Trah Martowirono, 19 Desember : 1987-2009
Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorline (at) hotmail.com
Antara Madrid dan Martowirono. Pemain sepakbola asal Perancis itu kini “masuk” sebagai warga Trah Martowirono.
Bahkan upacara “kemasukan” dia tersebut mungkin dipestakan di markas timnya hari ini, 19 Desember 2009. Markas itu adalah stadion Santiago Bernabeu di kota Madrid yang ibukota Spanyol.
Sungguh suatu kebetulan bahwa salah satu pusat magnet sepakbola Eropa dan dunia tersebut pernah dikunjungi oleh salah seorang warga trah kita, Broto Happy Wondomisnowo. Siapa pesepakbola asal Perancis dan mengapa ia bisa “masuk” sebagai warga trah kita ?
Dia adalah pemain yang bernomor punggung 10, asal Perancis. Namanya : Karim Benzema. Ia lahir tanggal 19 Desember 1987. Pada tanggal yang sama, di belahan bumi lain, tepat dilangsungkan reuni pertama warga Trah Martowirono. Di Kedung Gudel, Kenep, Sukoharjo. Jawa Tengah. Indonesia. Asia. Itulah dua simpul yang menarik, yang bisa menalikan kaitan antara Madrid dan Martowirono.
Vertikal ke horisontal. Saya tidak hadir pada acara tersebut. Sepertinya saat dilangsungkan kebetulan tidak berdekatan dengan hari raya Lebaran, seperti tradisi reuni trah kita yang mutakhir.
Saat itu saya tinggal di Jakarta. Tanggal itu saya catat daam buku harian saya : saya lagi gantian :mengunjungi rumah “har” di Teluk Gong, Jakarta Barat. Mahasiswi artistik ini saat itu belajar di Desain Produksi Universitas Trisakti, Jakarta. Sayangnya, dia kemudian tidak berhasil saya ajak untuk bergabung sebagai warga trah kita ini.
Foto-foto. Dan cerita. Reuni pertama trah kita itu terekam di benak saya dari sumber foto-foto yang sempat saya lihat. Juga dari prasasti kain yang ditandatangani warga trah kita yang hadir. Foto-foto liputan momen itu ditempel di papan, dibingkai plastik, bersama prasastinya, telah dipajang di rumah mBah Dung. Tempatnya di gebyog sisi timur laut ruang tamu, di dekat pintu menuju bango dan juga ke dapur.
Foto reuni ?. Foto ini saya jepret sekitar tahun 1980-an dengan kamera SLR Zenith, buatan Cina. Nampak Eyang Martowirono Putri (kiri) dan Eyang Darmowantoro Putri (kanan). Suami Eyang Darmo ini adalah adik nomor dua dari eyang Martowirono Kakung. Tengah, ibu saya, Sukarni Kastanto Hendrowiharso. Saya tidak tahu apakah foto-foto yang berada di latar belakang beliau-beliau itu merupakan foto-foto pertemuan trah yang pertama, tahun 1987 itu.
Ada momen human interest terkait foto-foto itu. Suatu ketika saat berkunjung ke Kedung Gudel, saya menemukan ada tambahan foto baru, yang di-blesekkan di dalam bingkainya. Agak setengah “memaksa” masuk.
Ternyata itu merupakan foto keluarga Om Priyardjodriyono Markoes dan Bulik Gunarni, yang kini tinggal di Purwokerto. Keluarga ini dikarunia putra-putri : Santoso Priyo Utomo, Didut, Ida, Ririn dan Dian.
Bulik Gun, istri Om Pri yang kariernya panjang di Lembaga Pemasyarakatan, adalah putri dari Eyang Walijan Ratmowijoyo. Eyang Ratmo ini adalah adik nomor dua dari mBah Dung Putri, Jiah Martowirono. Adik terkecil dari mBah Dung Putri adalah Eyang Bangin Martosuwiryo, yang anak-cucunya, seperti Bapak Bhawarto, kini ikut pula bergabung dalam Trah Martowirono.
Jadi blesekan foto itu merupakan niat baik, di mana gugus keluarga kategori vertikal yang ingin bergabung di gugus horisontal.
Trah kita untuk dunia. Saya tidak tahu di mana arsip foto-foto lama itu kini berada. Saat itu belum ada kamera digital, sehingga untuk berbagi foto agak mengalami kendala. Berbeda dengan kini, ketika pengambilan, penyimpanan dan pengiriman foto jauh lebih mudah ketika dilakukan secara digital, sehingga catatan sejarah lebih mudah untuk disimpan.
Alangkah lebih baik, seperti yang coba saya lakukan dengan arsip-arsip foto lama dari trah kita, termasuk dengan meluncurkan dan mengelola blog ini, adalah dengan membagikannya. Informasi yang tersimpan hanyalah informasi yang sia-sia. Tak menebar berkah.
Di era sharing pengetahuan ini kita sebaiknya membagikannya kepada keluarga lainnya. Juga kepada sesama umat manusia, sebagaimana visi blog ini pula. Apalagi blog di Internet, secara teoritis, tak akan terhapus untuk sepanjang masa.
Merujuk hal itu, saya dapat mengutip ringkasan yang pernah dibuat oleh Bapak Untung Suripno :
“Pertemuan pertama : 19 Desember 1987. Pertemuan trah Martowirono dimulai pertama kali tanggal 19 Desember 1987 dan berlangsung di Kedung Gudel. Sayangnya mBah Kakung tidak dapat mengikuti karena sudah wafat.
Ibu Suripti tidak bisa mengikuti karena sudah wafat 30 November 1986. Bapak Haswosumarto tidak dapat mengikuti karena sudah wafat 3 November 1987 dan Bapak Sutejo tidak dapat mengikuti karena sudah wafat tahun 1967.
Para sepuh yang hadir adalah mBah Martowirono Putri, Bapak Sutono dan Ibu Sukarni.”
Cakrawala ke depan. Sungguh suatu prestasi dan berkah, pertemuan trah kita masih bisa lestari kelangsungannya setiap tahun. Hingga pertemuan yang ke-23, yang berlangsung di lingkungan Benteng Vrederburg, Yogyakarta, 23 September 2009 yang lalu.
Prestasi unik trah kita itu patut kita syukuri. Karena selain mampu berlangsung setiap tahun sejak tahun 1987 tersebut, kini memiliki isi, sajian, ragam sampai jangkauan yang melebar untuk mampu memberikan manfaat bagi kita bersama.
Di saat indah ini, marilah kita menundukkan kepala. Berdoa sejenak kepada Tuhan Yang Maha Esa agar para leluhur kita, pepunden kita, para orang tua dan kakek-nenek yang kini tidak lagi berada di samping kita, senantiasa mendapatkan tempat yang layak disiNya.
Kita teruskan api keteladanan, nama baik dan prestasi mereka, oleh kita-kita saat ini pada jalur kehidupan yang telah kita pilih untuk menebar kemaslahatan bagi sesama. Berbanggalah sebagai warga Trah Martowirono. Berprestasilah, dan ceritakannya kepada dunia yang senantiasa menantikannya.
Cocet krusa Trah Martowirono !
Hidup, Trah Martowirono !
Wonogiri, 19 Desember 2009
trah mw
No comments:
Post a Comment