Tuesday, September 16, 2008

Famblogger, Menghimpun Tulang Terserak


Oleh : Bambang Haryanto



Marinir misterius itu menelepon malam-malam. Jam satu selewat puncak malam. Ia marinir dari kerajaan Belanda. Saya sama sekali belum mengenalnya. Apalagi pernah berjumpa.

Tetapi ketika ia mengenalkan dirinya sebagai Erwin Martowirono, segera saya tahu asal-muasal dari kejadian aneh dan luar biasa ini. Kejadian yang mengejutkan, menyenangkan, sekaligus yang berakhir dengan rada mengecewakan ini.

Beberapa bulan sebelumnya, saya memperoleh email dari New York. Dari Armand Martowirono. Emailnya berbahasa Belanda. Syukurlah, kamus kecil yang saya gunakan untuk mengikuti kuliah bahasa sumber, Bahasa Belanda di Rawamangun, di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, belum hilang.

Sebelumnya saya mengikuti kuliah bahasa sumber, Bahasa Perancis. Kelasnya almarhumah Ibu Nurul Oetomo. Di kelas ini saya sering merecoki Upik ketika tes/ulangan tiba. Upik itu nama komplitnya Siti Rabyah Parvati, yang punya darah Solo, sekaligus Sumatera Barat. Ia putri Perdana Menteri Sutan Syahrir. Ah, ini nostalgia peristiwa 1980-an. Dengan bantuan kamus kecil itu saya mencoba memahami email kejutan tersebut.

Armand menduga diri saya masih memiliki hubungan keluarga dengannya. Silsilah keluarganya ia ceritakan dari awal ketika neneknya meninggalkan Indonesia di tahun 20-30an untuk berpindah ke Suriname. Kalau mengingat-ingat cerita sejarah, pemerintah Belanda kala itu mendatangkan buruh dari Indonesia untuk dipekerjakan di negara jajahan lainnya di Amerika Selatan, yaitu Guyana Belanda yang ibukotanya Suriname.

Kakek buyut Armand itu bernama Martowirono. Kakek saya juga bernama Martowirono (foto). Ketika saya meluncurkan blog Trah Martowirono, rupanya dari sinilah asal-muasal yang membuat saya bisa dikontak mereka. Oleh Armad Martowirono dari New York atau pun Erwin Martowirono dari Den Haag, Belanda itu.

Sayang, akhir cerita interaksi anak manusia dari tiga benua itu bukan cerita yang berakhir bahagia. Kami ternyata tidak memiliki kaitan keluarga. Hanya nama moyang kami saja yang kebetulan memiliki nama yang sama.

Dalam teleponnya, Erwin sudah menyadari hal itu. Tetapi dari obrolannya, ia ingin perkenalan yang rada aneh itu tidak lalu terputus begitu saja. Ia pun dengan senang hati bercerita tentang keponakannya, Sharona Dewi Martowirono (“carilah di Google,” katanya). Mahasiswi perbankan ini telah memenangkan salah satu kontes kecantikan di Belanda.

Erwin juga menyinggung saudarayang lainnya, Michael Martowirono yang tinggal di Irlandia. “Martowirono yang menaklukkan dunia,” celetuk saya. Ia pun tertawa. Erwin berangan-angan, suatu saat ingin ke Indonesia dan ingin pula menemui saya. Terima kasih, Erwin.

Di buntut obrolan berbahasa Inggris itu (untung bukan memakai bahasa Belanda), mungkin untuk menegaskan walau dirinya tidak fasih berbahasa Indonesia atau pun Jawa, Erwin merasa masih bangga punya darah Jawa. Nyatanya, ketika menutup telepon Erwin sempat bilang kepada saya : “Selamat turu ya.”


Tulang berserakan. Malam itu saya tidur kembali dengan menyungging senyuman. Rupanya saya baru saja memperoleh berkah sebagai seorang famblogger atau family blogger, sebutan bagi seseorang yang meluncurkan blog untuk bercerita mengenai keluarga besar atau marganya.

Berkah sebelumnya, blog Trah Martowirono ini telah membuat koran Solopos 5 Juli 2007 tertarik untuk menulis mengenai seluk-beluk trah ini pula. Momen itu kemudian diabadikan untuk salah satu pin kenangan (foto) saat reuni tahun 2007 yang lalu di Polokarto, Sukoharjo.

Blog Trah Martowirono ini saya luncurkan sejak tahun 2003. Saat itu, di tengah suasana Lebaran, keluarga saya mendapatkan giliran sebagai tuan rumah Reuni Tahunan Trah Martowirono yang ke-17, di Wonogiri. Kebetulan saat itu ada warga trah yang tak bisa hadir karena sedang bertugas sebagai konsultan pertanian FAO-nya PBB di Kamboja. Ide pun muncul : dengan Internet, reuni dengan Mas Kristyo Sumarwono yang ada Pnom Penh Kamboja itu tetap bisa dimungkinkan.

Dengan mengusung komputer ke arena pertemuan yang tersambung TelkomNet Instan, akhirnya jarak antara Wonogiri-Pnom Penh itu tidak menjadi kendala lagi. Reuni kita pun juga berlangsung mengesankan di dunia maya. Bahkan ditutup dengan salam hasil impor langsung dari Kamboja saat itu. Salam dari bahasa Kamboja itu berbunyi : Cocet Krusa, Martowirono ! Hidup, Trah Martowirono !

Trah Anda, keluarga besar Anda, juga dapat hidup dan hadir di dunia maya. Apalagi ketika mobilitas antarwarga kini jadi mendunia, maka sangat mungkin terjadi sebuah keluarga besar memiliki anggota warga yang hidupnya saling terpisah. Tidak hanya berpisah kota, propinsi, bahkan terpisah oleh negara atau pun benua. Hanya Internet yang mampu merengkuhnya kembali. Dan blog merupakan salah satu sarana terbaik, juga termudah, untuk mempersatukannya.

Orang Jawa memiliki pepatah, ngumpulke balung pisah. Menghimpun kembali tulang-tulang yang berserakan, yang selama ini terpisah-pisah. Ikhtiar ini sering terjadi atau terwujud ketika kita mengadakan reuni. Untuk merekatkan kembali kekerabatan yang mungkin luntur digerus oleh perjalanan waktu. Baik itu reuni sekolah, perguruan tinggi, juga reuni keluarga. Reuni yang berlangsung di dunia fisik tersebut mungkin hanya berlangung setahun sekali, atau lima tahun sekali. Tetapi dengan blog, reuni itu bisa kita langsungkan setiap hari.

Akhirnya, ijinkanlah saya mengajak Anda semua : jadilah sebagai seorang famblogger hari ini. Cerita-cerita tentang keluarga besar Anda pantas untuk dibagikan kepada dunia. Untuk memperkaya khasanah dan sudut pandang kita sebagai sesama manusia.

Siapa tahu, di ujung malam Anda akan memperoleh telepon tak terduga. Baik oleh seorang marinir Belanda, atau siapa pun mereka, yang memiliki pemahaman yang sama sebagaimana Dodie Smith (1896-1990) memberi makna arti keluarga.

Dramawan dan novelis Inggris itu bilang, keluarga merupakan ikan gurita lembut di mana kita tidak bisa menghindarkan diri dari pelukan belalainya. Dengan blog, belalai itu mampu merengkuh dan mengeratkan keluarga Anda, di mana pun mereka tinggal di dunia.

Bahkan mereka yang yakin bukan memiliki hubungan darah pun, seperti marinir Belanda Erwin Martowirono, nampak juga ingin mengeratkan kekerabatan itu walau hanya berasal dari kesamaan nama leluhur kita semata pula. (Tulisan ini juga dimuat di blog AyoNgeblog).



Bambang Haryanto, blogger dari Wonogiri sejak tahun 2003. Salah satu blognya baru saja diundang untuk tercatat di Blogged.com, yaitu Esai Epistoholica. Tesisnya mengenai manfaat blog untuk pemberdayaan komunitas kaum epistoholik atau pencandu penulisan surat pembaca sebagai salah satu pilar penegakan kehidupan berdemokrasi telah memenangkan Mandom Resolution Award 2004.

tmw

No comments: