Sunday, June 22, 2008

Yasika : Liburan Dengan Tangan Diperban




Emosi Anak Muda. Sebaiknya jangan memberi hadiah sepeda motor kepada anak Anda yang baru saja naik kelas. Karena kegembiraan yang meluap, mendorong mereka cenderung berlaku emosional, ceroboh dan kurang hati-hati berkendara di jalan raya. Akibatnya bisa fatal.

Itulah salah satu materi obrolan dari Eyang Gono yang saya ingat. Nama lengkapnya Tranggono, mertua dari Broto Happy W., wartawan Tabloid BOLA. Broto Happy W.baru saja sukses menjadi salah satu komentator untuk stasiun televisi Trans7 dalam turnamen bulutangkis Indonesia Open Super Series 2008.

Mungkin kebetulan, Radio BBC Siaran Indonesia pada minggu ke-2 Juni ini juga membuat seri laporan mengenai tingginya angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Termasuk mereka pernah pula melaporkan bahwa kecelakaan lalu lintas yang paling tinggi menimpa para pengendara sepeda motor dan korbannya sebagian besar adalah anak-anak dan remaja.


Gips dan perban. Salah satu korban itu adalah Yasika Valery Oktavian Mahendra (14), putra kedua M. Taufik- Bastion “Iwin” Hersaptowiningsih, Kajen, Wonogiri. Ia dibonceng temannya, sesama murid SMP Negeri 3 Wonogiri, seusai penerimaan rapor. Yasika naik kelas. Teman yang memboncengkan itu tidak naik kelas.

Di tengah jalan motornya menabrak mobil seorang polisi. Syukurlah, tidak fatal. Yasika pun terjatuh, lengan kanannya terkilir. Sorenya segera dibawa ke klinik rehabilitasi dan pulang dengan tangan digips dan dibalut perban (foto).

Di tengah masa liburan panjang sekarang ini ia mengistirahatkan tangan kanannya. Semoga cepat sembuh. Sehingga ketika menapaki masa ajaran baru nanti, tangannya dapat berfungsi kembali seperti sediakala. Untuk menulis. Untuk menuntut ilmu. Juga untuk mengendalikan sepeda motor dalam berangkat serta pulang dari bersekolah. Tentu saja kini ia harus lebih hati-hati dan taat aturan. (Bambang Haryanto).


tmw

Tuesday, June 17, 2008

Lintang, Bintang dan Wartawan




Dikejar Buaya. Diplomat Gedung Putih seperti dikutip majalah US News & World Report (5/5/86) pernah mengatakan bahwa wartawan itu seperti halnya buaya. “Anda tak tak harus menyukai mereka, tetapi Anda harus memberi umpan kepada mereka.” Umpan itu adalah berita.

Sementara itu Dean Singleton, bos MediaNews Group, kelompok media terbesar ke-4 di AS yang memiliki Denver Post, San Jose Mercury News dan 55 koran lainnya, mengatakan bahwa surat kabar adalah pilar dari demokrasi. Ia katakan itu di depan forum World Newspaper Congress di Swedia, awal Juni 2008. Juga ia katakan bahwa di masa depan, “hanya ada dua kategori koran : yang hidup dan koran yang mati. Sekarang saja terdapat 19 dari 50 koran top metro di AS yang dihantui kerugian dan jumlah itu akan semakin bertambah.” Masa depan koran, menurutnya adalah : Internet !

Kedua petikan cerita itu muncul di benak ketika saya membaca lembaran Gaul, kolom remaja untuk Harian Solopos edisi Minggu (15/6/2008 : hal. VIII). Di kolom “Bintang” telah ditampilkan Lintang Rembulan. Ia adalah putri kedua keluarga Mayor Haristanto dan Nani.

Dalam profil remaja tersebut Lintang mengemukakan cita-citanya sebagai wartawan. Sementara orang tuanya sebenarnya ingin dirinya sebagai dokter. Lintang Rembulan, kelahiran Solo 7 Agustus 1991, bercita-cita berkuliah di Yogya. Cita-cita ketua OSIS SMA St. Yosef Solo itu, hmm, membanggakan. Ia juga mengajak para rekan sesama remaja untuk serius memikirkan masa depan. Antara lain dengan mulai memahami dirinya sendiri, baik minat, bakat dan kecenderungan. Hal-hal penting tersebut mulai didalami dan terus dikembangkan.

Lintang adalah remaja yang aktif. Selain sibuk di OSIS, ia juga pemain biola untuk kelompok musik keroncong di sekolahnya. Bahkan nampak dalam foto ia bersama gurunya, Bapak FX Triyas Hadi Prihantoro (warga Epistoholik Indonesia) seusai menjadi peserta karnaval Solo Batik Carnival 2008, baru-baru saja ini.

Setuju, Lintang. Seluruh warga Trah Marto Wirono selalu mendoakan keberhasilan warganya meraih cita-cita, termasuk cita-cita Lintang juga. Sukses selalu. (Bambang Haryanto).


tmw