Oleh : Untung Suripno
“Bangunlah cintaku. Bangun!!
Karana jiwaku mengalu-alumu dari dasar laut,
dan menawarkan padamu sayap-sayap
di atas gelombang yang mengamuk.
Bangunlah, kerana sunyi telah menghentikan derap kaki kuda
Bangunlah, kerana sunyi telah menghentikan derap kaki kuda
dan langkah para pejalan kaki “
Potongan syair Kahlil Gibran (1883-1931), seorang penyair Lebanon Amerika ini mungkin yang
dapat menggambarkan perasaan hati saya setelah 99 hari ditinggal isteri saya menghadap Bapa di Sorga.
Banyak saudara dan sahabat sering bersilaturahmi dengan saya untuk
menguatkan hati.
“Kematian adalah sebuah jeda hidup, ikhlaskanlah yang sudah mendahului, yakinlah bahwa almarhumah sudah bahagia di kehidupan kekalnya “
“Kematian adalah sebuah jeda hidup, ikhlaskanlah yang sudah mendahului, yakinlah bahwa almarhumah sudah bahagia di kehidupan kekalnya “
Itulah
salah satu kalimat penghiburan yang sering saya dengar.
Ternyata, kehilangan pasangan hidup oleh sebab kematian bagi saya
adalah sebuah peristiwa yang sulit dilupakan. Sejak hari pertama hingga hari ke
99 ini saya sering ditemui almarhumah dalam angan. Saya sering merasa bersalah
karena tidak dapat memenuhi beberapa keinginannya.
Saya tidak menyangka kalau
perginya terlalu cepat. Saya merasa kesepian di tengah hari yang sibuk. Ada saat-saat dalam hidup saya sangat
merindukan almarhumah sehingga ingin menjemputnya dari alam mimpi dan memeluknya
dalam alam nyata. Yang itu tidak akan pernah terjadi lagi.
Tetapi hidup harus terus berjalan.
Bahkan harus terus diperjuangkan.
“Life
must go on,“ begitu kata adik saya memberikan semangat saya dalam melakoni setengah
perjanan saya kedepan.
Kekuatan yang memberi motivasi saya untuk bangkit dalam harapan hidup
salah satunya adalah pesan almarhum agar saya mendampingi anak – anak membangun
rumah tangga. Saya tidak sedang memaksakan kehendak tetapi dengan sabar akan
mendampingi anak-anak saya menemukan belahan hatinya.
Kekuatan lainnya yang memotivasi saya untuk terus menjalani hidup
adalah cintanya almarhumah kepada saya dan anak-anak. Cintanya tidak pernah meminta tetapi senantiasa
memberi, cintanya sering membawanya menderita,
tetapi tidak pernah mendendam.
Hari – hari kedepan akan saya lewati.
Guru spiritual saya berpesan : “Pada saat hidupmu berjalan, jangan terlalu
sering menatap ke belakang. Sebab saat kamu melihat ke belakang, kamu tidak
akan tahu dan tidak akan siap pada apa yang akan menghadang kamu di depan nanti.
“
Sisa hidup saya akan saya hibahkan untuk pelayanan kepada sesama.
Ada satu pesan penting dari almarhum Steve Jobs (1955-2011), pendiri perusahaan Apple yang terkenal, yang
sangat berharga bagi siapapun. Yaitu soal kematian. Setiap orang pasti takut
kalau bicara kematian. Namun yang pasti kematian adalah hal yang akan dialami
setiap makhluk hidup.
Apa yg akan kita lakukan jika Malaikat memberi tahu bahwa
esok hari nyawa kita akan dicabut? Tentu kita akan melakukan hal yang terbaik
dalam hidup. Jika kita hidup setiap hari seperti hari terakhir bagi kita, maka
kita akan menciptakan sesuatu yang benar-benar besar.
Saya merasa bersyukur karena di tahun 2013 saya dipanggil kembali
menjadi anggota Majelis Gereja. Saya sedang berusaha untuk mengisi hidup dengan
cara berbuat kebajikan seolah-olah ini adalah hari terakhir hidup saya.
Hidup ini dimulai bukan saat semua dimulai,
tetapi hidup ini dimulai ketika kita mengira semuanya berakhir. Itulah awal
hidup yang sesungguhnya.
Ini saya lakukan karena saya sadar bahwa isteri saya menunggu saya di
batas hari.
Yogyakarta, 31 Oktober 2012
Yogyakarta, 31 Oktober 2012
No comments:
Post a Comment