan Anda tersebut, Bapak Danar Rahmanto, pengusaha bis PO Timbul Jaya dari Ngadirojo, kini terpilih sebagai Bupati Wonogiri periode 2010-2015.

Moga-moga Anda punya waktu untuk dapat mengirim message, berupa ucapan kepada beliau di akun Facebooknya. Search saja 'danar rahmanto,' pasti ketemu. Oh ya, warga Trah Martowirono yang berkerabat paling dekat dengan Pak Bupati baru itu adalah Bapak Nano Maryono, suami dari Ibu Nuning. Yoga dan Yudha, menyebut Pak Danar itu sebagai pakde. Gendis dan Raja, menyebut beliau sebagai eyang Bupati."


Harapan baru. Dengan terpilihnya pasangan Danar Rahmanto-Yuli Handoko sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Wonogiri 2010-2015, apakah otomatis menjanjikan kemajuan, keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan, bagi warga Wonogiri ? Melalui Facebook saya telah mengirimkan pesan ke akun Facebook Mas Danar sebagai berikut :

"Dengan hormat. Saya dan keluarga di Kajen, mengucapkan selamat bekerja dan berprestasi untuk Mas Danar Rahmanto, juga pasangan wakil bupati terpilih Yuli Handoko.

Semoga panjenengan berdua mampu membawa kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi Warga Wonogiri di masa-masa mendatang !"


Wonogiri, 21 September 2010

tmw

No comments: