Wednesday, July 04, 2007

Trah Martowirono Dalam Liputan Solopos, 5 Juli 2007




Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket


Silaturahmi bisa liwat e-mail

Teknologi komunikasi lan informasi kang wis maju ndadekake petemon trah bisa kalakon sanajan ana warga trah kang dumunung ing nagara manca lan ora bisa teka ing papan patemon.
Mangkono pratelane Bambang Haryanto, warga trah Martowirono, kang pidalem ing tlatah Kabupaten Wonogiri. Bambang kang kondhang minangka warga pakumpulan Epistoholik Indonesia iku, nalika wawanrembug kalawan Espos kanthi sarana layang elektronik utawa e-mail sawetara dina kepungkur, ngendikakake trahe wis wiwit 20 taun kepungkur ajeg nggelar patemon setaun sepisan.

“Nalika patemon trah Martowirono taun 2003 ana kakang ipe ponakanku kang dikontrak bebadan Perserikatan Bangsa-Bangsa minangka konsultan pertanian ing Kamboja ora bisa teka. Taun 2003 iku patemon trah kagelar ing omahku, Kajen, Wonogiri, tanggal 27 November 2003,” pratelane Bambang.

Kanggo ngawekani, Bambang banjur nguripake komputer kang wus kasambung kalawan Internet. Kakange ipe ponakan kang dumunung ing Kamboja samono uga. Sawise bisa sesambungan kanthi srana Internet, wusanane kakange ipe ponakan kang dumunung ing Kamboja iku bisa melu meruhi acara patemon trah. Suwalike warga trah kang nembe nglumpuk ing Kajen, Wonogiri, uga bisa mangerteni kahanan kakange ipe ponakan kang ana ing Kamboja iku.

Ing saben patemon trah kang kagelar setaun sepisan iku, miturut Bambang, akeh acara kang kagelar. Ana acara kang sipate seneng-seneng yaiku nggelar kagunan saka warga trah dhewe, nggelar bedhekan kanthi bebungah kang nyenengake, ular-ular saka warga trah kang dituwake, lan ana uga acara kang sipate sosial.

“Acara sosial iku awujud nglumpukake dana minangka kas trah. Dana kang nglumpuk ora kena dijupuk kajaba kanggo mbiyantu warga trah kang nembe ketaman reridhu. Malah ing patemon trah sawetara taun kepungkur, dana kang nglumpuk banjur kanggo mbiyantu sawijining tlatah ing Wonogiri kang kangelan golek banyu resik,” pratelane Bambang.

Trah Martowirono dhewe, miturut Bambang, mujudake trah kang asumber saka Mbah Martowirono. Ing kulawargane Bambang, Mbah Martowirono iku urutane saka garis ibu. Mbah Martowirono kang lair ing Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo.

Ing kalodhan laya, warga Ngoresan, Jebres, Solo, Iqbal Wahyu Purwito, mratelakake patemon trah pancen prasast kayadene njaga uripe obor kulawarga. Obor ing kene ateges pepadhang kang tuwuh ing kulawarga amarga saka rakete paseduluran. Rakete paseduluran merbawani tuwuhe rasa entheng mbiyantu sedulur liyane kang nembe nandhang rubeda. (pra.).


tmw
Wawancara Solopos Via Email Tentang Trah Martowirono




Yth. Mas Ichwan Prasetyo
Wartawan Solopos

Salam sejahtera,

Terima kasih untuk Mas Ichwan Prasetyo yang telah sudi “keblasuk” ke blog Trah Martowirono saya tersebut. Juga matur nuwun, dene saya lalu bisa ketiban “pulung” dan “pentung”, karena pertanyaan-pertanyaan Mas Ichwan Prasetyo itu bikin saya nostalgia. Kayak ujian skripsi.

Baiklah, berhubung ini menyangkut nama baik trah saya J, maka dengan senang hati saya mencoba menjawab kuis Anda ini semampu saya.


(1) MANFAAT PERTEMUAN TRAH. Sekadar latar belakang, trah saya adalah mBah Martowirono. Asal usulnya dari Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo. Dari garis ibu saya. mBah Martowirono ini punya 4 anak : Suripti (perempuan), Sutono, Sutejo dan Sukarni (perempuan, ibu saya).

Pertemuan/reuni trah tahunan ini merupakan upaya bersama untuk menelusuri kembali akar atau asal-usul eksistensi warga trah ini, dan sekaligus menguri-uri demi mengeratkan kembali ikatan kekeluargaan yang ada. Di trah kami, di mana sebagian besar generasi kedua (ayah dan ibu saya) telah meninggal dunia, maka para pelestari trah Martowirono tersebut kini disandang oleh generasi ketiga (cucu) dan generasi keempat (cicit).

Melalui reuni itu ibarat kita kembali mengunjungi oasis, sumber mata air, tuk, asal muasal trah ini yang keturunannya kini mengalir, lelumban ing segoro urip bebrayan. Setelah selama setahun masing-masing individu trah mersudi urip, nggayuh cita-cita, saling hidup berpencaran yang terpisah oleh geografi dan waktu, bahkan tak ada komunikasi, dalam reuni trah itu kita semua bisa bertemu kembali.

Saya sebut reuni trah itu sebagai oasis, karena kita bisa mereguk kembali nilai-nilai spiritual bahwa kita berasal dari sumber yang sama, yang semuanya itu memberikan kesegaran jiwani. Karena dalam perjuangan hidup masing-masing warga trah pasti menemukan keberhasilan atau kegagalan, senang atau susah, bahagia atau kecewa, ketika bertemu kembali dalam reuni maka hal-hal itu seolah menjadi tidak penting lagi. Karena semua warga trah akan selalu diterima secara apa adanya.

“I love you just the way you are,” meminjam lirik lagunya Billy Joel.

Karena mendapat penerimaan seperti inilah, bahwa apa pun dirimu akan selalu mendapat “tempat” dan “rumah” dalam lingkaran trah ini, membuat tiap individu warga trah memperoleh bekal, sangu, kesegaran jiwa baru, untuk lebih tegar dalam mengarungi etape perjuangan hidup berikutnya.

Itu tadi manfaat spiritual. Manfaat praktisnya, antara lain misalnya updating data keluarga, alamat/domisili, dan menghimpun gagasan-gasan baru.


2. CARA MENENTUKAN TEMPAT PERTEMUAN. Dalam trah kami, ditentukan secara bergiliran. Tetapi kadang ada keluarga lain, misalnya anak dari adik mBah Martowirono, mengajukan usul sebagai penyelenggara pertemuan. Setelah dirundingkan, maka hal itu biasanya langsung disetujui.


3. ADAKAH MUNCUL FRIKSI DALAM PERTEMUAN TRAH ? Sebagaimana sifat manusia, walau berasal dari kakek-nenek yang sama, toh dijumpai banyak perbedaan, antara tiap-tiap individu. Sehingga friksi pernah juga mewarnai reuni trah kami. Misalnya isu terkait pembagian warisan tanah dan bangunan peninggalan kakek-nenek kami. Sokurlah, dengan membentuk tim kecil, saling berbicara, sehingga akhirnya persoalan itu bisa diselesaikan secara elegan dan mufakat.


4. STRATIFIKASI KELUARGA. Sebagaimana tradisi orang Jawa yang menghormati fihak-fihak yang dituakan, maka hal tersebut juga kami uri-uri dalam ritus reuni trah kami. Misalnya kaum tetua kita daulat sebagai fihak yang pertama kali disungkemi, tempat kita meminta nasehat, pendapat, restu, dan juga cerita-cerita masa lalu yang memiliki “wisdom” yang dapat kita tularkan kepada generasi berikutnya.


5. ANOMALI AKIBAT STRATIFIKASI. Hal yang manusiawi itu wajar terjadi. Saya sendiri yang dipanggil sebagai “oom” atau “pakde” oleh keponakan-keponakan saya. Tetapi berhubung saya masih suka main digital, dimana kalau tanpa kabel disebut sebagai wireless dan dan saya tanpa istri alias wifeless, maka dalam acara reuni itu saya yang “jomblo” ini selalu jadi bulan-bulanan mereka.


6. KEGIATAN DALAM PERTEMUAN TRAH. Selain kegiatan yang baku , yaitu ketemu, ramah-tamah, makan-makan, dalam trah Martowirono ada aktivitas semacam menelusuri jalan kenangan dan kearifan.

Misalnya berupa kuis untuk menguji seberapa intensif pemahaman warga trah ini terhadap jati diri anggota trah lainnya dan juga sejarah hidupnya. Dalam reuni tahun 2006 kemarin hadiahnya berupa tas dan topi dari Tabloid BOLA, donasi dari Broto Happy W. (Wartawan BOLA, dan adik saya).


7. APABILA ANGGOTA TRAH BERADA DI LUAR JAWA ATAU LUAR NEGERI. Ada cerita : kakak ipar keponakan (suami dari kakak keponakan) saya dikontrak PBB sebagai konsultan pertanian di Kamboja, selama tiga tahun. Praktis ia tak bisa ikut reuni trah kami. Pada tahun ketiga ia di Kamboja, kebetulan pertemuan trah berlangsung di rumah saya, di Kajen, Wonogiri, 27 November 2003

Saat itu saya segera men-set komputer dan modem yang disambungkan dengan line telepon ke Internet. Jadilah reuni kami dengan kakak kami tersebut secara virtual, secara maya, sehingga jarak tidak menjadi penghalang untuk tersambungnya ikatan batin antara Kajen Wonogiri dengan Pnom Penh Kamboja. Kakak saya itu malah mengirim salam : Cocet Krusa Martowirono ! Itu bahasa Khmer, yang berarti : Hidup Trah Martowirono !

Catatan : saat itu kami mengundang Mas Triyanto/Tus-Solopos, sayang, beliau ada tugas lain.


8. KAPAN PERKUMPULAN TRAH KALI PERTAMA DIGELAR ? Trah Martowirono tahun lalu (2006) sudah melaksanakan reuni 20 kali. Jadi sudah berlangsung sejak tahun 1986. Untuk mengumpulkan balung pisah itu, bagi kami tidaklah masalah, karena sudah “ketemu” sejak 20 tahun lalu.

Menariknya lagi, setiap reuni kami selalu mengundang tamu, yaitu dari perwakilan atau rombongan dari trah lain yang bila diurut-urut dari silsilah kakek-nenek Martowirono, masih ada ikatan keluarga.

Dengan cara ini maka percabangan pohon trah yang lebih awal, dan horizontal, telah terjadi. Walau saat ini memang belum ada kesepakatan resmi untuk menggalang pertemuan rutin tahunan sebagaimana Trah Martowirono yang telah terjadi sepanjang 20 tahun terakhir ini. Mengantisipasi masa depan, kiranya kebutuhan menyusun silsilah (family tree) di masa depan pantas kami pikirkan.


Demikianlah Mas Ichwan Prasetyo, saya mencoba sebaik-baiknya dalam menjawab ujian skripsi tentang trah dari Anda. Semoga bermanfaat. Bila ada yang kurang jelas, silakan kontak kembali. Sukses selalu untuk Mas Ichwan Prasetyo dan juga Solopos !

Wassalam.


Hormat saya,


Bambang Haryanto
+6281329306300


PS : Untung pertanyaan dan jawaban tidak harus dalam bahasa Jawa :-). Saya sertakan foto di attachment. Siapa tahu berguna. Matur nuwun.


Wonogiri, 28/6/2007

tm