Basnendar Ikut Pameran di Museum Kartun Bali
Di depan Museum.
Momen Bersejarah. Indonesia kini memiliki museum kartun dan warga Trah Martowirono ikut sebagai salah satu pengisi khasanah museum unik tersebut.
Bersama karya. Basnendar di depan karyanya yang ikut dipamerkan.
Reuni kartunis. Bapak Pramono Pramudjo, kartunis senior dari Harian Suara Pembaruan sedang memberikan pesan kepada yuniornya, Basnendar. Bapak Pramono mengenal Basnendar sebagai kartunis cilik ketika ia masih duduk di Sekolah Dasar pada awal tahun 1980-an.
tm
Saturday, April 19, 2008
Monday, April 07, 2008
Nabillah Telah Sembuh Dari Demam Berdarah
Tetap Ceria. Musim pancaroba mudah mengundang penyakit, termasuk dengue atau demam berdarah yang meruyak di masyarakat. “Semula tubuhnya panas, tetapi hanya di sekitar kepala. Sampai 38 derajat Celsius,” tutur Dwiyana Astutiningsih menerangkan keadaan putri pertamanya, Nabillah Gendis Condroningtyas (9 bulan).
“Tetapi pembawaannya tetap saja ceria, begitu pun ketika mulai masuk rumah sakit sore ini,” terusnya.
Gadis kecil beralis menawan (foto) yang dipergunjingkan saat itu lagi tertidur pulas di kamar Ismaya 1B, lantai 3, Rumah Sakit Kasih Ibu, Jl. Slamet Riyadi, Solo (1/4/2008). Tangan kirinya dibebat dan ada selang infus. Turut mendampingi Yana saat itu adalah ayah Nabillah, Yoga Prasetya Adi Nugraha. Sore itu nenek Nabillah, Bhakti “Nuning” Hendroyulianingsih baru saja meninggalkan RS Kasih Ibu.
Itu hari pertama Nabillah masuk rumah sakit. Saya (Bambang Haryanto) memperoleh kabar di rumahnya Basnendar HPS, di Mojosongo. Sore itu Bas saya mintakan pertolongan untuk mendokumentasikan jalannya obrolan dalam acara TTC (Tenguk-Tenguk Crito) di studio televisi swasta Solo, TATV. Saya menjadi nara sumber untuk bercerita mengenai Epistoholik Indonesia (KE), komunitas penulis surat pembaca se-Indonesia.
Sore itu Nuning mengirim SMS. Selain bercerita sekitar penampilan saya di TV yang ia lihat di kamar tempat cucunya di rawat, ia menceritakan keadaan Nabillah. Segera bersama Basnendar kami berdua meluncur untuk membezoeknya. Syukurlah, Nabillah kini sudah sembuh dan pada hari Minggu (6/4/08) telah pulang ke rumah eyangnya Edi Hartanto di Jl. Empu Prapanca, Gentan, Sukoharjo.
Terkesan dengan layanan dan perlakuan para dokter, juga perawat yang bekerja secara profesional, ramah dan menenteramkan selama Nabillah dalam masa penyembuhan, eyangnya Nuning berniat mengirim ucapan apresiasi melalui SMS untuk dimuat di surat kabar Solopos. (BH).
tmw
Tetap Ceria. Musim pancaroba mudah mengundang penyakit, termasuk dengue atau demam berdarah yang meruyak di masyarakat. “Semula tubuhnya panas, tetapi hanya di sekitar kepala. Sampai 38 derajat Celsius,” tutur Dwiyana Astutiningsih menerangkan keadaan putri pertamanya, Nabillah Gendis Condroningtyas (9 bulan).
“Tetapi pembawaannya tetap saja ceria, begitu pun ketika mulai masuk rumah sakit sore ini,” terusnya.
Gadis kecil beralis menawan (foto) yang dipergunjingkan saat itu lagi tertidur pulas di kamar Ismaya 1B, lantai 3, Rumah Sakit Kasih Ibu, Jl. Slamet Riyadi, Solo (1/4/2008). Tangan kirinya dibebat dan ada selang infus. Turut mendampingi Yana saat itu adalah ayah Nabillah, Yoga Prasetya Adi Nugraha. Sore itu nenek Nabillah, Bhakti “Nuning” Hendroyulianingsih baru saja meninggalkan RS Kasih Ibu.
Itu hari pertama Nabillah masuk rumah sakit. Saya (Bambang Haryanto) memperoleh kabar di rumahnya Basnendar HPS, di Mojosongo. Sore itu Bas saya mintakan pertolongan untuk mendokumentasikan jalannya obrolan dalam acara TTC (Tenguk-Tenguk Crito) di studio televisi swasta Solo, TATV. Saya menjadi nara sumber untuk bercerita mengenai Epistoholik Indonesia (KE), komunitas penulis surat pembaca se-Indonesia.
Sore itu Nuning mengirim SMS. Selain bercerita sekitar penampilan saya di TV yang ia lihat di kamar tempat cucunya di rawat, ia menceritakan keadaan Nabillah. Segera bersama Basnendar kami berdua meluncur untuk membezoeknya. Syukurlah, Nabillah kini sudah sembuh dan pada hari Minggu (6/4/08) telah pulang ke rumah eyangnya Edi Hartanto di Jl. Empu Prapanca, Gentan, Sukoharjo.
Terkesan dengan layanan dan perlakuan para dokter, juga perawat yang bekerja secara profesional, ramah dan menenteramkan selama Nabillah dalam masa penyembuhan, eyangnya Nuning berniat mengirim ucapan apresiasi melalui SMS untuk dimuat di surat kabar Solopos. (BH).
tmw
Bambang Haryanto di TATV Solo
Kuatnya rantai terlemah. Anda memperoleh pekerjaan bukan dari teman, tetapi dari kenalan. Bahkan lebih sering justru dari kenalan yang tidak dekat dengan diri Anda. Itulah pesan dari sosiolog Marc Gravonetter yang dikutip Malcolm Gladwell dalam buku pertamanya, The Tipping Point : How Little Things Can Make a Big Difference (2000). Nasehat itu hebat. Saya (Bambang Haryanto) memperoleh buktinya.
Ceritanya : bulan September lalu, tepatnya 11 September 2007, saya mengantarkan Mayor “Pendiri Pasoepati” Haristanto yang didaulat menjadi bintang tamu acara TTC (Tenguk-Tenguk Crito/Duduk-Duduk Sambil Ngobrol) di TATV Solo. Setelah acara selesai, saya bertukar kartu nama dengan produser eksekutif acara itu, Dewi Cahyaningrum.
Agar pertemuan tidak segera terlupakan, beberapa hari kemudian saya kirimi dia email. Ngobrol sana-sini, sambil meledek apakah dress code awak televisi itu selalu pakaian hitam-hitam. Mengingatkan saya akan judul lagunya supergroup favorit di tahun70-an, Uriah Heep, yaitu “Lady in Black.” Lirik lagu ini pernah aku gunakan untuk memuji cewek cantik banget, Erika Michiko, yang juga awak sebuah rumah produksi untuk acara televisi, tahun 2005 yang lalu.
Awal Maret 2008, tak terduga, saya mendapat kontak dari Dewi Cahyaningrum lagi. Saya diundang untuk jadi tamu pada acara TTC tersebut. Tanggal 1 April 2008, aku memenuhi undangan untuk tampil dan mejeng di TATV. Saya bercerita mengenai seluk beluk komunitas yang saya dirikan, yaitu komunitas penulis surat pembaca, Epistoholik Indonesia.
Trio Dewa-Beha-Esa. Acara TTC sore itu dipandu oleh Dewa (paling kiri) dan Esa. Keduanya telah mengeroyok saya dengan pertanyaan yang menggelitik. Dewa dan Esa (emailnya : dewasa_dewaesa@yahoo.com) adalah juga penyiar radio SAS Solo yang bersegmen kaum muda. Foto ini diabadikan oleh Basnendar.
Hari Yang Cerah. Band tetap yang mengiringi acara TTC adalah Sunny Day dengan vokalis cewek yang menawan. Dalam kesempatan itu saya berseru kepada anak muda Solo agar selain ber-TTC, sebaiknya juga ber-TTN. Tenguk-Tenguk Nulis. Duduk-duduk bareng dan menulis, menghasilkan karya. Kepada Mino dkk. yang awak band Sunny Day itu juga saya imbau agar mereka mau mulai menciptakan lagu-lagunya sendiri dan mengelola blog untuk berinteraksi dengan fans mereka.
Seruan dan imbauan yang sama juga ingin saya serukan kepada anak-anak muda dari keluarga besar Trah Martowirono. Untuk menulis dan meluncurkan blog, yang bagi saya merupakan upaya efektif dalam memperluas jaringan rantai terlemah, yaitu kenalan-kenalan baru, bahkan dari antero penjuru dunia. (BH).
tmw
Kuatnya rantai terlemah. Anda memperoleh pekerjaan bukan dari teman, tetapi dari kenalan. Bahkan lebih sering justru dari kenalan yang tidak dekat dengan diri Anda. Itulah pesan dari sosiolog Marc Gravonetter yang dikutip Malcolm Gladwell dalam buku pertamanya, The Tipping Point : How Little Things Can Make a Big Difference (2000). Nasehat itu hebat. Saya (Bambang Haryanto) memperoleh buktinya.
Ceritanya : bulan September lalu, tepatnya 11 September 2007, saya mengantarkan Mayor “Pendiri Pasoepati” Haristanto yang didaulat menjadi bintang tamu acara TTC (Tenguk-Tenguk Crito/Duduk-Duduk Sambil Ngobrol) di TATV Solo. Setelah acara selesai, saya bertukar kartu nama dengan produser eksekutif acara itu, Dewi Cahyaningrum.
Agar pertemuan tidak segera terlupakan, beberapa hari kemudian saya kirimi dia email. Ngobrol sana-sini, sambil meledek apakah dress code awak televisi itu selalu pakaian hitam-hitam. Mengingatkan saya akan judul lagunya supergroup favorit di tahun70-an, Uriah Heep, yaitu “Lady in Black.” Lirik lagu ini pernah aku gunakan untuk memuji cewek cantik banget, Erika Michiko, yang juga awak sebuah rumah produksi untuk acara televisi, tahun 2005 yang lalu.
Awal Maret 2008, tak terduga, saya mendapat kontak dari Dewi Cahyaningrum lagi. Saya diundang untuk jadi tamu pada acara TTC tersebut. Tanggal 1 April 2008, aku memenuhi undangan untuk tampil dan mejeng di TATV. Saya bercerita mengenai seluk beluk komunitas yang saya dirikan, yaitu komunitas penulis surat pembaca, Epistoholik Indonesia.
Trio Dewa-Beha-Esa. Acara TTC sore itu dipandu oleh Dewa (paling kiri) dan Esa. Keduanya telah mengeroyok saya dengan pertanyaan yang menggelitik. Dewa dan Esa (emailnya : dewasa_dewaesa@yahoo.com) adalah juga penyiar radio SAS Solo yang bersegmen kaum muda. Foto ini diabadikan oleh Basnendar.
Hari Yang Cerah. Band tetap yang mengiringi acara TTC adalah Sunny Day dengan vokalis cewek yang menawan. Dalam kesempatan itu saya berseru kepada anak muda Solo agar selain ber-TTC, sebaiknya juga ber-TTN. Tenguk-Tenguk Nulis. Duduk-duduk bareng dan menulis, menghasilkan karya. Kepada Mino dkk. yang awak band Sunny Day itu juga saya imbau agar mereka mau mulai menciptakan lagu-lagunya sendiri dan mengelola blog untuk berinteraksi dengan fans mereka.
Seruan dan imbauan yang sama juga ingin saya serukan kepada anak-anak muda dari keluarga besar Trah Martowirono. Untuk menulis dan meluncurkan blog, yang bagi saya merupakan upaya efektif dalam memperluas jaringan rantai terlemah, yaitu kenalan-kenalan baru, bahkan dari antero penjuru dunia. (BH).
tmw
Tamu dari Perancis : Jeff Francois Coctaz
Si Paimin dari Perancis. Blog ini ditulis dari kampung Kajen, Giripurwo, Wonogiri. Kalau Anda ingin tahu tentang Kajen, mohon maaf, silakan Anda pergi dahulu ke Paris, kota cahaya, yang ibukota Perancis.
Kunjungilah kantor kedutaan besar Republik Indonesia. Di sana silakan temui salah seorang pegawai lokalnya. Ia bernama : Jeff Francois Coctaz. Kepada mantan anggota angkatan laut Perancis dan lulusan antropologi ini, sapalah ia dengan bahasa Jawa. Atau bila ingin cepat lebih akrab, panggil saja dengan sebutan Mas Paimin.
Lalu tanyakanlah hal seputar Kajen kepadanya. Tanyakan tentang wayang, karena ia seorang dalang. Tanyakan apa ia masih ingat nama Bapak Oemartopo. Nama mBak Nur. Bapak Suroto yang Kaling Kajen. Ibu Sumarni Mulyarto. Mas Mulyadi. Juga masing-masing nama anak keluarga almarhum Kastanto Hendrowiharso.
Karena pada tahun 70-an Jeff Coctaz, pernah agak lama tinggal di rumah keluarga Kastanto sebagai sahabat Bari Hendriatmo, salah satu anak keluarga ini. Sejak itu Jeff ibarat sebagai warga Kajen yang kini sedang mengembara di Perancis.
Warga Kajen. Nampak Jeff bersama anak-anak sanggar melukis anak-anak Brigade Kelompok Kecil (BKK) Wonogiri. Di ujung kanan, bertopi, adalah pendiri BKK, Mayor Haristanto.
Saksi sejarah. Jeff bersama Bari sedang menyalami warga Trah Martowirono yang lagi berbahagia, yaitu Mas Untung Suripno dan Ibu Eri pada hari pengantin mereka di Prambanan, Yogyakarta. Kejadian itu sudah berlangsung 25 tahun lalu, karena di tahun 2007 yang lalu Mas Untung-mBak Eri baru saja merayakan pesta perak perkawinannya.
Berkunjung ke Kajen. Walau pun tidak intensif, saya (Bambang Haryanto) masih bisa kontak dengan Jeff melalui email. Hal itu berlangsung sejak tahun 2003, saat ia mengunjungi Kajen. Sore itu banyak sekali warga Kajen, juga anak-anak kecil, merubung untuk menemui saudara bule mereka yang lama tidak ketemu.
Hari Jumat sore, 28 Maret 2008, ia muncul lagi di Kajen. Ia ditemani Mas Widodo Wilis, dalang dari Ngadirojo. Jeff cerita sudah mengontak adik-adik saya, bahkan bisa ketemu dengan Broto Happy W. (wartawan BOLA) di Bogor. Juga kontak dengan Bari di Jember dan Mayor Haristanto di Solo. Sebelumnya ia sudah sampai di Sulawesi. “Aku balik ke Perancis, 4 April 2008,” katanya.
Sore itu, Jeff yang nampak necis (“koyo diplomat,” kataku dan ia tertawa), sempat menemui mBak Marni Mulyarto untuk menanyakan Ganefo (putranya) yang kini bekerja di Kendari. Juga bersilaturahmi dengan Bapak/Ibu Sunarso, depan rumahku. Tak lupa glenyengan menyalami anak-anak kecil Kajen. Ketika ia berjalan diapit temen cewek Perancis dan istrinya Mas Widodo ia bilang, “koyo Janoko.”
Saya rada iri dan kagum sama dia. Jeff ini dalam bahasa Jawa disebut grapyak, murah hati dan suka ngobrol, bertegur sapa. Banyak temannya. Wong Perancis tetapi guyonannya, jiwanya, sudah sebagai wong Jowo. Sore itu ia juga menemui budayawan dan tokoh pedalangan, Bapak Oemartopo.
Sayang, saat itu kamera digitalku lagi kehabisan bateri. Saya berharap Jeff bisa mampir lagi di Wonogiri, katanya mau nonton wayang, sehingga aku bisa memotretnya. Tak kesampaian. Ia kirim SMS :
“Mas Bambang, maaf baru baca sms anda. Saking banyak sms saya sdh tidak tahu lagi. Sya sdh di bandara Yogya utk menuju Surabaya. Waktunya terlalu cepat berlalu. Terima kasih dan tolong sampaikan salam kepada orang yg saya tidak sempat ketemu. Jeff.” (Senin, 31 Maret 2008 : 12.17.23).
Au Revoir, Jeff !
tmw
Si Paimin dari Perancis. Blog ini ditulis dari kampung Kajen, Giripurwo, Wonogiri. Kalau Anda ingin tahu tentang Kajen, mohon maaf, silakan Anda pergi dahulu ke Paris, kota cahaya, yang ibukota Perancis.
Kunjungilah kantor kedutaan besar Republik Indonesia. Di sana silakan temui salah seorang pegawai lokalnya. Ia bernama : Jeff Francois Coctaz. Kepada mantan anggota angkatan laut Perancis dan lulusan antropologi ini, sapalah ia dengan bahasa Jawa. Atau bila ingin cepat lebih akrab, panggil saja dengan sebutan Mas Paimin.
Lalu tanyakanlah hal seputar Kajen kepadanya. Tanyakan tentang wayang, karena ia seorang dalang. Tanyakan apa ia masih ingat nama Bapak Oemartopo. Nama mBak Nur. Bapak Suroto yang Kaling Kajen. Ibu Sumarni Mulyarto. Mas Mulyadi. Juga masing-masing nama anak keluarga almarhum Kastanto Hendrowiharso.
Karena pada tahun 70-an Jeff Coctaz, pernah agak lama tinggal di rumah keluarga Kastanto sebagai sahabat Bari Hendriatmo, salah satu anak keluarga ini. Sejak itu Jeff ibarat sebagai warga Kajen yang kini sedang mengembara di Perancis.
Warga Kajen. Nampak Jeff bersama anak-anak sanggar melukis anak-anak Brigade Kelompok Kecil (BKK) Wonogiri. Di ujung kanan, bertopi, adalah pendiri BKK, Mayor Haristanto.
Saksi sejarah. Jeff bersama Bari sedang menyalami warga Trah Martowirono yang lagi berbahagia, yaitu Mas Untung Suripno dan Ibu Eri pada hari pengantin mereka di Prambanan, Yogyakarta. Kejadian itu sudah berlangsung 25 tahun lalu, karena di tahun 2007 yang lalu Mas Untung-mBak Eri baru saja merayakan pesta perak perkawinannya.
Berkunjung ke Kajen. Walau pun tidak intensif, saya (Bambang Haryanto) masih bisa kontak dengan Jeff melalui email. Hal itu berlangsung sejak tahun 2003, saat ia mengunjungi Kajen. Sore itu banyak sekali warga Kajen, juga anak-anak kecil, merubung untuk menemui saudara bule mereka yang lama tidak ketemu.
Hari Jumat sore, 28 Maret 2008, ia muncul lagi di Kajen. Ia ditemani Mas Widodo Wilis, dalang dari Ngadirojo. Jeff cerita sudah mengontak adik-adik saya, bahkan bisa ketemu dengan Broto Happy W. (wartawan BOLA) di Bogor. Juga kontak dengan Bari di Jember dan Mayor Haristanto di Solo. Sebelumnya ia sudah sampai di Sulawesi. “Aku balik ke Perancis, 4 April 2008,” katanya.
Sore itu, Jeff yang nampak necis (“koyo diplomat,” kataku dan ia tertawa), sempat menemui mBak Marni Mulyarto untuk menanyakan Ganefo (putranya) yang kini bekerja di Kendari. Juga bersilaturahmi dengan Bapak/Ibu Sunarso, depan rumahku. Tak lupa glenyengan menyalami anak-anak kecil Kajen. Ketika ia berjalan diapit temen cewek Perancis dan istrinya Mas Widodo ia bilang, “koyo Janoko.”
Saya rada iri dan kagum sama dia. Jeff ini dalam bahasa Jawa disebut grapyak, murah hati dan suka ngobrol, bertegur sapa. Banyak temannya. Wong Perancis tetapi guyonannya, jiwanya, sudah sebagai wong Jowo. Sore itu ia juga menemui budayawan dan tokoh pedalangan, Bapak Oemartopo.
Sayang, saat itu kamera digitalku lagi kehabisan bateri. Saya berharap Jeff bisa mampir lagi di Wonogiri, katanya mau nonton wayang, sehingga aku bisa memotretnya. Tak kesampaian. Ia kirim SMS :
“Mas Bambang, maaf baru baca sms anda. Saking banyak sms saya sdh tidak tahu lagi. Sya sdh di bandara Yogya utk menuju Surabaya. Waktunya terlalu cepat berlalu. Terima kasih dan tolong sampaikan salam kepada orang yg saya tidak sempat ketemu. Jeff.” (Senin, 31 Maret 2008 : 12.17.23).
Au Revoir, Jeff !
tmw
Subscribe to:
Posts (Atom)