Tuesday, February 05, 2008

Ngasoa Kanti Tentrem : Sriawan, 1959-2008


Oleh : Bambang Haryanto



Berita Duka. Keluarga besar Trah Martowirono merasa kehilangan salah satu kerabat terdekat, ketika Bapak Sriawan dipanggil kembali ke hadapan Tuhan. Setelah sakit beberapa saat, beliau harus meninggalkan kita semua pada hari Selasa Pon, 5 Februari 2009, Jam 04.00 di RSUD Wonogiri.

Bapak Sriawan meninggalkan istri, Ibu Sri Utami dan Elisa Kristiyana (putri) dan Imanuel Dwiatmojo (putra). Beliau dikebumikan di Astana Sono Praloyo, Bantarangin, Wonogiri.

SMS berisi kabar duka yang saya terima dari Lik Bhawarto, Camat Giriwoyo, sekitar jam 05.55, mengingatkan saya akan pertemuan terakhir dengan Lik Awan, Senin, 15 Oktober 2007. Setelah sehari sebelumnya mengikuti Reuni Trah Martowirono di Polokarto dan mendapat kabar mengenai sakitnya Lik Awan, saya bersama Bari mengunjungi beliau di rumahnya, Kedungringin.


Saat itu ia nampak lebih kurus dibanding pertemuan sebelumnya. Yaitu ketika ketemu tak sengaja di Warung Internet Cosmic, kemudian saya membantunya meriset situs Kantor Menpan, untuk mengirimkan keluhan Lik Awan dan puluhan teman sekerjanya di PU yang menjadi terlantarkan akibat munculnya peraturan pemerintah yang baru.

Malam itu ia masih nampak nikmat merokok. Dan dalam mengobrol nampak masih kuat semangat hidupnya. Ingatannya pun masih cemerlang, termasuk mengungkap cerita antara kita waktu masih kecil. Lokasi cerita di Bangkekan, Kenep, Sukoharjo, yang rumah Eyang Ratmowijoyo, ayah Lik Awan.

Ia cerita, saat itu Bangkekan sedang diguyur hujan deras dan petir menyambar-nyambar. Saya sudah tak ingat, tapi Lik Awan berkisah bahwa saat itu saya “merapal” ajian, sebagai ikhtiar agar selamat dari bahaya sambaran liar petir, dengan berseru : “Aku putune Ki Ageng Selo !

Dasar anak-anak. Cerita tentang Ki Ageng Selo dan petir itu saya baca, kalau tak salah ingat, dari koleksi majalah Penyebar Semangat atau majalah Sosiawan, terbitan Departemen Sosial, dengan sampul bergambar matahari bersinar disertai slogan tat twam asi, yang entah milik mBah Dung Kakung, Martowirono, atau milik Pakde Tono.

Saya yang tinggal di Wonogiri dan ketika itu masih duduk di sekolah dasar, salah satu daya tarik terbesar untuk mengunjungi mBah Dung di Kedunggudel di tahun 60-an itu adalah melahap pelbagai bahan bacaan yang ada di sana. Termasuk kartun Pak Klombrot atau komik Phantom yang dimuat secara serial di majalah berbahasa Jawa, Penyebar Semangat itu.

Dongeng yang jadi bahan obrolan nostalgia dengan Lik Awan itu menceritakan tentang Ki Ageng Selo yang sakti, mampu menangkap petir dan mengikatnya di pohon sidagori. Lik Awan menambahkan, petir itu nanti menjadi pusaka ampuh Ki Ageng Selo. Dengan merapal ajian yang content-nya mengaku-aku sebagai anak cucu Ki Ageng Selo, demikian petunjuk dongeng yang saya ikuti itu, maka diharapkan sang petir akan tidak lagi selengekan dalam mengganggu kita umat manusia.


Obrolan Silsilah. Obrolan bertiga malam itu juga saya gunakan untuk mengorek silsilah keluarga. Kita tahu, ayah Lik Awan yang bernama Eyang Ratmowijoyo (kelahiran Januari 1910), adalah adik dari mBah Dung putri alias mBah Martowirono putri. Mereka bertiga dengan anak yang terkecil bernama Bangin Martosuwiryo, yang ayah dari Lik Bhawarto, adalah putra/putri keluarga Makun Martowijoyo.

Eyang Ratmowijoyo yang memiliki nama kecil Walijan, memiliki istri pertama, bernama Dalmi, asal dari Serenan, Klaten Dikaruniai dua putri, Gunarti (meninggal 1963, makamnya di Kajen, Wonogiri) yang bekerja di Agraria Wonogiri, dan Gunarni, bekerja di Lembaga Pemasyarakatan, yang pernah tinggal lama di Wonogiri bersama suaminya Priyarjodriyono Markus (almarhum), dan sekarang tinggal di Purwokerto.

Istri kedua Eyang Ratmowijoyo bernama Misni, asal Banmati, Kenep, Sukoharjo. “Saya masih ingat beliau, karena memiliki ciri khas, bergigi emas,” kata saya. Lik Awan pun mengiakan. Dari perkawinan ini telah lahir dua putra, yaitu Sriawan (28 April 1959-5 Februari 2008) dan Dwiaji Nugroho yang sekarang tinggal di Tangerang.


Photobucket

Pulang ke rumah. Tuhan selalu memiliki rencana terbaik bagi umatnya. Setelah dirawat sementara waktu di RS Oen Solo Baru dan RSUD Wonogiri, Bapak Sriawan telah kembali menghadap Sang Khalik. Peti jenazahnya tiba di rumah Kedungringin jam 09.15.

Photobucket

Ikut tertunduk dalam duka. Karangan bunga yang dikirimkan pelbagai lembaga dan pribadi dari Wonogiri menunjukkan tanda dukacita yang mendalam dengan berpulangnya almarhum.


Photobucket

Dukungan keluarga. Bapak Bhawarto, Camat Giriwoyo (kanan), yang masih kerabat dekat dengan almarhum, nampak sebagai among tamu dan sekaligus memberikan dukungan moral bagi keluarga yang kehilangan.


Photobucket

Doa Trah Martowirono. Warga Trah Martowirono, baik yang bisa hadir atau pun yang berhalangan, merasa ikut berduka secara mendalam atas wafatnya Bapak Sriawan. Nampak ikut mendoakan keluarga Suripti/Sukirman dari Selogiri diwakili Santoso Priyoutomo, Endang Markininingsih dan Ny. Santoso (foto). Juga ikut melayat Bapak Wiranto dan Bapak Brotoatmojo.Keluarga Sukarni/Kastanto Hendrowiharso (Kajen) yang ikut melayat diwakili Bambang Haryanto, Budi Haryono, Yoga (putra Nuning/Nano, Ngadirojo), Bastion dan Betty.

Photobucket

Doa Dari Kedunggudel. Bapak Sriawan lahir di Bangkekan, Kenep, Sukoharjo. Daerah ini berimpit ketat dengan bagian utara desa Kedunggudel, tempat tinggal mBah Martowirono. Nampak ikut berdoa untuk arwah beliau adalah keluarga dari Kedunggudel, yaitu Ibu Suminten dan putrinya Dwi, didampingi Elisa dan Ibu Sri Utami. Rombongan dari Kedunggudel antara lain Priyanto Wisnu Nugroho dan juga Rum (menantu Ibu Minten) dan putra-putrinya.

Photobucket

Menguatkan ketabahan. Kehilangan seseorang yang dicintai menimbulkan rasa kesedihan yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Uluran simpati dan ucapan ikut berdukacita dari para pensyiarah, yang seolah tak pernah berhenti mengalir dari pagi hingga siang hari, merupakan penghiburan yang berarti bagi keluarga Bapak Sriawan.


Photobucket

Rumah keabadian. Pemakaman Kristen Astana Sono Praloyo, Bantarangin, Wonogiri, dipilih menjadi peristirahatan abadi Bapak Sriawan. Nampak dalam foto (dari kiri), Santoso Priyoutomo (putra keluarga Suripti/Sukirman, Selogiri), Imanuel Dwiatmojo (putra, pelajar SMA Negeri 1 Wonogiri ), Ibu Sri Utami (istri, karyawati PT Deltomed) dan Elisa Kristiyana (putri, mahasiswi ISI Surakarta).


Beristirahatlah dalam damai, Lik Awan. Doa kami untukmu. Semoga kau kini sejahtera di sisiNya. Amin.


tm

No comments: